Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Rekayasa untuk Menyelamatkan Nyawa

Dengan seleksi genetis, seorang bayi sengaja dilahirkan dan selnya diambil untuk menyelamatkan nyawa kakaknya yang baru berusia enam tahun.

15 Oktober 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENTAH bagaimana perasaan Adam, bayi berusia 1,5 bulan, bila ia besar nanti. Bayi tabung itu dilahirkan Lisa Nash melalui proses penyaringan genetis yang ketat. Sementara ”saudara-saudaranya” tak dibiarkan berkembang, Adam terpilih untuk dikandung, dibesarkan, dan dilahirkan. Ia dipertahankan untuk sang kakak, Molly, 6 tahun, yang membutuhkan sel induk dari darah tali pusarnya. Molly menderita penyakit anemia mematikan, anemia Fanconi, yang hanya bisa ditolong dengan transplantasi. Dan Adam dilahirkan untuk menyelamatkan nyawa sang kakak, yang menjalani transplantasi akhir September lalu.

Etis-tidaknya pilihan hidup yang ditempuh keluarga Jack dan Lisa Nash dari Colorado itu kini ramai diperbincangkan publik Amerika Serikat. Mereka adalah pasangan pertama di dunia yang dengan kecanggihan teknik seleksi genetik merancang kelahiran seorang anak untuk menjadi donor organ yang cocok bagi anak sulung mereka.

Molly menderita kelainan darah yang disebut anemia Fanconi (AF)—diambil dari nama dokter anak asal Swiss, Guido Fanconi. Anemia mematikan ini tergolong penyakit yang sangat jarang. Data Anemia Fanconi Internasional di Universitas Rockefeller hanya mencatat 3.000 pasien FA. Boleh jadi, tak semua kasus bisa terdata. Di Indonesia, misalnya, tak ada catatan sama sekali tentang kasus FA—karena itu jangan heran bila penanganannya pun tak jelas. Namun, memang ini penyakit langka. Profesor Harryanto Reksodiputro, ahli penyakit darah dari RS Kanker Dharmais, Jakarta, mengaku baru sekali menjumpai kasus FA di Bagian Anak RS Cipto Mangunkusumo. Itu pun ketika ia masih menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anemia Fanconi disebabkan oleh cacat genetik yang mengakibatkan sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak sempurna berfungsi. Ditandai dengan gejala awal kelelahan yang amat sangat dan kerap mengalami infeksi, penyakit AF pada umumnya berubah menjadi leukemia akut. ”Pengobatannya memang hanya bisa dengan transplantasi, tidak bisa diobati dengan cara lain,” kata Harryanto Reksodiputro.

Keberhasilan transplantasi sendiri sangat dipengaruhi oleh cocok tidaknya organ donor dan penerimanya. Bila antara pasien dan donatur tak ada hubungan darah, cuma 31 persen penderita FA yang cocok dan bertahan hidup. Angka itu melonjak hingga 85 persen bagi pasien yang menerima organ dari saudara sedarah.

Pada kasus Molly, ia menerima cangkok sel induk yang diambil dari darah tali pusar adik kandungnya sendiri. Tingkat keberhasilannya diperkirakan akan tinggi karena Adam bukan hanya saudara sedarah, tapi juga karena ia benar-benar didesain sebagai donor yang betul-betul cocok untuk kebutuhan Molly.

Teknologi bayi tabung memungkinkan pasangan Jack dan Lisa memilih anak yang sehat. Soalnya, Jack dan Lisa sendiri memang sama-sama membawa gen Fanconi sehingga punya kans 25 persen melahirkan anak berpenyakit anemia Fanconi.

Dalam teknik bayi tabung ada proses sperma membuahi sel telur. Di antara banyak bakal janin yang bakal tumbuh—karena sel telur yang dibuahi tak cuma satu—dipilihlah yang bebas gen Fanconi. Yang tidak diinginkan ”dibunuh”.

Dengan preimplantation genetic diagnosis semacam itu, tim dokter yang menangani Lisa Nash berhasil mendapatkan dua dari 15 bakal embrio yang memenuhi syarat. Salah satunya yang kemudian ditanam ke rahim dan kemudian lahir sebagai Adam pada 29 Agustus lalu. Dan, bayi Adam menyumbangkan sel induknya melalui operasi transplantasi yang berlangsung di Fairview-University Hospital, Minneapolis.

Sebuah operasi yang mengharukan orang tuanya. Dokter menyuntikkan darah Adam lewat jarum infus ke tubuh Molly. Sementara sel cangkokan menetes melalui selang plastik di dadanya, ”Molly mendekap Adam di pangkuannya,” kata Lisa kepada CNN.

Ternyata, transplantasi berjalan baik. ”Molly tidak mengalami komplikasi apa pun,” kata John Wagner, ahli darah dari Universitas Minnesota yang mengawasi pencangkokan itu. Bahkan, menurut Charles Storm, Direktur Illinois Masonic Medical Center—tempat uji gen dilakukan—Molly kini punya peluang 85-90 persen terbebas dari anemia mematikan itu.

Terobosan monumental ini lantas berekor pada suatu perdebatan sengit di wilayah etika. Di satu sisi, ada yang menyebut langkah ini sebagai jawaban atas sebuah harapan hidup yang nyaris pupus. Di sisi lain, ada yang menganggapnya seperti menabrak takdir Tuhan dan mempertanyakan: bolehkah para orang tua menyeleksi sifat bakal anak mereka dengan segala alasannya?

Terhadap berbagai kritik, sederhana saja jawaban Lisa Nash, ”Saya akan menyelamatkan nyawa Molly, apa pun caranya. Buat yang merasa ini tak pantas, jangan menghakimi saya kecuali mereka pernah mengalaminya sendiri.”

Karaniya Dharmasaputra, Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus