Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cangkok Sel untuk Jantung |
PENYAKIT jantung masih jadi musuh nomor satu manusia. Menurut WHO, dia merupakan penyebab kematian terbesar baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Di Amerika saja, contohnya, penyakit jantung menyerang 12 juta penduduk. Serangan acap terjadi karena ada bagian organ yang rusak.
Kini ada peluang memperbaiki jantung yang rusak. Untuk pertama kalinya, sebuah tim dokter dari Universitas Temple dan Diacrin Inc. berhasil mencangkokkan jaringan otot lengan seorang pasien ke jantungnya sendiri. Percobaan tersebut dilakukan dalam rangka mencari alternatif perbaikan jantung yang rusak. Sebelum dicangkokkan, jaringan otot lengan itu dikembangbiakkan terlebih dahulu di laboratorium selama dua minggu.
Menurut Wakil Presiden Pengembangan Perusahaan Diacrin, yang bermarkas di Boston, E. Michael Egan, teknik itu merupakan cara yang paling aman. "Pasien menjadi semacam cawan bagi dirinya sendiri," ujar Dr. Satoshi Furukawa, Direktur Bedah Jantung dan Transplantasi Paru di Temple, seperti dikutip situs Science Daily, dua pekan silam.
Setelah operasi, tim dokter tetap akan memantau kondisi pasien guna lebih memahami tingkat keamanan proses cangkok sel dan potensi manfaatnya. Mereka juga menganalisis jantung pasien pascaoperasi untuk menguji sel-sel itu secara lebih mendalam.
Pada percobaan sebelumnya terhadap binatang, terbukti cangkok jaringan otot semacam itu dapat memperbaiki otot jantung yang rusak dan memperkokoh kontraksi jantung. Karena itu, Furukawa berharap kelak teknik transplantasi yang masih dalam tahap uji coba ini bisa diterapkan secara luas.
Molekul Penangkal AIDS |
INI kabar bagus bagi para penderita AIDS. Tim ilmuwan dari Universitas California, San Francisco, dan Compugen Ltd. berhasil menemukan satu molekul baru dalam sistem kekebalan tubuh. Molekul yang dinamai chemokine ini merupakan salah satu jenis protein yang berfungsi "merekrut" sel kekebalan tubuh guna menangkal serangan penyakit.
Molekul itu dapat dikenali lewat riset genomik dan proteomik oleh perusahaan riset Compugen, sedangkan peran biologisnya diidentifikasi oleh tim ilmuwan UCSF di bawah pimpinan Jason Cyster, Ph.D. Keberhasilan mereka dipublikasikan lewat situs Science Daily, pekan silam.
Tim itu memakai chemokine sebagai semacam senjata molekuler untuk mengidentifikasi penyusup asing yang hendak menerobos sistem kekebalan tubuh, termasuk virus HIV penyebab AIDS.
Pada percobaan dengan jaringan tubuh tikus, UCSF membuktikan bahwa salah satu bagian dari chemokine yang diberi nama CXCL 16 (angka ini menunjukkan subkeluarga CXC yang ke-16) dan diproduksi oleh sel limpa mampu menahan serangan sel asing yang berusaha menembusnya.
Cyster mengungkapkan, chemokine juga dapat membantu sel darah putih dalam mukosa bersiap-siap menghadap semua jenis penyakit yang hendak menyusup. Mukosa itu bagian jaringan yang menjadi semacam pintu masuk virus HIV. Para ilmuwan berharap, penemuan chemokine akan menjadi terobosan baru dalam penanggulangan penyakit AIDS.
Alat Pembersih Polusi Udara |
SEKELOMPOK ilmuwan dari Universitas Illinois sukses mengembangkan sebuah alat untuk menyedot dan menetralkan bahan organik yang mudah menguap serta polutan udara lain yang berbahaya.
Alat sebesar bola kaki itu mengonsumsi tenaga listrik setara dengan yang dipakai pengering rambut. Untuk keperluan industri, tersedia alat sebesar lemari dokumen dengan kebutuhan listrik yang lebih besar.
Di dalam alat penyedot ini terdapat kain khusus. Kain yang terbuat dari serat karbon aktif dan listrik ini berfungsi mengumpulkan dan secara efisien menetralisasi polutan udara yang terpancar ke atmosfer akibat pemakaian bahan-bahan pembersih.
Kain serat karbon punya kapasitas serap dua kali lebih besar dari butiran karbon aktif pada konsentrasi rendah. Struktur rajutannya juga istimewa sehingga mampu menyerap debu-debu lebih efektif. Sementara itu, aliran listrik rendah pada kain karbon itu memicu panas dan lebih mengefisienkan proses perbaikan polutan.
"Sistem penguapan baru ini cepat, nyaman, dan mampu meningkatkan kinerja sistem pemantau kualitas udara," ujar Mark Rood, seorang profesor teknik sipil dan lingkungan di Universitas Illinois, seperti dikutip Science Daily, pekan lalu.
Pemakai penyedot debu itu sendiri cukup luas. "Sistem penguapan itu bisa digunakan untuk mengontrol tingkat emisi yang dihasilkan sebuah ruangan raksasa, misalnya hanggar tempat pengecatan pesawat," kata Patrick Sullivan, karyawan sipil di Laboratorium Riset Angkatan Udara AS.
Wicaksono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo