Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Rumah Sehat Jiwa

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Yosep, bukan nama sebenarnya, menghabiskan waktu di tempat perawatan jiwa. Sempat pulang ke rumah, tapi bekas pecandu narkoba berusia 40 tahun itu kemudian menderita skizofrenia. Dia mengejar-ngejar ibunya dengan tongkat baseball. Akhirnya dia dimasukkan ke ”penjara”. ”Di sini dia baik-baik saja, tak agresif,” ujar Direktur Operasi Rumah Sakit Khusus Dharma Graha, Tangerang, Sugeng Fathoni.

”Penjara” Yosep tak seram. Bahkan bangunannya tak seperti rumah sakit yang dingin. Tempat itu mirip padepokan. ”Sengaja didesain untuk mempercepat penyembuhan penderita gangguan jiwa, sekaligus menghilangkan stigma buruk rumah sakit jiwa,” kata Sugeng, bekas perawat Rumah Sakit Jiwa Grogol, Jakarta.

Di atas lahan satu hektare berdiri pondok-pondok di atas tanah 3.000 meter persegi. Suasana Dharma Graha yang berada di pojok kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang, ini tenang, banyak pohon rindang. Rumah sakit khusus yang berdiri sejak 1999 itu berpenghuni 45 orang dari 50 tempat tidur yang ada. Sebagian besar penderita skizofrenia, yang 60 persen berada di usia produktif.

Metode pengobatan bergantung pada kondisi pasien. Untuk pasien akut yang agresif, diobservasi 24 jam selama enam hari. ”Kami khawatir penderita akan membunuh atau bunuh diri,” kata Sugeng. Selanjutnya, selain diberi obat-obatan, pasien dibimbing dengan terapi komplementer, seperti terapi diskusi kelompok, bermain, meditasi, relaksasi, bermain musik, olahraga, tertawa, tari, dan rekreasi.

Tujuan pengobatan di Dharma Graha agar pasien kembali ke kehidupan normal. Karena itu, ada pelayanan day care, pagi hingga siang di Dharma, malam hari kembali ke rumah. ”Pasien bisa tetap kuliah, diantar petugas sampai gerbang kampus, dan pulang kembali ke sini,” ujar Sugeng.

Memang, untuk menyembuhkan penderita skizofrenia, tidak hanya dengan obat, tapi juga suasana tempat perawatan itu sendiri. Jika tempatnya tidak membuat nyaman, jangankan yang sakit, yang sehat pun bisa stres.

Yang dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga menarik. Sejak Mei lalu, mereka membina warga di desa sekitar kampus tersebut untuk membentuk Desa Siaga Sehat Jiwa. Yang diharapkan, warga desa sadar untuk segera melakukan penanganan bila ada penduduk setempat yang terkena gangguan jiwa. Lebih dari 300 orang di tiga desa binaan sekitar kampus itu tercatat terkena gangguan jiwa. ”Yang paling tahu kondisi kesehatan jiwa masyarakat, warga desa itu sendiri,” kata Shanti Wardaningsih, koordinator program itu, kepada Pito Agustin dari Tempo.

AT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus