Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETUA Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution bergegas mendekati Volvo hitam seri S80 bernomor polisi B-10 yang sedang parkir di depan gedung lembaga negara itu, Selasa malam pekan lalu. Seorang ajudan membukakan pintu mobil dinas itu dan mempersilakan masuk. Sejurus kemudian, mobil melesat meninggalkan kantor pusat auditor negara di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Pria kelahiran Sipirok, Sumatera Utara, itu harus pulang lebih larut dari biasanya. Dia sedang ada tugas penting: mendampingi tim auditornya ”memeriksa” sejumlah pejabat Direktorat Pengawasan Internal Bank Indonesia. Sejak pukul empat sore hingga menjelang isya, tim auditor menanyai empat pejabat dari bank sentral itu tentang pengawasan Bank Century—kini Bank Mutiara. Namun Anwar menolak membeberkan kedatangan mereka. ”Mengenai Century,” ujarnya singkat kepada Tempo yang mencegatnya.
Kasus Bank Century telah membetot perhatian publik. Kisahnya bermula tatkala anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Komisi Perbankan menyoroti penyelamatan Bank Century oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada November 2008. Mereka mempermasalahkan pembengkakan suntikan dana untuk Century. Dewan menduga ada kejanggalan penyelesaian Century, sehingga meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi.
Audit investigasi terfokus pada proses merger dan pemberian izin operasi bank itu sebagai bank devisa. Ditelisik juga ihwal dugaan pelanggaran aturan asas kehati-hatian perbankan. Dasar pemberian fasilitas pembiayaan jangka pendek oleh Bank Indonesia juga dipertanyakan. Audit itu juga menyelidiki penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sebagai dasar penyelamatan bank tersebut. Yang tak kalah penting: membengkaknya suntikan dana untuk Century dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun!
Badan Pemeriksa Keuangan telah melaporkan hasil audit sementara kepada DPR. Lembaga ini mencatat sejumlah skandal di Bank Century selama bertahun-tahun. Di antaranya, menurut penilaian mereka, Bank Indonesia terlalu memberikan kelonggaran persyaratan merger bagi Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC menjadi Bank Century pada 2004.
Menuntaskan audit investigasi ini cukup memusingkan tim auditor. Apalagi Anwar Nasution, sang ketua, menjadi salah satu obyek audit alias dimintai keterangan. Ini berkaitan dengan posisi Anwar sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia saat proses merger ketiga bank itu pada 2001-2004. Bersama Anwar, mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, mantan Deputi Gubernur Aulia Pohan, mantan Deputi Gubernur Senior Miranda Goeltom, dan pejabat BI yang masih aktif juga akan diperiksa.
Menurut sumber Tempo, wajar bila auditor Badan Pemeriksaan Keuangan memeriksa Anwar. Sebab, dia punya peranan penting dalam proses kelahiran Bank Century. ”Lebih dari sekadar mengetahui prosesnya, tapi Anwar ikut mengambil keputusan,” ujarnya. Persetujuan prinsip merger CIC, Danpac, dan Pikko menjadi Bank Century diputuskan dalam rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 27 November 2001. Anwar ikut menyetujui merger tersebut. ”Kalau ada investor yang prospektif, kenapa harus dipersulit?” kata Anwar seperti ditirukan sumber tadi.
Rupanya proses merger berjalan tak mulus. Pembahasannya digelar kembali dalam rapat dewan gubernur tiga tahun kemudian, 11 April 2004. Rapat ini memutuskan rencana penggabungan terus berjalan. Pemegang saham pengendali tiga bank yang akan dimerger diundang dalam rapat pada 16 April 2004 di kantor deputi gubernur senior. ”Pak Anwar yang memimpin rapat,” kata sumber ini. Rafat Ali Rizvi, salah satu pemegang saham CIC dan Pikko, ikut hadir. Warga Inggris kelahiran Pakistan ini diminta menyetorkan modal ke CIC lebih dulu sebelum membahas proposal merger dengan Pikko dan Danpac.
Rafat, yang kini berstatus buron Kejaksaan Agung, membenarkan pertemuannya dengan Anwar di gedung Bank Indonesia di Kebon Sirih itu. Ia mengaku tidak bertemu seorang diri, tapi bersama tim dari CIC, Pikko, dan Danpac. ”Saat itu saya menanyakan mengapa persetujuan merger begitu lama,” ujarnya kepada Tempo pekan lalu di tempat yang dirahasiakan.
Selain dengan Anwar, Rafat juga mengaku pernah tiga kali bertemu dengan Aulia Pohan dan sekali dengan Miranda Goeltom—pengganti Anwar yang pensiun pada Juli 2004. Topiknya sama: mendesak persetujuan merger. ”Robert Tantular, pemegang saham CIC, yang paling sering membahas merger dengan pejabat BI,” katanya. ”Robert bilang ke saya bahwa dia sering membahasnya dengan Anwar, Miranda, dan juga Aulia.”
Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Rochadi, ketika dimintai konfirmasi wartawan, membenarkan proses merger itu melibatkan ketiga petinggi Bank Indonesia tersebut. ”Struktur jabatan yang membuat mereka harus membahas merger ketiga bank itu,” katanya di Jakarta pekan lalu. Benarkah? Anwar mengaku lupa apakah pernah bertemu dengan Rafat dan Robert Tantular. ”Saya tidak kenal mereka, wajahnya saja tak ingat,” ujarnya kepada Tempo.
Namun ekonom dari Universitas Indonesia ini membantah jika disebut-sebut membidani Century. ”Tendensius bila saya dibilang ikut membidani Century,” katanya berang. Menurut Anwar, proses merger CIC, Pikko, dan Danpac memang terjadi saat dirinya menjabat Deputi Gubernur Bank Indonesia. Tapi proses merger tersebut belum tuntas sama sekali. ”Century baru resmi berdiri setelah saya pensiun dari Bank Indonesia.”
Anwar mengaku punya cerita lain. Pada 27 November 2001, saat rapat para petinggi BI yang dipimpin Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, dia mengusulkan agar CIC, Pikko, dan Danpac dibubarkan karena banyak melakukan pelanggaran. Tapi direktur pengawasan perbankan meminta lebih baik digabung saja, agar bisa lebih dikontrol. ”Saya bertanya lagi, apa benar jika tiga bank itu digabungkan bisa lebih baik,” katanya. Direktur pengawasan, kata Anwar, yakin setelah merger bank tersebut bisa lebih baik. Akhirnya Kebon Sirih—kantor pusat Bank Indonesia—mengeluarkan persetujuan prinsip penggabungan ketiganya.
Pada 23 Juli 2004, tiga hari sebelum masa jabatan Anwar di Bank Indonesia selesai, direktorat pengawas melaporkan adanya rekayasa keuangan oleh Bank Pikko dan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit di Bank CIC. ”Tiga hari kemudian, akhir Juli 2004, saya pensiun,” kata Anwar. ”Proses selanjutnya saya sudah tidak mengikuti lagi.” Ketiga bank itu resmi merger pada Desember 2004 (lihat wawancara Anwar dalam majalah Tempo edisi 12-18 Oktober 2009).
Bantahan Anwar itu membuat masalah Century masih gelap. Miranda pun belum dapat dimintai tanggapan karena tidak mengangkat telepon selulernya. Pesan singkat Tempo juga belum berbalas. Adapun Amir Karyatin, kuasa hukum Aulia Pohan, tak mau menanggapi masalah Century yang menyangkut kliennya. ”Saya tak berhak,” ujarnya kepada Tempo di Jakarta pekan lalu.
Audit investigasi ini membuat kegaduhan kecil di Badan Pemeriksaan Keuangan. ”Auditor menjadi serba salah karena harus memeriksa Anwar, yang notabene adalah bos besarnya,” bisik sumber Tempo. Kejadian ini, kata dia, mirip dengan peristiwa pada 2008, ketika para auditor badan pemeriksa ini menanyai Anwar—saat itu sudah menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan—dalam kasus aliran dana Yayasan Pembinaan Perbankan Indonesia (YPPI), yayasan milik Bank Indonesia, yang terjadi pada 2003.
Sewaktu menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Anwar sekali ikut rapat tindak lanjut penggunaan dana yayasan Bank Indonesia. ”Saya hanya mengizinkan penggunaan dana yayasan untuk keperluan sosial.” Ternyata dana yayasan bank sentral senilai Rp 31,5 miliar mengucur ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Buntutnya, sejumlah anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia dan beberapa anggota DPR dijebloskan ke penjara. Anwar lolos dan berstatus saksi saja.
Audit investigasi Century, kata sumber Tempo, juga telah menimbulkan gesekan internal di lembaga tersebut. Pangkalnya, semua proses audit itu langsung di bawah supervisi Anwar. Padahal biasanya audit cukup dilakukan oleh auditor utama atau anggota badan. ”Laporan ke ketua badan dilakukan secara berjenjang dan belakangan,” katanya. Banyak anggota Badan Pemeriksa lainnya juga tidak diikutsertakan dalam kasus besar ini. Ada auditor utama yang sangat menguasai hal teknis pemeriksaan jarang dilibatkan dalam audit ini.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Baharuddin Aritonang, mengaku tidak tahu perkembangan audit investigatif Century. Tapi, kata dia kepada wartawan pekan lalu, ”Semua anggota Badan Pemeriksa harus dilapori jika auditnya selesai.” Adapun Syafri Adnan Baharudin, salah satu auditor utama, hanya berujar singkat, ”Audit investigasi masih berjalan.”
Anwar menampik bahwa para bawahannya akan sungkan dan risi memeriksa dirinya dalam kasus Century. Ia juga membantah menekan para auditor yang memeriksanya. ”Enggaklah, mereka profesional memeriksa siapa saja yang diperlukan untuk keperluan audit,” ujarnya. Ia berharap masalah yang membelit Century bisa terungkap sebelum masa jabatannya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan habis pada 19 Oktober ini.
Padjar Iswara, Nieke Indrietta, Reza Maulana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo