Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Beberapa hari terakhir ini, kata anestesi menjadi pembicaraan di mana-mana. Ada juga sebuah edaran soal laporan kasus lama tentang halusinasi seksual pada pasien, diduga karena obat anestesi yang diberikan.
Disebutkan dalam edaran yang dirilis dari Wiley Online Library, itu beberapa jenis zat yang digunakan dalam anestesi pada waktu itu. Yaitu Chloroform, Midazolam, Diazepam, Benzodiazepine, Propofol, dan Gas N2O (Nitrous Oxide).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Betulkah zat-zat tersebut dalam edaran tersebuti bisa menimbulkan halusinasi seksual? Dokter Spesialis Anestesi dari Rumah Sakit Premier Bintaro Dr. dr. Pantja Wibowo, SpAn KIC.KMN., menyebutkan bahwa obat yang disebutkan maupun obat lain yang digunakan untuk tindakan anestesi tidak akan menimbulkan halusinasi seksual. “Nggak ada obat yang akan menimbulkan halusinasi seksual,” tegasnya. Hingga kini, obat-obatan tersebut masih digunakan di Indonesia untuk tindakan anestesi.
Baca juga:
Memberi Motor pada Anak di Bawah Umur, Sayang atau Kejam?
Gerhana Bulan 31 Januari, Simak 11 Tata Cara Salatnya
Disebutkan juga, bahwa obat anestesi secara umum bersifat berbahaya, karena itu penggunaannya harus didampingi oleh dokter spesialis anestesi dan perawat terlatih. “Obat anestesi itu hampir semuanya bahaya. Kalau kesadaran turun, tekanan darah turun, semuanya turun. Kalau nggak ada kami di situ, itu akan bahaya. Jadi, memang obat anestesi perlu didampingi dokter anastesi atau perawat terlatih,” ujar Pantja tegas saat dihubungi TEMPO.CO pada Selasa, 29 Januari 2018.
Menurut Pantja, ada beberapa obat yang memiliki efek tertentu bagi pasien, seperti Benzodiazepine dan Propofol yang bisa menimbulkan efek lupa sesaat. Tapi berdasarkan pengalamannya, Pantja menceritakan bahwa ia tidak pernah lagi menemukan kasus pasien berhalusinasi karena efek obat anestesi. “Dulu (ada kejadian), sekarang nggak pernah. Sekarang jarang sekali. Selama kasus saya (yang pernah ditangani), ada satu atau dua halusinasi, tapi karena takut. Obat sekarang sudah bagus,” katanya.
Terkait dengan berita bahwa halusinasi seksual disebabkan oleh rangsangan dari tindakan dokter dan perawat, seperti gesekan instrumen, tekanan cuf stetoskop atau tensimeter, dan memasukkan obat lewat saluran anus, Pantja menekankan pentingnya membedakan tindakan medis dengan tindakan di luar medis. Baca: Antara Kanker, Rambut dan Kate Middelton, Ada Apakah?
“Tolong dipahami juga kalau dalam situasi pemeriksaan, maka konteksnya akan berbeda. Kita sebagai dokter, saat kita masukin obat ke anus, nggak ada pikiran apa-apa. Pasien juga sama. Mereka malah akan merasa nyeri,” katanya.
MAGNULIA SEMIAVANDA HANINDITA | SDJ
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini