Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kedokteran penerbangan di Rumah Sakit Universitas Indonesia Depok, Syougie Sp.KP, mengatakan pasien penyakit jantung koroner aman menumpang pesawat terbang namun perlu tindakan asesmen secara medis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Penumpang yang telah menjalani operasi jantung kenapa baru boleh terbang kalau sudah selesai operasi lebih dari 10 hari? Karena saat di atas, udara akan mengembang dan itu berbahaya bagi jantungnya," kata Syougie dalam seminar daring, Selasa, 25 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan penerbangan bukan kondisi ideal bagi sirkulasi tubuh karena dampak tekanan dan konsentrasi oksigen yang turun (hipoksia), suhu dan kelembapan udara rendah, serta ruang gerak terbatas. Tekanan oksigen yang berkurang di kabin pesawat terbang dapat menyebabkan ekspansi udara sehingga memperburuk kondisi jantung yang baru dioperasi kurang dari 10 hari.
Pengaruh ketinggian pada jantung
Dehidrasi di ketinggian juga dapat mempengaruhi tekanan darah, memperburuk kondisi jantung, seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner (CAD), atau aritmia. Stres dan kecemasan perjalanan atau turbulensi juga dapat memperburuk hipertensi atau CAD.
Karena itu, konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan sebelum terbang (konsultasi prapenerbangan) untuk menilai stabilitas kondisi tubuh dan diskusikan setiap rekomendasi prapenerbangan dengan tujuan mempersiapkan calon penumpang menghadapi perjalanan udara.
"Untuk persiapan penerbangan, dokter spesialis kedokteran penerbangan biasanya membutuhkan data terkait tipe dan durasi perjalanan, berapa lama, tujuan ke mana, atau kami nanti bisa melihat terkait kebutuhan khusus seperti apakah memerlukan kursi roda, oksigen, atau diet makanan yang khusus," papar Syougie.