Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Ikhtiar Sehat Anak Muda dengan Makanan Tulen

Seiring dengan meningkatnya kesadaran hidup sehat, sejumlah anak muda menerapkan pola makan berbasis real food alias makanan tulen.

7 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun lamanya Rizanti Fadilah Azzahra bergelut melawan jerawat. Sejak 2018, kedua pipi dan keningnya meradang dan penuh bruntusan merah. Aneka produk perawatan kulit hingga pengobatan ke dokter sudah dia coba, tapi tak ada yang berhasil. Kini wajah perempuan 23 tahun itu sudah mulus dan cerah. Semua itu berkat pola makan berbasis real food alias makanan tulen yang dia terapkan sejak 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada masa pandemi Covid-19, Rizanti tengah berupaya mencari cara untuk menghilangkan jerawatnya. Dia akhirnya menemukan akun Instagram @rainbowofmylife milik Dewi S. Kardha, yang memberikan panduan pola makan yang baik dan sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kebanyakan soal real food yang bisa menyembuhkan penyakit secara holistik. Bukan cuma kulit, tapi juga kesehatan tubuh,” kata Rizanti kepada Tempo, Sabtu, 29 Juni 2024.

Real food alias makanan tulen merupakan makanan alami yang tanpa atau minim proses pengolahan serta bebas dari tambahan bahan kimia, pemanis, pewarna, dan pengawet. Sebagai langkah awal menerapkan konsumsi makanan tulen, Rizanti mengolah buah dan sayuran menjadi smoothie atau minuman lumat. Bisa juga buah dan sayuran itu dimakan langsung atau diolah menjadi salad.

Content creator pegiat real food, Rizanti Fadilah Azzahra. Dok. Pribadi

Selain itu, Rizanti menghindari bahan pemanis, seperti gula pasir, susu kental manis, dan sirop. Alternatifnya, dia mengganti gula dengan madu atau buah-buahan. 

Perubahan isi menu pada piringnya juga cukup drastis. Untuk sarapan, misalnya, Rizanti biasa makan nasi goreng atau sereal. “Aku ubah dengan minum smoothie. Bawa bekal juga kayak salad. Jadi memang prosesnya seminimal mungkin,” ujarnya.

Setelah menerapkan pola makan berbasis makanan tulen, kondisi wajah Rizanti pun membaik. Tapi, menurut mahasiswi S-2 Teknik Kimia Universitas Negeri Sriwijaya, Palembang, ini, dampaknya bukan hanya itu. 

Rizanti mengungkapkan, ada banyak manfaat lain yang dia rasakan. Di antaranya dia bisa mencapai berat badan ideal tanpa perlu diet berlebihan serta tidur lebih teratur dan nyenyak. “Dari segi mood juga terasa banget. Enggak gampang mood swing,” katanya.

Dampak positif tersebut lantas menginspirasi Rizanti membuka usaha katering sehat. Di tempat tinggalnya di Palembang, dia sulit mencari makanan sehat dengan harga yang terjangkau. Akhirnya dia merintis Craveat pada 2021 dengan layanan pesan antar.

Bisnis pesan makanan daring itu menawarkan beragam menu real food, seperti salad wrap, salad bowl, rice bowl, oat milk, smoothie, dan chia pudding. Harganya juga relatif terjangkau, yakni Rp 20-35 ribu. 

Untuk menekan harga jual agar ramah di kantong, Rizanti menyiasatinya dengan pemilihan bahan baku. Dia menjelaskan, makanan sehat tak mesti berbahan organik atau impor. “Kalau aku ngakalin-nya dari pasar tradisional karena enggak kalah sehat,” tuturnya.

Rizanti kemudian mengolah sayuran dan buah-buahan dengan mencucinya sebanyak tiga tahapan. Pertama, menggunakan air mengalir, kemudian air rendaman soda kue, dan terakhir direndam dengan air yang sudah masak. 

Menurut dia, tantangan terbesar dalam penerapan konsumsi makanan tulen justru ketika makan di luar. Rizanti sebisa mungkin mencari makanan yang minim proses pengolahan, seperti gado-gado dan dimsum, serta memperbanyak menu sayuran. 

Ilustrasi real food. Shutterstock

Adapun bagi pemula yang baru menerapkan pola makan berbasis makanan tulen, dia menyarankan agar meluruskan niat lebih dulu. Sebaiknya, Rizanti mengimbuhkan, jangan mengkonsumsi makanan tulen dengan niat ingin menjadi kurus, tapi ingin lebih baik dan sehat. “Kalau pengin kurus, nanti ketika sudah kurus, langsung melempem lagi,” ucapnya.

Langkah selanjutnya, Rizanti menambahkan, bisa mulai mengeliminasi makanan yang selama ini dikonsumsi. Misalnya mengurangi gorengan atau yang mengandung gula. Secara perlahan, ganti menu makanan dengan memperbanyak sayur-sayuran atau superfood, lalu menambah sumber protein.

•••

TREN konsumsi makanan tulen ini marak dijumpai di media sosial. Di TikTok, misalnya, penggunaan tagar real food memiliki lebih dari 140 ribu konten. Konten yang kerap muncul adalah anak kos yang membagikan resep makanan tulen dengan harga terjangkau. Salah satunya Euis Elawati, yang memiliki sekitar 40 ribu pengikut di TikTok.

Euis rajin membuat konten tentang food prep (food preparation atau proses menyiapkan bahan makanan jauh-jauh hari) dengan menu real food, seperti overnight oat dan salad sayuran.

Pegiat real food, Euis Elawati. Dok. Pribadi

Dia membagikan resep-resep tersebut di media sosial karena turut merasakan sendiri dampak positif setelah mengkonsumsi makanan tulen pada awal 2024. Euis memiliki riwayat penyakit asma. Meski jarang kambuh, kondisi tubuhnya tak bisa maksimal dalam beraktivitas. “Tiba-tiba suka agak engap,” tuturnya.

Mahasiswi 20 tahun itu kemudian memanfaatkan momen liburan semester di awal tahun dengan berdiet. Ia menerapkan clean eating untuk menurunkan berat badan dan persentase lemak tubuh atau fat loss

Dalam program diet itu, mahasiswi yang kuliah di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, tersebut dibantu seorang temannya yang rutin berlatih di gym dan paham cara menaikkan massa otot. “Aku disarankan buat banyakin protein, kurangin minyak dan gula,” kata Euis.

Selama sebulan clean eating, Euis hanya mengkonsumsi makanan tulen dan mengimbanginya dengan rutin berolahraga. Sudah sekitar empat bulan ini dia rutin melakukan joging sejauh 5 kilometer dalam sehari. 

Ia juga mengurangi jajan serta porsi makan ketika harus mengkonsumsi makanan rumahan. Padahal Euis sebelumnya gemar sekali membeli jajanan yang pedas dan berminyak.

Menu real food yang biasa dia santap berupa sayuranan yang hanya direbus atau diolah menjadi salad. Lauknya berupa telur rebus atau dada ayam yang dipanggang. Sumber karbohidratnya bukan hanya nasi. Euis kadang menggantinya dengan kentang atau ubi. Untuk bumbu, dia mengandalkan dry rub agar rasanya tidak hambar. “Dan enggak pakai gula. Kalau manis pakai madu,” ujarnya.

Jajanan basreng alias bakso goreng kini tak lagi masuk daftar camilannya. Euis menggantinya dengan buah-buahan yang manis. Ia kerap mengkreasikan pepaya, stroberi, anggur, dan apel dengan yoghurt. 

Euis menuturkan, pengolahan makanan tulen jauh lebih mudah. Bahkan hanya menggunakan dua bumbu pun sudah cukup. Tapi, Euis mengungkapkan, semua itu kembali lagi ke selera masing-masing. 

Indri Santika Nurazizah juga hanya menggunakan garam dan merica sebagai bumbu dasar dalam pembuatan menu real food. Kreator konten makanan sehat ini mengungkapkan, masakan makanan tulen sangat mudah dibuat karena prosesnya cukup dikukus, direbus, atau ditumis.

Pegiat real food, Indri Santika Nurazizah. Dok. Pribadi

Menu yang sehari-hari dia konsumsi adalah olahan ubi sebagai sumber karbohidrat. Sedangkan sumber protein yang paling sering dia konsumsi adalah telur karena rasanya enak, harganya murah, dan mudah diolah. Sumber lain adalah daging ayam serta tahu dan tempe yang cukup dipanggang di teflon.

Untuk sayuranannya, Indri mengaku pemakan segala. Namun bahan yang selalu ia stok di rumah adalah timun. “Wajib ada, karena tiap makan aku suka sambil makan timun. Sayuran ter-simple,” kata ibu rumah tangga berusia 29 tahun itu.

Meski mengkonsumsi makanan tulen, ada kalanya Indri menyantap makanan cepat saji. Dia mengatakan harus siap dengan risikonya. Sebab, bila sudah terbiasa dengan makanan sehat, efeknya akan langsung terasa sekali mencoba makanan yang kurang sehat. “Langsung gatal tenggorokan, merasa ada dahak gitu,” ujarnya.

Sejak menerapkan konsumsi real food dalam dua tahun terakhir, Indri mengaku tubuhnya terasa ringan dan tidak mudah sakit. Sebagai penyintas tuberkulosis, Indri menambahkan, efeknya tidak separah orang lain berkat konsumsi makanan tulen. Dia mengklaim penyembuhannya lebih cepat. Wajahnya juga pulih dari jerawat.

Indira Novitasari juga tetap mengkonsumsi makanan cepat saji, tapi dengan jumlah terbatas. Kesadaran menjaga kesehatan sudah terpupuk sejak kecil dari ajaran orang tuanya. 

Kreator konten dan pegiat real food, Indira Novitasari. Dok. Pribadi

Perempuan 25 tahun itu pun tak menyadari bahwa selama ini makanan yang dia konsumsi merupakan real food. Ia baru tahu setelah kuliah di jurusan yang berkaitan dengan pangan.

Makanan sehat sering identik dengan rasa hambar. Namun Indira punya trik khusus agar menu-menu makanan tulen tetap bisa dia nikmati. Jurus andalannya adalah menggunakan bubuk paprika. 

Menurut Indira, bubuk tersebut memiliki aroma cabai, tapi tidak terasa pedas. “Karena saya kurang suka pedas, tapi ingin ada cita rasa aroma cabai, alternatifnya pakai bubuk paprika,” ucap kreator konten asal Sukabumi, Jawa Barat, tersebut.

Menu-menu yang biasanya dia santap juga cukup praktis. Misalnya ikan dan ayam yang cukup dipanggang. Namun, sebelum dimasak, ikan atau ayam dimarinasi lebih dulu. “Makanan sehat harus bikin enjoy. Jadi tetap dikasih marinasi, minimal garam, gula, dan bubuk paprika.” 

Indira juga tak lagi mengkonsumsi gula pasir. Pemanisnya dia ganti dengan stevia, pemanis alami rendah kalori. Alternatif rasa manis lain ia bisa peroleh dari buah-buahan.

Dalam mengolah sayuran, Indira menerapkan sebuah teknik memasak untuk menjaga nutrisinya. Misalnya, ketika memasak bayam, dia merebus air hingga mendidih lebih dulu, kemudian memasukkan bumbu, lalu bayam. Setelah bayam masuk panci, Indira langsung mematikan kompor. Cara itu membuat bayam tidak terlalu matang.

•••

AHLI gizi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Ulva Rezatiara, menjelaskan bahwa real food alias makanan tulen merupakan makanan yang hanya mengalami sedikit perubahan dari kondisi aslinya sebelum dikonsumsi. Contohnya buah segar yang dimakan langsung atau dibuat pure dan kentang yang langsung digoreng. 

“Bukan kentang goreng frozen yang sudah melalui proses setengah pemasakan kemudian dibekukan,” kata Ulva.

Konsep real food sudah lama banyak diterapkan masyarakat di Amerika Serikat dan Eropa karena mereka terbiasa mengkonsumsi makanan olahan yang tidak sehat.

Menurut Ulva, konsumsi makanan tulen tidak sepenuhnya menurunkan berat badan. Tapi hal itu sangat bisa mendukung penurunan bobot tubuh karena menunya cenderung rendah lemak, gula, dan garam. 

“Jadi defisit kalori dengan mengkonsumsi real food adalah kombinasi yang sangat bagus,” ucapnya.

Ulva menjelaskan, ada beragam manfaat yang bisa diperoleh dengan mengkonsumsi makanan tulen. Di antaranya konsumsi gula, garam, dan lemak yang lebih bisa terkontrol sehingga risiko terkena penyakit degeneratif, seperti jantung, diabetes, kolesterol, dan hipertensi, jauh lebih rendah.

Kemudian tubuh sehat dan lebih maksimal mendapatkan asupan gizi, seperti vitamin, mineral, dan serat. Sebab, kandungan tersebut dalam makanan tidak banyak hilang lantaran proses pengolahannya minim. 

Selain itu, Ulva menerangkan, secara tidak langsung pola makan ini ikut menjaga kesehatan bumi karena minim sampah kemasan makanan. “Penggunaan bahan kimia pestisida yang dapat mencemari air, tanah, dan udara juga bisa berkurang karena akan banyak orang yang memilih makanan organik,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Ikhtiar Sehat dengan Real Food"

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus