Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Serangan di musim kemarau

Dalam musim kemarau ini, berbagai daerah kena penyakit muntaber & demam berdarah, untuk membasmi nyamuk aedes aegypti, di jakarta sejak tgl 12 sep '82 dilakukan abatisasi.(ksh)

25 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUSIM kemarau panjang sekarang ini tidak saja membuat tanaman kering meranggas. Di berbagai daerah terjadi pula serangan penyakit muntah berak dan demam berdarah yang mengambil banyak korban. Jangan dikata pula batuk-pilek. Di kota Pontianak, dari awal Agustus sampai awal September tercatat 1.100 penderita muntah berak yang masuk rumah sakit. Enam di antaranya meninggal. Buat Pulau Jawa, penyakit muntah-muntah dan berak-berak ini berjangkit menurut arus lalu lintas paling ramai-yaitu di sepanjang pantai utara. Menurut Kepala Seksi Pengamatan Penyakit Menular, Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Jawa Tengah, Sukamto, sumber penyakit itu berasal dari daerah Jawa Barat dan Jakarta. Kata Sukamto, muntah berak yang .mulai mengganas sejak Maret, mula-mula menggerayangi mangsanya di Brebes. Penularannya mengikuti arus lalu lintas menuju ke timur sampai ke perbatasan Jawa Tengah -- Jawa Timur. Dari sini penyakit itu membelok ke selatan, mengambil korban di Solo, Yogyakarta dan Cilacap. April tahun ini saja di Kota Semarang tercatat hampir 500 orang yang kena. Enam belas mati. Musim kemarau sekali ini juga membawa tantangan baru buat penduduk Desa Semoyong, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah. Daratan mengering di sana. Anak-anak dan orang tua antre panjang untuk menunggu kesempatan menampung air yang jatuh menitik-nitik ke dalam sebuah sumur tua di desa itu. Dan sekarang ini timbul dugaan sumur tua itu menjadi sumber penyakit yang aneh. Gadis bernama Cemun, 20 tahun, kabarnya mati setelah minum air dari sumur tadi. Gejala-gejalanya cukup dramatis. Telapak kakinya mati rasa. Tulang sckujur tubuh ngilu dan perut kejang. Sudah tiga orang mati dengan didahului penderitaan serupa. Terakhir seorang guru SD terserang. Tapi untung dia sempat ditolong dokter. Tetapi wabah penyakit apa yang disebarkan sumur itu, sampai sekarang belum diketahui penduduk setempat. Untuk mengetahui jenis penyakit tadi sudah 11 penderita yang dikirim ke laboratorium Rumah Sakit Umum Mataram. Buat pemerintah sendiri kelihatannya ancaman muntah berak yang berpangkal pada persediaan air yang tercemar kuman itu kurang begitu gawat dibandingkan demam berdarah. Sebab ternyata sekarang yang sedang populer adalah taburan bubuk racun serangga Temephos merk Abate, di hampir seluruh provinsi. Kebijaksaan ini diambil Departemen Kesehatan karena persentase kematian demam berdarah lebih tinggi dari muntah berak (6% lawan 0,7%) . Tempat berkecamuknya demam berdarah adalah daerah perkotaan. Ini terutama disebabkan padatnya penduduk kota yang mcmudahkan nyamuk Aedes Aegypti sebagai agen yang menyebarkan penyakit itu, lebih gampang menularkan virus penyakit dari seorang penderita kepada orang lain. Karena itu Jakarta, Yogyakarta, Semarang dan Medan sekarang sedang giat membasmi nyamuk tersebut. Jakarta sebagai kota pertama ditemukannya penyakit demam berdarah tahun 1968 (bersama Surabaya) kelihatannya memperoleh perhatian lebih besar. Bisa dimaklumi, karena menurut catatan dalam Agustus yang lalu saja ditemukan 1.200 penderita. Dua puluh dari jumlah itu mati tak tertolong. Jumlah korban di Ibukota itu jauh lebih tinggi dibandinkan dengan Jawa Barat yang penduduknya 5 kali Jakarta. Di daerah Aang Kunaefi ini dalam 8 bulan terakhir jumlah penderita tercatat sekitar 2.000. Tersebar di 300 desa. Untuk membasmi nyamuk Aedes Aegypti di Jakarta sejak 12 September lalu dilaksanakan penaburan bubuk Abate ke rumah-rumah penduduk. Hari itu dihabiskan 20 ton bubuk racun serangga itu. Minggu berikutnya Abetisasi itu diulangi lagi untuk mencapai 20% rumah penduduk yang belum terjangkau pada minggu pertama. Untuk menaburkan bubuk Abate dikeluarkan biaya Rp 160 juta. Hampir 50.000 sukarelawan yang terutama terdiri dari pemuda-pemudi ikut diterjunkan ke lapangan. SOEKARDJONO, Kepala Urusan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Kanwil Depkes DKI, kelihatan agak kecewa, karena su karelawan tadi hanya memberikan penjelasan mengenai bubuk Abate. Tidak menyinggung masalah kebersihan lingkungan, seperti kalen-kaleng bekas atau bejana lain yang mungkin bisa menjadi tempat beranak pinak nyamuk demam berdarah. Pekerjaan para sukarelawan memang tidak begitu mudah. Sulit buat mereka untuk meyakinkan bahwa bubuk Abate itu bisa bertahan sampai 3 bulan di dinding bak mandi dan tempat-tempat persediaan air yang lain. Asal tidak dikuras dengan menyikatnya. Dan kelihatannya semakin sulit lagi buat mereka untuk meyakinkan bahwa obat yang mematikan jentik-jentik itu "aman untuk diminum apalagi hanya untuk mandi." Thomas Suroso, Kepala Sub Direktorat Arbovirosis Depkes, dalam sebuah makalah tentang pemberantasan demam berdarah menyebutkan, dalam dosis seperti yang dilaksanakan sekarang (1 gram Abate untuk 10 liter air) tidak akan terjadi keracunan untuk penggunaan jangka pendek. "Untuk pemakaian jangka panjang masih perlu diteliti akibat-akibat sampingnya," katanya. Karena itu banyak yang berharap Abatisasi ini hanya berlangsung sekali ini saja. Jangan sampai diulang-ulang lagi, untuk menghindari kemungkinan keracunan. Di pasar bebas pembasmi jentik-jentik ini belum bisa dibeli. Sekalipun Departemen Kesehatan, sebagaimana dikemukakan dr. Arwati, Kepala Direktorat Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, berusaha menjualnya secara bebas, lewat apotek atau Puskesmas. Usia nyamuk Aedes Aegypti sekitar satu setengah bulan. Jadi diperhitungkan dengan rlaya bunuh jentik-jentik oleh Abat- yang bulan itu, nyamuk tadi akan punah. Nyamuk penyebab demam berdarah itu sendiri agak gampang dikenali. Pergelangan kaki dan tangannya berbintik-bintik. Begitu pula perutnya. Kalau menggigit posisi badannya mendatar tidak menukir seperti malaria. "Dia punya jam kerja khusus. Antara pukul 6 sampai 9 pagi dan sore dari pukul 6 sampai 8," kata Athur Debataradja, Kepala Sub Pemberantasan Vektor, Dinas Kesehatan Kotamadya Medan. Bekas gigitannya juga berbeda dengan nyamuk biasa. Bekas gigitan nyamuk demam berdarah kalau direnggangkan tetap berwarna merah. Sedangkan bekas gigitan nyamuk biasa kalau direnggangkan warna merah bekas gigitan akan hilang. Disebutkan demam berdarah karena setelah terserang demam, pada tubuh si penderita yang kebanyakan terdiri dari anak-anak di bawah 15 tahun, akan muncul bercak-bercak merah di bawah kulit. Ini terjadi karena virus tadi mengakibatkan membekunya darah. Darah beku menghambat suplai oksigen ke organ-organ tubuh yang vital. Jika ini terjadi si penderita bisa mati. Kalau bulan depan hujan sudah muli turun, nyamuk-nyamuk penyebar penyakit ini akan tergencet. Karena udara yang dingin dan genangan genangan air yang kotor bukanlah tempat berkembang biak yang nyaman buat nyamuk jenis ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus