SEKS tak lagi tabu di Jepang--mungkin anda tahu. Kini seks
langsung berfungsi sebagai barang yang dengan gampang ditukar
dengan uang Dewasa ini, misalnya, sulit menghindari berita
persoalan industri seks. Setiap hari surat kabar tak lupa
menyampaikan masalah-masalah serius yang berhubungan dengan
bisnis seks di negeri Sakura itu.
Pembantu TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, mencatat bisnis seks ini
dimulai dari siaran televisi, media cetak, kemudian rumah-rumah
bordil tentu saja, sampai ke industri alat-alat seks. Jepang
memiliki 99 stasiun televisi, tersebar di 47 wilayah. Dan hanya
tinggal lima wilayah yang kini masih melarang siaran pornografis
lewat kotak cemerlang itu.
Dari 5 buah stasiun televisi swasta yang ada di Tokyo,
masing-masing setiap minggunya tak kurang dari rata-rata 27 jam
(28%) dari jumlah jam siaran diisi dengan acara yang menonjolkan
seks Di antaranya muncul dalam bentuk melodrama, acara tentang
keluarga, perbincangan soal seks, dan hiburan malam untuk
lelaki.
Konon, "manfaat" tontonan berbau seks itu dinikmati oleh ibu-ibu
rumah tangga -- dari pagi sampai sore, selama para suami
bekerja. Sementara itu sandiwara erotis di malam hari diharapkan
berfungsi sebagai perangsang bagi suami istri. "Program berbau
seks di televisi ini membantu kemakmuran industri seks di
Jepang. Sebab ia juga ikut mempersiapkan pengetahuan para
generasi muda tentang seks," kata Asami, 21 tahun. Ia ini
seorang pelacur di Mansion Toruko. Ehm.
Asami, yang dua tahun lalu masih terdaftar sebagai mahasiswi
fakultas ilmu alam di Universitas Tokyo, mulai mengerti seks
sejak duduk di kelas 3 SD. Seorang lelaki yang dikatakannya
mirip murid SMA memperkosanya pada suatu senja di musim panas.
Asami kemudian bekerja di sebuah toruko (tempat mandi uap gaya
Jepang) uneuk membiayai kuliahnya. Masuk perguruan tinggi bukan
hal yang mudah di Jepang. Tetapi setamat SMA, Asami kuliah di
tiga universitas sekaligus. Di samping di Universitas Tokyo yang
terkenal paling top, juga pernah menjadi mahasiswi fakultas
kedokteran gigi di Yokohama.
Universitas Kesenian (Geijutsu) Tokyo juga mencatat Asami
sebagai mahasiswi jurusan lukisan cat minyak. "Sejak kecil saya
bersikap dewasa: tidak menganggap pengalaman seks sebagai
abnormal," katanya. "Pertama kali dulu saya bekerja di toruko
kelas tinggi bernama Chateau Rouge di Kawasaki. Penghasilan saya
waktu itu mencapai dua juta yen sebulan. Ayah dan ibu samasekali
tidak tahu".
"Kematangan berpikir tentang seks," di kalangan generasi muda
Jepang, memang bukan hal yang luar biasa. Buku-buku dan majalah
seks bisa dibeli dengan hanya memencet mesin-mesin otomatis yang
bisa terdapat di dekat sekolah. Sebagai contoh di Distrik
Nerima, Tokyo, dengan penduduk setengah juta jiwa dan memiliki
60 buah SD, 30 SMP, 17 SMA serta 5 universitas. Di situ terdapat
146 mesin penjual buku sekaligus majalah porno.
Mei yang lalu, seorang mahasiswi menulis buku pengalaman pribadi
berjudul Naanmo Shiran Oya (Orangtua Tak Tahu Apa-apa). Dalam
satu bulan buku kecil berharga 960 yen ini laku 13 ribu
eksemplar, menurut penerbitnya. Ceritanya dimulai dari malam
pertamanya dalam umur 15 tahun--hingga pengalamannya dengan
seratus lelaki.
Universtas Nihon Joshi, tempat gadis berumur 21 tahun tersebut
kuliah, ribut sebentar. Sekelompok dosen mengusulkan mahasiswi
itu dikeluarkan karena dianggap mencemarkan nama sekolah.
Tetapi: "Tidak! Sebab ia mahasiswi fakultas sastra dan melukis
pengalamannya sendiri," kata yang lain. Sampai sekarang
mahasiswi itu tetap kuliah.
Hayashi, dari Lembaga Ilmu Penerbitan, mengatakan bahwa 40 juta
dari sekitar 3 milyar eksemplar majalah mingguan dan bulanan,
yang terbit di Jepang selama 1981, terdiri dari pornografi.
"Konstitusi membebaskan penerbitan di Jepang. Memang telah
dibentuk Dewan Musyawarah Akhlak Penerbitan, tetapi lembaga ini
bukan bertugas memeriksa atau memberi izin penerbitan. Tak punya
kuasa apa pun," kata Hayashi.
Itulah sebabnya binibon dan urabon semakin merajai pasar.
Binibon (buku bersampul) untuk istilah buku porno. Sedangkan
urabon (buku yang dijual di belakang) untuk menyebut buku seks.
Tak jelas apa beda masing-masingnya. Tapi kedua jenis itu
diterbitkan di bawah tanah, tanpa tercantum pencetak maupun
redaksinya. Harganya sebenarnya cukup 300 hingga 500 yen. Tetapi
karena, bagaimanapun, hanus menghindari mata polisi, sampai ke
konsumen bisa jadi 2.000 sampai 3.000 yen. Yakuza--kelompok
gangster di Jepang--dikatakan ikut bertanggung jawab atas
peredaran gelap ini.
Watanabe, dari Humas Mabak Jepang, menyatakan berhasil merampas
814 judul buku. Itu meliputi 100 ribu eksemplar lebih--selama
tahun 1981. Bersamaan dengan itu berhasil ditangkap pula 480
orang yang menjadi pengecer maupun penerbit. Tahun ini jumlah
itu malah meningkat sampai tiga kali. Sampai Juli saja sudah 210
ribu eksemplar binibon dan urabon yang dirampas.
Sebenarnya ada pembatasan umur yang ketat di Jepang, untuk
hal-hal gituan. Bahkan untuk memasuki diskotik, larangan
dikenakan pada mereka yang belum mencapai 18 tahun. Kekhawatiran
merusakkan jiwa anak sekolah agaknya masih ada. Itulah sebabnya
Katsutada Yamamoto, 75 tahun kepala Distrik Shinjuku, menyerukan
perang antipornografi. Shinjuku sebenarnya merupakan pusat
maksiat di Tokyo. Bekerjasama dengan persatuan wali murid,
pemerintah daerah lalu bertekad membatasi kemajuan industri
pornografi. Kampanye ini sudah menghasilkan lebih dari 200 ribu
tanda tangan yang mendukung pembatasan itu.
Apa jawab orang-orang bisnis bidang seks? "Saya membangun nozoki
gekijyo (kamar pengintipan, peeping room) sesuai dengan
bimbingan pengawasan kesehatan pemerintah Distrik Shinjuku. Tapi
mereka kini menolak memberi izin perdagangan. Ini penyalahgunaan
wewenang." Itu kata Fusao Ikeda, 41 tahun, pengusaha kamar
intip. Belakangan ia menuntut ganti rugi 31.700.000 yen kepada
Pemerintan Distrik.
Di distrik lain, industri kamar intip berjalan sehat-walafiat.
Di Mansion Toruko, Junior Health Club bahkan buka siang malam.
Ada lima acara yang bisa diperoleh di sini. Mulai dari Koilito
Course (Kursus Jantung Hati) sampai Caligula Course (Kursus
Istimewa). Yang pertama adalah servis masturbasi dengan tangan
wanita. Tarifnya 8.000 yen untuk mahasiswa dan 10.000 yen untuk
umum. Kursus ini (nama 'kursus' itu hanya main-main) makan waktu
30 menit bagi mahasiswa dan 40 menit untuk umum. Perpan angan
boleh tambah 5.000 yen per 30 menit bagi mahasiswa, atau 7.000
yen untuk umum.
Jenis "kursus" lain ada juga. Misalnya Nameneko Play (Main
Kucing-kucingan), yakni saling menjilat (maaf) yang tarifnya
13.000 yen untuk umum. Lucunya, ada juga Kursus Dokter (Isha
Play) bertarif 13.000 yen selama 40 menit untuk umum. Dalam
"kursus" ini tamu berpura-pura menjadi dokter yang sedang
praktek. Dan yang terhebat adaiah Kursus Istimewa (Caligula)
seharga 30.000 yen untuk 60 menit. Dalam "kursus" ini satu tamu
pria dihadapi dua wanita yang siap dengan acara yang tak
terlukiskan joroknya. Semua ini kami ceritakan bukan untuk apa.
Tapi begitulah memang keadaannya.
Nah. Pelanggan Mansion Tonuko ini rata-rata berumur 18 hingga 35
tahun. Tapi sekali waktu, katanya, pernah pula kedatangan
konsumen berumur 80 tahun, seorang penasihat sebuah instansi
pemerintah. Sedang wanita yang bekerja di sana terdiri dari ibu
rumah tangga, mahasiswi, dan perempuan dari berbagai lapisan
masyarakat lain. "Saya kaget mengapa banyak wanita mau bekerja
di sini," kata Yasuo, 38 tahun, pengusaha toruko itu. Pada
prinsipnya, katanya, ia menganjurkan para pekerjanya "tidak
melayani--kontak langsung--dengan tamu." "Tapi, bagaimana?"
Yasuo, yang sadar akan kemungkinan mereka bisa (secara teoretis)
ditangkap polisi itu, terkekeh-kekeh sendiri.
Lebih dari 260 tempat seperti itu tersebar di seluruh penjuru
Tokyo. Dulu toruko memang tempat mandi uap saja. Tapi kini
semuanya merupakan usaha bawah tanah yang meremehkan peraturan
perdagangan. Izin untuk menanam modal biasanya sekitar 1 sampai
2 juta yen--untuk bisnis semacam itu sebetulnya tak pernah
dikeluarkan. Pemasarannya pun mereka lakukan dengan memasang
iklan bukan di majalah porno, tapi majalah olahraga. Konsumen
akan datang setelah menelepon, dan mem-booking seorang cewek.
Akan halnya yang disebut kamar intip (nozokigekijyo) sifatnya
lebih ringan dan ekonomis. Di Hollywood, AS, ada pertunjukan
wanita melakukan masturbasi, ditonton oleh seorang lelaki dari
balik kaca. Jepang meniru sistem ini, tapi mengembangkannya
secara "lebih efisien". Kamar-kamar intip di sini mengelilingi
sebuah panggung, jalan masing-masing kamar diisi satu penonton.
Untuk memungkinkan orang menonton panggung, setiap kamar yang
kecil itu dilengkapi kaca pengintip dengan magic-miror.
NOZOKI Gekijyo, yang pertama dibuka September 1981, terletak di
Distrik Shibuya, Tokyo. Nozoku berarti mengintip, dan gekijyo
adalah sandiwara. Karcisnya 1.800 yen untuk umum dan 1.000 yen
buat mahasiswa. Waktu pertunjukan 20 menit. Setelah membayar,
tamu menerima kunci dan masuk kamar kecil itu, sendirian. Untuk
"keadaan darurat", sebuah dos kertas tisyu sudah disediakan
dalam kamar itu.
Cewek-cewek pemain "seni drama" seksual ini biasa terdiri dari
pekerja kantor, mahasiswa dan calon aktris. Tamunya kebanyakan
pegawai dan mahasiswa. Beberapa orang asing. Ada juga yang
datang bersama wanita. Menurut Noriyuki Abiko, 33 tahun,
pengusaha kamar intip Atclier Key Hole, penghasilan sehari
berkisar antara 500-600 ribu yen. Pengeluarannya, untuk aktris
4.000 yen per jam. Biasanya mereka bekerja part-timer, 3 jam
sehari."
Rupanya tak sulit mencari perempuan yang mau bekerja di tempat
macam itu. Lowongan pekerjaan jenis ini malah biasa diiklankan
di majalah wanita--dan disambut baik oleh para peminat. Isi
majalah wanita sendiri, seperti Bisho dan Shinsen, lebih
sepertiganya tentang seks. Shinsen bahkan, Mei lalu, memberi
bonus buku kecil "Posisi Dan Seks Anda Tahun ini." Isinya
gambar-gambar, petunjuk dan komentar bagaimana sebaiknya
hubungan seks selama 365 hari dalam tahun 1982.
Sekurang-kurangnya ada 6 majalah porno terkemuka beredar di
Jepang. Shukan Jitsuwa, misalnya, 79,5% isinya soal seks.
Sisanya tentang judi dan sadisme. Yang paling menarik adalah
rubrik 'Mencari Gadis' dalam majalah Shukan Hoseki. Kira-kira 20
foto gadis dipasang di sana setiap minggu. "Siapa masih perawan,
dan siapa tidak lagi?" begitu pertanyaan yang harus ditebak. Di
halaman lain ada jawaban, dan keterangan lanjutan tentang siapa
yang benar-benar, konon perawan.
ANGGAPAN tabu pada seks agaknya sudah hampir musnah di Jepang.
Bisho bahkan punya rubrik 'Pembaca Telanjang,'. Bayangkan
Rubrik ini menerima foto telanjang pembacanya yang ingin dimuat.
"Nude (orang telanjang) Yang Cantik Harus Dikenang", begitu
judul halamannya. Kiriman foto telanjang bulat dari para pembaca
pun bertumpuk. Antre untuk dimuat satu per satu tiap minggunya.
Majalah-majalah ini masing-masing berharga 200-300 yen. Oplahnya
minimal 300 ribu dan maksimal 900 ribu. Ada lagi majalah Home
Talk namanya. Majalah ini mengorganisasikan minat tukar-menukar
istri atau suami. Tebalnya 230 halaman, berharga 2.000 yen dan
oplahnya cuma 17.000 eksemplar.
Paling sedikit 300 foto perempuan bugil muncul dalam majalah
bulanan itu setiap terbit. Di bawah foto tertera keistimewaan
seks masing-masing. Jika anda anggota (caranya dengan mendaftar
dan membayar 10.000 yen), anda boleh menukarkan istri atau suami
setelah memilih berbagai potret berwarna itu. Caranya dengan
menelepon redaksi, yang dengan serta merta segera menyambungkan
dengan pasangan yang anda pilih. Jika kedua pasangan setuju,
tinggal merundingkan tempat dan waktu.
Sejumlah 30.000 di antara 110 ribu hotel dan ryokan (penginapan
gaya Jepang) yang tersebar di seluruh Negeri Matahari Terbit,
adalah love hotel. Dari 30.000 penginapan cinta itu, dua
pertiganya berupa motel. Taruhlah setiap penginapan punya 10
kamar. Berarti ada 300 ribu kamar yang sehari rata-rata dipakai
3 kali. Hitung saja: 3 x 300 ribu, berarti 900 ribu pasang insan
bercinta di penginapan Jepang setiap hari. Nah.
Biaya istirahat beberapa jam di hotel cinta ini rata-rata 6000
yen bagi setiap pasang. Tak ayal lagi: 900.000 x 6.000 yen, jadi
5,4 milyar yen. Itu masuk kantung pengusaha hotel tiap hari.
"Tetapi investasi modal untuk membuat hotel cinta juga tinggi,"
kata Yozo Satomi, presiden direktur love-hotel Meguro Emperor,
yang letaknya tak jauh dari KBRI di Tokyo. Menurut Satomi,
rata-rata investasi pertama untuk satu kamar love-hotel mencapai
30 juta yen. Artinya investasi pertama untuk 300 ribu kamar sama
dengan sembilan trilyun yen. Padahal anggaran belanja untuk
pertahanan negeri itu cuma 2,5 trilyun yen tahun lalu.
"Tak mudah meminjam modal dari bank swasta untuk bisnis semacam
ini," kata Satomi. "Tapi lucunya, bank-bank pemerintah justru
sangat ramah dalam memberi kredit." Di Meguro Emperor milik
Satomi--love hotel raksasa berkamar 230 itu--terdapat kamar
termahal. Namanya Ambassador Suite dan President Suite, dengan
tarif 38.500 yen untuk satu malam atau 17.600 yen buat dua jam.
Kamar Ambssador Suite dibangun dua tingkat. Pintu dibuka,
terlihat kamar duduk. Di situ ada piano dan romance box (sebuah
kotak berisi aneka ragam kondom) menempel di tembok. Turun ke
bawah kita masuk tempat tidur bulat yang bisa berputar. Dan di
kelilingnya ada kamera VTR dan pesawat televisi. Kamar mandi,
dari marmar, ada di samping. Di President Suite kamar mandi ada
di bawah. Bisa dicapai dengan naik gondola yang turun otomatis.
"Membuat satu suite macam ini bisa menghabiskan 100 juta yen
sekarang," kata Satomi, yang juga dikenal sebagai pelopor
industri seks modern di Jepang. "Kalau kami berhenti memperbaiki
model dan alat-alatnya di kamar, konsumen bisa pindah ke tempat
lain. Karena itu setiap hari saya pusing mencari ide baru,"
katanya pula. Satomi berpendapat, untuk sementara bisnis seks
akan semakin maju. Kecuali kalau ada hambatan dari dunia
pendidikan dan media massa.
Yang juga sedang maju di kawasan industri seks Jepang adalah
produksi mainan orang dewasa. Otona No Omochaya (toko porno,
atau "toko orang dewasa") memang ada di Jepang sejak dulu.
Tetapi sampai 5-6 tahun lalu toko-toko itu terletak di jalan
kecil, menyelinap laiknya. Berbeda dengan sekarang, sudah maju
ke jalan-jalan protokol. Selain menjual urabon, toko-toko ini
banyak menyediakan alat-alat seks seperti vibrator, kondom dan
"boneka seks" (dutch wife).
Pada dasarnya dutch wife kita kenal sebagai guling--itu bantal
panjang biasa. Tetapi pada abad IX, 'boneka seks' ini mulai
dikenal di Mongolia sebagai alat seks -- berbentuk aurat
perempuan. Dan sejak 1800 anak-anak kapal Belanda
mengembangkannya kedalam bentuk badan wanita yang bisa dibawa
berlayar selama-lamanya. Itulah sejarah si istri, yang mulai
diproduksi besar-besaran menjelang tahun 50-an di Jepang.
"Perusahaan kami memproduksi boneka seks sejak 1949," kata Hideo
Tsuchiya, 38 tahun, Presdir Orient Kogyo Co., L,td., salah satu
dari paling sedikit 10 pabrik boneka seks di Jepang. Orient
Kogyo konon juga dianggap sebagai pabrik boneka seks terbesar
dan terbaik di dunia. Tipe ciptaannya yang terkenal adalah
Hohoemi (Senyum). Dalam katalogus tertulis: "Kami melahirkan dan
membesarkan Hohoemi sampai sekarang. Melepaskan Hohoemi ini,
perasaan kami sama halnya dengan mengawinkan seorang putri."
"Untuk memproduksi boneka seks model baru biasanya perlu biaya
10 juta yen. Sekarang kami memiliki 20 jenis. Yang termurah
20.000 yen dan paling mahal 48.000 yen." Itu kata Go Sasaki,
direktur manajer perusahaan itu. "Sejak 10 tahun yang lalu kami
sudah mengekspor produk kami ke Amerika Serikat dan Asia
Tenggara," tambahnya. Dulu, katanya, memang ada problem kalau
membuat boneka lengkap dengan lubang. Polisi akan merampasnya.
Tetapi sekarang adat-istiadat seks di Jepang "sudah lain".
"Lagi pula boneka seks sebetulnya bukan barang cabul," menurut
Sasaki, "Ini sudah merupakan kebutuhan sehari-hari." Di antara
konsumen, banyak yang mengaku membeli untuk kepentingan anaknya
yang cacad, serta para lelaki yang ditinggal mati istrinya. Di
Jepang konon banyak orang cacad tak bisa kawin, karena tak punya
tangan atau tak punya kaki. Dulu orang tua anak-anak itu--ini
kebiasaan Jepang--aktif membantu mereka melakukan masturbasi.
Tapi mereka memerlukan alat lain yang lebih persis untuk
melepaskan hajat.
Kata Sasaki pula, setiap hari Orient Kogyo menerima banyak surat
ucapan terima kasih. Seorang duda menulis: ia bisa tidur bersama
almarhumah istrinya setiap malam dengan mengenakan pakaian
istrinya pada Hooemi itu.
* * *
Selain mainan seks, sudah tentu film seks maju pesat di sana.
Setiap tahun tak kurang 300 judul film porno diputar, dan cuma
63 judul dari jumlah itu hasil impor. "Tahun lalu perusahaan
kami menggarap 66 judul film porno," kata Koishi dari Humas
Nihkatsu, produsen film porno terbesar dinegeri itu. Dari
film-filmnya itu, tahun 1981 Nikkatsu mendapat keuntungan bersih
3,8 milyar yen, sementara jumlah penjualannya mencapai 13 milyar
yen lebih.
Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa film porno telah
mendapat kewarganegaraan penuh di Jepang. Sejak dua tahun lalu
bahkan sudah ditemukan komputer yang khusus bisa mengedit film
porno, dan bisa memberikan tanda khusus untuk daerah gambar alat
kelamim Perusahaan Nikkatsu saja tahun lalu menyatakan berhasil
menarik penonton 10% dari jumlah penduduk Jepang.
Untuk keperluan industri seks ini Jepang juga tak
tanggung-tanggung mendatangkan pekerja dari luar. Paling banyak
berasal dari Eropa, Amerika dan Filipina. Tahun lalu, polisi
mengusir 966 laki-laki dan perempuan yang dinyatakan melakukan
aktivitas di luar kualifikasi izin masuk. Terbesar dalam jumlah
itu adalah orang Taiwan, 504 orang, Filipina, 198 orang, AS 55
orang dan Muangthai 48 orang "Memang tidak semua berhubungan
dengan industri seks, tapi kebanyakan memang bekerja di tempat
semacam itu," kata Bagian Imigrasi Departemen Kehakiman Jepang.
Wanita-wanita dari negara-negara itu memang banyak ditemui
sebagai penari kabaret, pelayan bar, hostes, dan pelacur. Para
lelakinya bisa ditemui di toruko yang khusus untuk wanita - -
yang belakangan ini juga mulai dibangun di Tokyo. Servis seks
laki-laki untuk wanita mulai dikenal juga, rupanya. Kini
perempuan Jepang bisa membeli laki-laki dengan harga 25.000
sampai 30.000 sekali servis.
Jepang, itulah wajah yang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini