Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jualan seks di jepang

Industri dan bisnis seks di jepang maju sekali walau sudah ada usaha untuk membatasinya. buku & majalah tentang seks pun banyak dijual. (sel)

25 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKS tak lagi tabu di Jepang--mungkin anda tahu. Kini seks langsung berfungsi sebagai barang yang dengan gampang ditukar dengan uang Dewasa ini, misalnya, sulit menghindari berita persoalan industri seks. Setiap hari surat kabar tak lupa menyampaikan masalah-masalah serius yang berhubungan dengan bisnis seks di negeri Sakura itu. Pembantu TEMPO di Tokyo, Seiichi Okawa, mencatat bisnis seks ini dimulai dari siaran televisi, media cetak, kemudian rumah-rumah bordil tentu saja, sampai ke industri alat-alat seks. Jepang memiliki 99 stasiun televisi, tersebar di 47 wilayah. Dan hanya tinggal lima wilayah yang kini masih melarang siaran pornografis lewat kotak cemerlang itu. Dari 5 buah stasiun televisi swasta yang ada di Tokyo, masing-masing setiap minggunya tak kurang dari rata-rata 27 jam (28%) dari jumlah jam siaran diisi dengan acara yang menonjolkan seks Di antaranya muncul dalam bentuk melodrama, acara tentang keluarga, perbincangan soal seks, dan hiburan malam untuk lelaki. Konon, "manfaat" tontonan berbau seks itu dinikmati oleh ibu-ibu rumah tangga -- dari pagi sampai sore, selama para suami bekerja. Sementara itu sandiwara erotis di malam hari diharapkan berfungsi sebagai perangsang bagi suami istri. "Program berbau seks di televisi ini membantu kemakmuran industri seks di Jepang. Sebab ia juga ikut mempersiapkan pengetahuan para generasi muda tentang seks," kata Asami, 21 tahun. Ia ini seorang pelacur di Mansion Toruko. Ehm. Asami, yang dua tahun lalu masih terdaftar sebagai mahasiswi fakultas ilmu alam di Universitas Tokyo, mulai mengerti seks sejak duduk di kelas 3 SD. Seorang lelaki yang dikatakannya mirip murid SMA memperkosanya pada suatu senja di musim panas. Asami kemudian bekerja di sebuah toruko (tempat mandi uap gaya Jepang) uneuk membiayai kuliahnya. Masuk perguruan tinggi bukan hal yang mudah di Jepang. Tetapi setamat SMA, Asami kuliah di tiga universitas sekaligus. Di samping di Universitas Tokyo yang terkenal paling top, juga pernah menjadi mahasiswi fakultas kedokteran gigi di Yokohama. Universitas Kesenian (Geijutsu) Tokyo juga mencatat Asami sebagai mahasiswi jurusan lukisan cat minyak. "Sejak kecil saya bersikap dewasa: tidak menganggap pengalaman seks sebagai abnormal," katanya. "Pertama kali dulu saya bekerja di toruko kelas tinggi bernama Chateau Rouge di Kawasaki. Penghasilan saya waktu itu mencapai dua juta yen sebulan. Ayah dan ibu samasekali tidak tahu". "Kematangan berpikir tentang seks," di kalangan generasi muda Jepang, memang bukan hal yang luar biasa. Buku-buku dan majalah seks bisa dibeli dengan hanya memencet mesin-mesin otomatis yang bisa terdapat di dekat sekolah. Sebagai contoh di Distrik Nerima, Tokyo, dengan penduduk setengah juta jiwa dan memiliki 60 buah SD, 30 SMP, 17 SMA serta 5 universitas. Di situ terdapat 146 mesin penjual buku sekaligus majalah porno. Mei yang lalu, seorang mahasiswi menulis buku pengalaman pribadi berjudul Naanmo Shiran Oya (Orangtua Tak Tahu Apa-apa). Dalam satu bulan buku kecil berharga 960 yen ini laku 13 ribu eksemplar, menurut penerbitnya. Ceritanya dimulai dari malam pertamanya dalam umur 15 tahun--hingga pengalamannya dengan seratus lelaki. Universtas Nihon Joshi, tempat gadis berumur 21 tahun tersebut kuliah, ribut sebentar. Sekelompok dosen mengusulkan mahasiswi itu dikeluarkan karena dianggap mencemarkan nama sekolah. Tetapi: "Tidak! Sebab ia mahasiswi fakultas sastra dan melukis pengalamannya sendiri," kata yang lain. Sampai sekarang mahasiswi itu tetap kuliah. Hayashi, dari Lembaga Ilmu Penerbitan, mengatakan bahwa 40 juta dari sekitar 3 milyar eksemplar majalah mingguan dan bulanan, yang terbit di Jepang selama 1981, terdiri dari pornografi. "Konstitusi membebaskan penerbitan di Jepang. Memang telah dibentuk Dewan Musyawarah Akhlak Penerbitan, tetapi lembaga ini bukan bertugas memeriksa atau memberi izin penerbitan. Tak punya kuasa apa pun," kata Hayashi. Itulah sebabnya binibon dan urabon semakin merajai pasar. Binibon (buku bersampul) untuk istilah buku porno. Sedangkan urabon (buku yang dijual di belakang) untuk menyebut buku seks. Tak jelas apa beda masing-masingnya. Tapi kedua jenis itu diterbitkan di bawah tanah, tanpa tercantum pencetak maupun redaksinya. Harganya sebenarnya cukup 300 hingga 500 yen. Tetapi karena, bagaimanapun, hanus menghindari mata polisi, sampai ke konsumen bisa jadi 2.000 sampai 3.000 yen. Yakuza--kelompok gangster di Jepang--dikatakan ikut bertanggung jawab atas peredaran gelap ini. Watanabe, dari Humas Mabak Jepang, menyatakan berhasil merampas 814 judul buku. Itu meliputi 100 ribu eksemplar lebih--selama tahun 1981. Bersamaan dengan itu berhasil ditangkap pula 480 orang yang menjadi pengecer maupun penerbit. Tahun ini jumlah itu malah meningkat sampai tiga kali. Sampai Juli saja sudah 210 ribu eksemplar binibon dan urabon yang dirampas. Sebenarnya ada pembatasan umur yang ketat di Jepang, untuk hal-hal gituan. Bahkan untuk memasuki diskotik, larangan dikenakan pada mereka yang belum mencapai 18 tahun. Kekhawatiran merusakkan jiwa anak sekolah agaknya masih ada. Itulah sebabnya Katsutada Yamamoto, 75 tahun kepala Distrik Shinjuku, menyerukan perang antipornografi. Shinjuku sebenarnya merupakan pusat maksiat di Tokyo. Bekerjasama dengan persatuan wali murid, pemerintah daerah lalu bertekad membatasi kemajuan industri pornografi. Kampanye ini sudah menghasilkan lebih dari 200 ribu tanda tangan yang mendukung pembatasan itu. Apa jawab orang-orang bisnis bidang seks? "Saya membangun nozoki gekijyo (kamar pengintipan, peeping room) sesuai dengan bimbingan pengawasan kesehatan pemerintah Distrik Shinjuku. Tapi mereka kini menolak memberi izin perdagangan. Ini penyalahgunaan wewenang." Itu kata Fusao Ikeda, 41 tahun, pengusaha kamar intip. Belakangan ia menuntut ganti rugi 31.700.000 yen kepada Pemerintan Distrik. Di distrik lain, industri kamar intip berjalan sehat-walafiat. Di Mansion Toruko, Junior Health Club bahkan buka siang malam. Ada lima acara yang bisa diperoleh di sini. Mulai dari Koilito Course (Kursus Jantung Hati) sampai Caligula Course (Kursus Istimewa). Yang pertama adalah servis masturbasi dengan tangan wanita. Tarifnya 8.000 yen untuk mahasiswa dan 10.000 yen untuk umum. Kursus ini (nama 'kursus' itu hanya main-main) makan waktu 30 menit bagi mahasiswa dan 40 menit untuk umum. Perpan angan boleh tambah 5.000 yen per 30 menit bagi mahasiswa, atau 7.000 yen untuk umum. Jenis "kursus" lain ada juga. Misalnya Nameneko Play (Main Kucing-kucingan), yakni saling menjilat (maaf) yang tarifnya 13.000 yen untuk umum. Lucunya, ada juga Kursus Dokter (Isha Play) bertarif 13.000 yen selama 40 menit untuk umum. Dalam "kursus" ini tamu berpura-pura menjadi dokter yang sedang praktek. Dan yang terhebat adaiah Kursus Istimewa (Caligula) seharga 30.000 yen untuk 60 menit. Dalam "kursus" ini satu tamu pria dihadapi dua wanita yang siap dengan acara yang tak terlukiskan joroknya. Semua ini kami ceritakan bukan untuk apa. Tapi begitulah memang keadaannya. Nah. Pelanggan Mansion Tonuko ini rata-rata berumur 18 hingga 35 tahun. Tapi sekali waktu, katanya, pernah pula kedatangan konsumen berumur 80 tahun, seorang penasihat sebuah instansi pemerintah. Sedang wanita yang bekerja di sana terdiri dari ibu rumah tangga, mahasiswi, dan perempuan dari berbagai lapisan masyarakat lain. "Saya kaget mengapa banyak wanita mau bekerja di sini," kata Yasuo, 38 tahun, pengusaha toruko itu. Pada prinsipnya, katanya, ia menganjurkan para pekerjanya "tidak melayani--kontak langsung--dengan tamu." "Tapi, bagaimana?" Yasuo, yang sadar akan kemungkinan mereka bisa (secara teoretis) ditangkap polisi itu, terkekeh-kekeh sendiri. Lebih dari 260 tempat seperti itu tersebar di seluruh penjuru Tokyo. Dulu toruko memang tempat mandi uap saja. Tapi kini semuanya merupakan usaha bawah tanah yang meremehkan peraturan perdagangan. Izin untuk menanam modal biasanya sekitar 1 sampai 2 juta yen--untuk bisnis semacam itu sebetulnya tak pernah dikeluarkan. Pemasarannya pun mereka lakukan dengan memasang iklan bukan di majalah porno, tapi majalah olahraga. Konsumen akan datang setelah menelepon, dan mem-booking seorang cewek. Akan halnya yang disebut kamar intip (nozokigekijyo) sifatnya lebih ringan dan ekonomis. Di Hollywood, AS, ada pertunjukan wanita melakukan masturbasi, ditonton oleh seorang lelaki dari balik kaca. Jepang meniru sistem ini, tapi mengembangkannya secara "lebih efisien". Kamar-kamar intip di sini mengelilingi sebuah panggung, jalan masing-masing kamar diisi satu penonton. Untuk memungkinkan orang menonton panggung, setiap kamar yang kecil itu dilengkapi kaca pengintip dengan magic-miror. NOZOKI Gekijyo, yang pertama dibuka September 1981, terletak di Distrik Shibuya, Tokyo. Nozoku berarti mengintip, dan gekijyo adalah sandiwara. Karcisnya 1.800 yen untuk umum dan 1.000 yen buat mahasiswa. Waktu pertunjukan 20 menit. Setelah membayar, tamu menerima kunci dan masuk kamar kecil itu, sendirian. Untuk "keadaan darurat", sebuah dos kertas tisyu sudah disediakan dalam kamar itu. Cewek-cewek pemain "seni drama" seksual ini biasa terdiri dari pekerja kantor, mahasiswa dan calon aktris. Tamunya kebanyakan pegawai dan mahasiswa. Beberapa orang asing. Ada juga yang datang bersama wanita. Menurut Noriyuki Abiko, 33 tahun, pengusaha kamar intip Atclier Key Hole, penghasilan sehari berkisar antara 500-600 ribu yen. Pengeluarannya, untuk aktris 4.000 yen per jam. Biasanya mereka bekerja part-timer, 3 jam sehari." Rupanya tak sulit mencari perempuan yang mau bekerja di tempat macam itu. Lowongan pekerjaan jenis ini malah biasa diiklankan di majalah wanita--dan disambut baik oleh para peminat. Isi majalah wanita sendiri, seperti Bisho dan Shinsen, lebih sepertiganya tentang seks. Shinsen bahkan, Mei lalu, memberi bonus buku kecil "Posisi Dan Seks Anda Tahun ini." Isinya gambar-gambar, petunjuk dan komentar bagaimana sebaiknya hubungan seks selama 365 hari dalam tahun 1982. Sekurang-kurangnya ada 6 majalah porno terkemuka beredar di Jepang. Shukan Jitsuwa, misalnya, 79,5% isinya soal seks. Sisanya tentang judi dan sadisme. Yang paling menarik adalah rubrik 'Mencari Gadis' dalam majalah Shukan Hoseki. Kira-kira 20 foto gadis dipasang di sana setiap minggu. "Siapa masih perawan, dan siapa tidak lagi?" begitu pertanyaan yang harus ditebak. Di halaman lain ada jawaban, dan keterangan lanjutan tentang siapa yang benar-benar, konon perawan. ANGGAPAN tabu pada seks agaknya sudah hampir musnah di Jepang. Bisho bahkan punya rubrik 'Pembaca Telanjang,'. Bayangkan Rubrik ini menerima foto telanjang pembacanya yang ingin dimuat. "Nude (orang telanjang) Yang Cantik Harus Dikenang", begitu judul halamannya. Kiriman foto telanjang bulat dari para pembaca pun bertumpuk. Antre untuk dimuat satu per satu tiap minggunya. Majalah-majalah ini masing-masing berharga 200-300 yen. Oplahnya minimal 300 ribu dan maksimal 900 ribu. Ada lagi majalah Home Talk namanya. Majalah ini mengorganisasikan minat tukar-menukar istri atau suami. Tebalnya 230 halaman, berharga 2.000 yen dan oplahnya cuma 17.000 eksemplar. Paling sedikit 300 foto perempuan bugil muncul dalam majalah bulanan itu setiap terbit. Di bawah foto tertera keistimewaan seks masing-masing. Jika anda anggota (caranya dengan mendaftar dan membayar 10.000 yen), anda boleh menukarkan istri atau suami setelah memilih berbagai potret berwarna itu. Caranya dengan menelepon redaksi, yang dengan serta merta segera menyambungkan dengan pasangan yang anda pilih. Jika kedua pasangan setuju, tinggal merundingkan tempat dan waktu. Sejumlah 30.000 di antara 110 ribu hotel dan ryokan (penginapan gaya Jepang) yang tersebar di seluruh Negeri Matahari Terbit, adalah love hotel. Dari 30.000 penginapan cinta itu, dua pertiganya berupa motel. Taruhlah setiap penginapan punya 10 kamar. Berarti ada 300 ribu kamar yang sehari rata-rata dipakai 3 kali. Hitung saja: 3 x 300 ribu, berarti 900 ribu pasang insan bercinta di penginapan Jepang setiap hari. Nah. Biaya istirahat beberapa jam di hotel cinta ini rata-rata 6000 yen bagi setiap pasang. Tak ayal lagi: 900.000 x 6.000 yen, jadi 5,4 milyar yen. Itu masuk kantung pengusaha hotel tiap hari. "Tetapi investasi modal untuk membuat hotel cinta juga tinggi," kata Yozo Satomi, presiden direktur love-hotel Meguro Emperor, yang letaknya tak jauh dari KBRI di Tokyo. Menurut Satomi, rata-rata investasi pertama untuk satu kamar love-hotel mencapai 30 juta yen. Artinya investasi pertama untuk 300 ribu kamar sama dengan sembilan trilyun yen. Padahal anggaran belanja untuk pertahanan negeri itu cuma 2,5 trilyun yen tahun lalu. "Tak mudah meminjam modal dari bank swasta untuk bisnis semacam ini," kata Satomi. "Tapi lucunya, bank-bank pemerintah justru sangat ramah dalam memberi kredit." Di Meguro Emperor milik Satomi--love hotel raksasa berkamar 230 itu--terdapat kamar termahal. Namanya Ambassador Suite dan President Suite, dengan tarif 38.500 yen untuk satu malam atau 17.600 yen buat dua jam. Kamar Ambssador Suite dibangun dua tingkat. Pintu dibuka, terlihat kamar duduk. Di situ ada piano dan romance box (sebuah kotak berisi aneka ragam kondom) menempel di tembok. Turun ke bawah kita masuk tempat tidur bulat yang bisa berputar. Dan di kelilingnya ada kamera VTR dan pesawat televisi. Kamar mandi, dari marmar, ada di samping. Di President Suite kamar mandi ada di bawah. Bisa dicapai dengan naik gondola yang turun otomatis. "Membuat satu suite macam ini bisa menghabiskan 100 juta yen sekarang," kata Satomi, yang juga dikenal sebagai pelopor industri seks modern di Jepang. "Kalau kami berhenti memperbaiki model dan alat-alatnya di kamar, konsumen bisa pindah ke tempat lain. Karena itu setiap hari saya pusing mencari ide baru," katanya pula. Satomi berpendapat, untuk sementara bisnis seks akan semakin maju. Kecuali kalau ada hambatan dari dunia pendidikan dan media massa. Yang juga sedang maju di kawasan industri seks Jepang adalah produksi mainan orang dewasa. Otona No Omochaya (toko porno, atau "toko orang dewasa") memang ada di Jepang sejak dulu. Tetapi sampai 5-6 tahun lalu toko-toko itu terletak di jalan kecil, menyelinap laiknya. Berbeda dengan sekarang, sudah maju ke jalan-jalan protokol. Selain menjual urabon, toko-toko ini banyak menyediakan alat-alat seks seperti vibrator, kondom dan "boneka seks" (dutch wife). Pada dasarnya dutch wife kita kenal sebagai guling--itu bantal panjang biasa. Tetapi pada abad IX, 'boneka seks' ini mulai dikenal di Mongolia sebagai alat seks -- berbentuk aurat perempuan. Dan sejak 1800 anak-anak kapal Belanda mengembangkannya kedalam bentuk badan wanita yang bisa dibawa berlayar selama-lamanya. Itulah sejarah si istri, yang mulai diproduksi besar-besaran menjelang tahun 50-an di Jepang. "Perusahaan kami memproduksi boneka seks sejak 1949," kata Hideo Tsuchiya, 38 tahun, Presdir Orient Kogyo Co., L,td., salah satu dari paling sedikit 10 pabrik boneka seks di Jepang. Orient Kogyo konon juga dianggap sebagai pabrik boneka seks terbesar dan terbaik di dunia. Tipe ciptaannya yang terkenal adalah Hohoemi (Senyum). Dalam katalogus tertulis: "Kami melahirkan dan membesarkan Hohoemi sampai sekarang. Melepaskan Hohoemi ini, perasaan kami sama halnya dengan mengawinkan seorang putri." "Untuk memproduksi boneka seks model baru biasanya perlu biaya 10 juta yen. Sekarang kami memiliki 20 jenis. Yang termurah 20.000 yen dan paling mahal 48.000 yen." Itu kata Go Sasaki, direktur manajer perusahaan itu. "Sejak 10 tahun yang lalu kami sudah mengekspor produk kami ke Amerika Serikat dan Asia Tenggara," tambahnya. Dulu, katanya, memang ada problem kalau membuat boneka lengkap dengan lubang. Polisi akan merampasnya. Tetapi sekarang adat-istiadat seks di Jepang "sudah lain". "Lagi pula boneka seks sebetulnya bukan barang cabul," menurut Sasaki, "Ini sudah merupakan kebutuhan sehari-hari." Di antara konsumen, banyak yang mengaku membeli untuk kepentingan anaknya yang cacad, serta para lelaki yang ditinggal mati istrinya. Di Jepang konon banyak orang cacad tak bisa kawin, karena tak punya tangan atau tak punya kaki. Dulu orang tua anak-anak itu--ini kebiasaan Jepang--aktif membantu mereka melakukan masturbasi. Tapi mereka memerlukan alat lain yang lebih persis untuk melepaskan hajat. Kata Sasaki pula, setiap hari Orient Kogyo menerima banyak surat ucapan terima kasih. Seorang duda menulis: ia bisa tidur bersama almarhumah istrinya setiap malam dengan mengenakan pakaian istrinya pada Hooemi itu. * * * Selain mainan seks, sudah tentu film seks maju pesat di sana. Setiap tahun tak kurang 300 judul film porno diputar, dan cuma 63 judul dari jumlah itu hasil impor. "Tahun lalu perusahaan kami menggarap 66 judul film porno," kata Koishi dari Humas Nihkatsu, produsen film porno terbesar dinegeri itu. Dari film-filmnya itu, tahun 1981 Nikkatsu mendapat keuntungan bersih 3,8 milyar yen, sementara jumlah penjualannya mencapai 13 milyar yen lebih. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa film porno telah mendapat kewarganegaraan penuh di Jepang. Sejak dua tahun lalu bahkan sudah ditemukan komputer yang khusus bisa mengedit film porno, dan bisa memberikan tanda khusus untuk daerah gambar alat kelamim Perusahaan Nikkatsu saja tahun lalu menyatakan berhasil menarik penonton 10% dari jumlah penduduk Jepang. Untuk keperluan industri seks ini Jepang juga tak tanggung-tanggung mendatangkan pekerja dari luar. Paling banyak berasal dari Eropa, Amerika dan Filipina. Tahun lalu, polisi mengusir 966 laki-laki dan perempuan yang dinyatakan melakukan aktivitas di luar kualifikasi izin masuk. Terbesar dalam jumlah itu adalah orang Taiwan, 504 orang, Filipina, 198 orang, AS 55 orang dan Muangthai 48 orang "Memang tidak semua berhubungan dengan industri seks, tapi kebanyakan memang bekerja di tempat semacam itu," kata Bagian Imigrasi Departemen Kehakiman Jepang. Wanita-wanita dari negara-negara itu memang banyak ditemui sebagai penari kabaret, pelayan bar, hostes, dan pelacur. Para lelakinya bisa ditemui di toruko yang khusus untuk wanita - - yang belakangan ini juga mulai dibangun di Tokyo. Servis seks laki-laki untuk wanita mulai dikenal juga, rupanya. Kini perempuan Jepang bisa membeli laki-laki dengan harga 25.000 sampai 30.000 sekali servis. Jepang, itulah wajah yang lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus