Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sudah berbahayakah debu itu?

Belum dapat dipastikan bahwa peningkatan penderita penyakit tenggorokan akhir-akhir ini disebabkan oleh debu galunggung yang mengandung kadar silika. (ksh)

25 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROBERT Horman, pelari jarak jauh asal Australia yang bekerja di Bandung sebagai konsultan pembangunan rumah murah, sebulan yang lalu berlatih di jalan aspal yang mengelilingi Stadion Utama, Senayan. "Ah, badan saya bertambah 3 kilo. Banyak makan tapi tidak bisa lari. Jalan-jalan penuh debu. Melihat sepuluh meter ke depan saja tak bisa, apalagi lari. Saya kira debu Galunggung itu bisa merusak kesehatan," katanya bercerita. Benarkah debu yang dimuntahkan Gunung Galunggung dengan bertalu-talu sejak April yang lalu itu memang berbahaya? Tampaknya masih sukar memberikan jawaban yang pasti Noenoeng Rahajoe, Kepala Bagian Pulmonologi RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, memperoleh kesan adanya peningkatan penderita penyakit tenggorokan, baik yang masuk ke rumah sakit pusat itu, maupun pada praktek dokter di luar. "Tapi masih belum bisa dipastikan apakah ini disebabkan debu Galunggung atau memang suatu kejadian yang kebetulan bersamaan. Sebab seperti di ketahui, hawa akhir-akhir ini dapat juga memudahkan serangan penyakit tenggorokan karena influensa," katanya. Demikian juga Yoyoh Wartomo, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Departemen Kesehatan, dalam jumpa pers akhir pekan lalu di akarta. Menurut Yoyoh bertambah banyaknya penderita batuk kering dan sesaknapas masuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, "belum menunjukkan akibat dari debu Galunggung. Karena, katanya, penyakit saluran petnapasan memang dominan selama ini. Apalagi sekarang musim pancaroba. Namun begitu, berbagai pihak, seper. ti ahli kesehatan lingkungan, ahli penyakit jiwa, ahli radiologi dan ahli patologi mulai minggu ini akan mengadakan penelitian. Ahli patologi merencanakan mengadakan percobaan terhadap binatang dengan "memaksa" binatang percobaan tercemar debu sepekat yang dimuntahkan Galunggung. Kemudian binatang itu diautopsi untuk melihat pengaruh apa yang terjadi terhadap organ-organ tubuh, terutama paru-parunya. SILIKAT oksigen merupakan kandungan berbahaya yang dibawa oleh debu Galunggung. Menurut has pemeriksaan di Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat, silika merupakan partikel yang terbanyak dikandung debu Galunggung 86,87% sementara pemeriksaan yang dilaksanakan ITB berbeda, yaitu 59,93%. "Dengan kandungan silikat setinggi itu penderita penyakit saluran pernapasan akan lebih menderita," ulas dr. Noenoeng dari RSCM. Silikat yang disemburkan Galunggun, belum terdengar membunuh penduduk. Tetapi dengan kandungan silika yang hampir sama, Gunung St. Helena di Amerika Serikat yang meletus Mei dan Juni 1980 telah membunuh 17 orang. Korban ditemukan dalam jarak 7 sampai 28 km dari gunung tadi. Mereka mati karena asfiksia (kekurangan oksigen). Ini terjadi karena debu yang mengandung partikel silika itu menyumbat alveoli (gelembung saluran napas), sehingga si korban kekurangan oksigen. Waktu itu diketahui debu St. Helena telah mengandung 60 hingga 65% silika. Silikat yang lebih kecil ternyata yang berbahaya. Terutama yang berukuran kurang dari 5 mikron. Dalam 5-10 juta partikel per m3 udara, silika tadi bisa menyebabkan penyakit silikoeis, atau penimbunan silika dalam paru-paru --seperti akibat St. Helena. Departemen Kesehatan belum bisa memberikan keterangan tentang data-data ukuran silika yang bertebaran dari Galunggung. Kabarnya pengukuran baru pekan ini mulai dilaksanakan. Daerah yang diukur sampai ke Yogyakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus