ROBERT Horman, pelari jarak jauh asal Australia yang bekerja di
Bandung sebagai konsultan pembangunan rumah murah, sebulan yang
lalu berlatih di jalan aspal yang mengelilingi Stadion Utama,
Senayan. "Ah, badan saya bertambah 3 kilo. Banyak makan tapi
tidak bisa lari. Jalan-jalan penuh debu. Melihat sepuluh meter
ke depan saja tak bisa, apalagi lari. Saya kira debu Galunggung
itu bisa merusak kesehatan," katanya bercerita.
Benarkah debu yang dimuntahkan Gunung Galunggung dengan
bertalu-talu sejak April yang lalu itu memang berbahaya?
Tampaknya masih sukar memberikan jawaban yang pasti Noenoeng
Rahajoe, Kepala Bagian Pulmonologi RS Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, memperoleh kesan adanya peningkatan penderita penyakit
tenggorokan, baik yang masuk ke rumah sakit pusat itu, maupun
pada praktek dokter di luar. "Tapi masih belum bisa dipastikan
apakah ini disebabkan debu Galunggung atau memang suatu kejadian
yang kebetulan bersamaan. Sebab seperti di ketahui, hawa
akhir-akhir ini dapat juga memudahkan serangan penyakit
tenggorokan karena influensa," katanya.
Demikian juga Yoyoh Wartomo, Kepala Biro Hukum dan Hubungan
Masyarakat, Departemen Kesehatan, dalam jumpa pers akhir pekan
lalu di akarta. Menurut Yoyoh bertambah banyaknya penderita
batuk kering dan sesaknapas masuk ke Rumah Sakit Hasan Sadikin,
Bandung, "belum menunjukkan akibat dari debu Galunggung.
Karena, katanya, penyakit saluran petnapasan memang dominan
selama ini. Apalagi sekarang musim pancaroba.
Namun begitu, berbagai pihak, seper. ti ahli kesehatan
lingkungan, ahli penyakit jiwa, ahli radiologi dan ahli patologi
mulai minggu ini akan mengadakan penelitian. Ahli patologi
merencanakan mengadakan percobaan terhadap binatang dengan
"memaksa" binatang percobaan tercemar debu sepekat yang
dimuntahkan Galunggung. Kemudian binatang itu diautopsi untuk
melihat pengaruh apa yang terjadi terhadap organ-organ tubuh,
terutama paru-parunya.
SILIKAT oksigen merupakan kandungan berbahaya yang dibawa oleh
debu Galunggung. Menurut has pemeriksaan di Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, silika merupakan partikel yang
terbanyak dikandung debu Galunggung 86,87% sementara pemeriksaan
yang dilaksanakan ITB berbeda, yaitu 59,93%. "Dengan kandungan
silikat setinggi itu penderita penyakit saluran pernapasan akan
lebih menderita," ulas dr. Noenoeng dari RSCM.
Silikat yang disemburkan Galunggun, belum terdengar membunuh
penduduk. Tetapi dengan kandungan silika yang hampir sama,
Gunung St. Helena di Amerika Serikat yang meletus Mei dan Juni
1980 telah membunuh 17 orang. Korban ditemukan dalam jarak 7
sampai 28 km dari gunung tadi. Mereka mati karena asfiksia
(kekurangan oksigen). Ini terjadi karena debu yang mengandung
partikel silika itu menyumbat alveoli (gelembung saluran napas),
sehingga si korban kekurangan oksigen. Waktu itu diketahui debu
St. Helena telah mengandung 60 hingga 65% silika.
Silikat yang lebih kecil ternyata yang berbahaya. Terutama yang
berukuran kurang dari 5 mikron. Dalam 5-10 juta partikel per m3
udara, silika tadi bisa menyebabkan penyakit silikoeis, atau
penimbunan silika dalam paru-paru --seperti akibat St. Helena.
Departemen Kesehatan belum bisa memberikan keterangan tentang
data-data ukuran silika yang bertebaran dari Galunggung.
Kabarnya pengukuran baru pekan ini mulai dilaksanakan. Daerah
yang diukur sampai ke Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini