Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidur bukan perkara mudah bagi Wahyu Widajati, dua tahun lalu. Tiap kali ia hendak beristirahat, kepalanya justru terasa berat. “Sakit di atas mata kanan, seperti migrain,” katanya, Kamis pekan lalu.
Perempuan yang akrab disapa Wiwi itu biasanya mengoleskan balsam di atas mata dan belakang telinga kanannya agar bisa terlelap. Karena pusing di atas matanya tak kunjung hilang, ia mengkonsultasikannya ke dokter. Namun ternyata tak ada masalah pada indra penglihatannya tersebut. “Dari situ saya curiga, mungkin gula darah saya yang bermasalah,” ujar Wiwi, 51 tahun, yang tinggal di Kota Depok, Jawa Barat.
Kecurigaan itu muncul karena ia sadar punya ritual malam yang tak sehat. Selama tiga tahun sebelum serangan sakit kepala itu datang, hampir tiap malam ia menenggak es kelapa muda yang ditambahi gula untuk menghalau gerah. Dugaan itu terbukti. Hasil pemeriksaan kadar gula darah puasanya menyentuh batas bawah diabetes melitus, yaitu 126 miligram per desiliter (mg/dL). Setelah melakukan pemeriksaan lainnya, dokter mengatakan Wiwi tergolong penyandang pradiabetes, yakni kadar gula darah puasanya 100-125 mg/dL.
Pradiabetes adalah kondisi ketika kadar gula darah sudah melebihi batas normal tapi belum cukup tinggi untuk masuk kategori diabetes tipe 2. Jumlah penyandang pradiabetes diperkirakan lebih banyak daripada penderita diabetes.
Adapun diabetes adalah kondisi saat kadar gula dalam darah melebihi batas normal. Pada diabetes tipe 2—diabetes yang umum diderita orang—tingginya kadar gula darah lantaran tubuh tidak menggunakan insulin secara normal. Insulin adalah hormon yang membantu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi energi. Ketika insulin tak bekerja dengan semestinya, glukosa menumpuk dalam darah.
Gula darah yang tak terkontrol dan menumpuk terus-menerus tersebut menciptakan banyak masalah pada tubuh, seperti stroke, gagal ginjal, penyakit jantung, infeksi yang tak kunjung sembuh, dan retino-pati diabetik, yang menyebabkan kebutaan. Dengan komplikasi seabrek itu, diabetes dinobatkan menjadi salah satu penyakit paling mematikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Masalahnya, diabetes adalah penyakit yang tak bisa diobati. Gula darah hanya bisa dinormalkan kembali ketika masih dalam tahap pradiabetes, seperti dialami Wiwi. Ada beberapa cara untuk membuat gula darah turun. Salah satunya dengan herbal.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan endokrinologi metabolik dan diabetes Tri Juli Edi Tarigan menguji keampuhan ekstrak tanaman sambiloto untuk menyembuhkan pasien pradiabetes. Penelitian ini membuat Tri Juli berhasil meraih gelar doktor dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada Rabu dua pekan lalu.
Sambiloto (Andrographis paniculata) ada-lah tanaman perdu yang tumbuh di beberapa negara di Asia Tenggara dan Asia Selatan, seperti Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan India. Rasanya dikenal sangat pahit. “Dari dulu tanaman ini dikenal berkhasiat untuk mengatasi diabetes, tapi belum ada uji klinis pada manusia dengan metode yang random,” kata Tri Juli.
Dia mengujikan ekstrak sambiloto kepada 38 orang yang memiliki gula darah normal dan 35 orang dengan pradiabetes selama 36 hari. Ada perbedaan kondisi yang signifikan pada mereka yang mengalami pradiabetes. Ekstrak sambiloto meningkatkan kadar GLP-1, salah satu hormon inkretin yang diproduksi di usus halus. Hormon inkretin bisa merangsang sekresi insulin sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah. “Harapannya bisa memperbaiki kadar gula darahnya dan bisa mengurangi risiko menjadi diabetes,” ujarnya.
Gula darah mereka yang mengkonsumsi ekstrak sambiloto membaik. Misal-nya Wiwi, yang juga mengkonsumsi ekstrak tersebut. “Gula darahnya jadi normal,” tutur Wiwi. Sakit kepala yang menyerang pada malam hari pun tak muncul lagi.
Menurut Tri Juli, hasil penelitian ini bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi risiko diabetes. Selama ini, ia banyak mendapati pasien tak menjalankan saran menjaga pola makan dan rutin berolahraga, juga ogah meminum obat untuk mengendalikan gula darah. “Orang kadang memilih herbal ketimbang disuruh minum obat,” katanya.
Namun herbal tersebut juga tentu tak bisa diminum sembarangan. Lektor Kepala Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI Joedo Prihartono mewanti-wanti agar penggunaan herbal yang benar harus disosialisasi. Sebagian orang beranggapan, makin banyak dan makin sering mengkonsumsi herbal, hasilnya akan makin mantap. “Padahal terlalu banyak juga tak bagus. Jadi mesti ada pengaturan,” ujarnya.
Guru besar tetap Ilmu Farmasi FKUI, Erni Hernawati Purwaningsih, berharap, dengan pembuktian ini, para dokter banyak menggunakan ekstrak sambiloto untuk menurunkan risiko pradiabetes menjadi diabetes. Selama ini, dokter enggan menggunakan obat herbal lantaran tak ada uji klinisnya. “Ini dibuktikan punya evidence--based,” katanya.
Alur Penelitian
NUR ALFIYAH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo