Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Solusi Baru untuk yang Ada Masalah Kesuburan dan Ingin Punya Anak

IVM jadi pilihan baru untuk mengatasi masalah tantangan kesuburan bagi pasangan yang ingin punya anak. Apa bedanya dengan IVF?

4 Februari 2025 | 15.23 WIB

Ilustrasi program bayi tabung. Shutterstock
Perbesar
Ilustrasi program bayi tabung. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis kandungan dan kebidanan subspesialisasi fertilitas endokrinologi reproduksi Malvin Emeraldi mengatakan teknologi program hamil dengan In Vitro Maturation (IVM) menjadi pilihan baru untuk mengatasi masalah tantangan kesuburan bagi pasangan. IVM adalah teknologi reproduksi berbantu yang memungkinkan pematangan sel telur dilakukan di laboratorium, bukan di dalam tubuh. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Prosedur ini dilakukan dengan mengambil oosit atau sel telur yang belum matang dari ovarium kemudian mematangkannya di laboratorium hingga siap untuk dibuahi. Malvin mengatakan berbeda dengan In Vitro Fertilization (IVF), IVM tak perlu stimulasi hormon ovarium secara intensif. Dibandingkan IVF, risiko efek samping IVM seperti sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS) relatif lebih rendah dan ketidaknyamanan pascapengambilan oosit juga relatif ringan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"IVM juga menjadi solusi ideal untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS atau respons berlebihan terhadap obat-obatan yang merangsang produksi sel telur di ovarium, seperti wanita dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)," kata dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Beda dengan IVF
IVM dan IVF sama-sama merupakan prosedur bayi tabung. Namun keduanya memiliki perbedaan penting dalam hal penggunaan hormon, risiko kesehatan, biaya, serta kenyamanan bagi pasien. Pada IVM, rangsangan hormon ovarium hanya sedikit atau bahkan tidak digunakan sama sekali sehingga menurunkan risiko OHSS. 

Hal ini berbeda dengan IVF yang butuh stimulasi hormon lebih intensif sehingga risikonya lebih tinggi, terutama pada penderita PCOS. Dari segi biaya, IVM biasanya lebih terjangkau karena minimnya obat hormon yang diperlukan sedangkan IVF cenderung lebih tinggi biayanya. Selain itu, pasien yang menjalani IVM hanya butuh sedikit suntikan hormon dan kunjungan medis sehingga prosesnya jadi lebih nyaman.

"Secara umum, IVM direkomendasikan untuk pasien dengan risiko tinggi OHSS, PCOS, atau yang resistensi terhadap hormon. Sementara itu, IVF lebih cocok untuk berbagai kasus infertilitas dengan ovarium responsif dan memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi, terutama pada wanita di bawah 35 tahun," paparnya.

Meski demikian, tingkat keberhasilan IVM umumnya lebih rendah sekitar 20–35 persen dibanding IVF konvensional yang memiliki angka keberhasilan 40–50 persen. Ia mengatakan teknologi IVM terus berkembang berkat metode seperti CAPA-IVM, yang dapat meningkatkan keberhasilan pematangan sel telur, kualitas embrio, dan kehamilan klinis. 

Dengan berbagai inovasi dan teknologi terbaru, IVM menjadi pilihan yang menjanjikan untuk membantu mewujudkan impian memiliki anak. IVM mulai diteliti pada 1930-an oleh Gregory Pincus yang mempelajari pematangan oosit mamalia di luar tubuh lalu berkembang pesat penerapannya pada manusia sejak akhir 1980-an hingga awal 1990-an.

Kelahiran bayi pertama melalui IVM dilaporkan oleh Cha et al di Korea Selatan pada 1991. Saat ini, teknologi IVM sudah mulai diaplikasikan oleh Morula IVF Indonesia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus