Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Solusi buat Jemaah Haji Perempuan Haid agar Tetap Bisa Tawaf

Berikut solusi bagi jemaah haji perempuan yang sedang haid dan ingin melakukan Tawaf Ifadah ataupun Tawaf Umroh.

16 Juni 2023 | 15.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Umat Muslim menjaga jarak saat melakukan umrah di Masjidil Haram setelah otoritas Saudi meringankan pembatasan untuk mencegah penularan penyakit Covid-19, di kota suci Mekkah, Arab Saudi, Ahad, 1 November 2020. Ibadah haji tahun ini digelar hanya dengan sedikit jemaah. Kantor Pers Saudi/Handout via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tawaf merupakan salah satu rangkaian ibadah yang wajib dilakukan jemaah haji karena termasuk ke dalam rukun haji sehingga yang hendak melakukan harus mengetahui syarat sahnya, yakni harus dalam keadaan suci. Konsultan Ibadah Daerah Kerja (Daker) Madinah, KH Ahmad Wazir Ali, membagi solusi bagi perempuan haid yang akan Tawaf Ifadah ataupun Tawaf Umroh. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Lantas kalau haid solusinya bagaimana? Pertama, ketika jemaah perempuan memiliki waktu yang lama dan tidak dalam waktu kepulangan maka yang bersangkutan harus menunggu suci. Ketika sudah suci, maka wajib baginya untuk mandi dan melaksanakan Tawaf Ifadah atau Tawaf Umroh," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ikhtiar berikutnya, jemaah haji perempuan dibolehkan menggunakan pil antihaid sebelum melaksanakan tawaf. Pengasuh Pesantren Denayar Jombang itu menambahkan apabila waktu sudah mendesak lalu khawatir tertinggal rombongan dan mendekati pulang atau bagi gelombang kedua yang sudah harus diberangkatkan ke Madinah, maka solusinya cari jeda waktu dalam sehari 1-2 jam waktu tidak keluarnya haid.

"Jika waktu itu tiba, maka jemaah perempuan menyegerakan mandi lalu melaksanakan tawaf. Meskipun nanti selesai tawaf keluar haid maka sudah dianggap sah," jelasnya.

Dalam istilah fikihnya Annaqo' fi ayyam alhaid thuhrur atau kondisi bersih (tidak keluar darah) pada hari menstruasi, saat itu terbilang suci. Wazir melanjutkan dengan melihat waktu tidak keluarnya haid, jemaah bisa memperkirakan, misalnya berapa waktu yang dibutuhkan untuk tawaf. Lalu, berapa jam yang dibutuhkan untuk mandi plus berjalan menuju Masjidil Haram. 

Katakanlah, tawaf butuh tiga jam sementara tidak keluar haid diperkirakan tiga jam lebih sedikit, maka secepatnya mandi dan tawaf, misalnya malam tidak keluar haid maka tak perlu menunggu pagi, khawatir keluar lagi. Jemaah bisa segera langsung tawaf dengan menggunakan pembalut yang rapat.

"Itu sudah dianggap suci dan sudah dianggap sah. Solusi ini menggabungkan dua mazhab (talfiq) atau metode eklektik karena memang kondisinya," ujarnya.

Tak perlu bayar dam
Bagaimana jika waktu sudah mepet sementara dalam sehari haid keluar terus? Jemaah bisa mengikuti pendapat Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim yang menyatakan tawaf tersebut dianggap sah karena kondisi darurat sehingga tidak berkewajiban membayar dam.

"Tapi itu sudah 'kartu kuning' dari solusi-solusi paling akhir itu," kata Wazir.

Untuk Mazhab Hanafi membayar dam berupa unta, sementara Mazhab Hambali membayar dam berupa kambing. Apabila tidak sanggup membayar dam karena uang sudah habis dan sudah masuk jadwal pulang maka dikatakan Ibnu Taimiyah dalam kaidah ushul fiqih setiap kewajiban yang tidak mampu ditunaikan maka kewajiban itu menjadi gugur.

"Dengan demikian itu sudah aman, ini sebagai solusi yang paling akhir," tutur Wazir.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus