AGAKNYA nama Dokter Winata dikenal di kalangan ibu peserta KB, khusus bagi pemakai spiral di Bandung, Sukabumi, maupun Jakarta. Dokter lulusan Geneeskendige Hogeschool, Batavia, pada tahun 1941 itu menemukan alat kontrasepsi IUD sejak tahun 1955, dan mulai diterapkan pada pasiennya lima tahun kemudian. Tiap hari kliniknya di Balai Pengobatan Rido Galih, Sukabumi, tak pernah sepi dari pasien yang ingin memasang IUD buatannya. Ia mengaku saban bulanmenangani 200 pasien baru. Hingga kini sekitar 50.000 ibu yang sudah memasang IUD bikinannya. Dibanding dengan pemasangan di Puskesmas, yang tanpa dikutip biaya, tarif spiral Winata berkisar Rp 20.000 sampai Rp 50.000 untuk sekali pasang. Apa bedanya IUD bikinan Winata dengan yang resmi keluaran BKKBN? Perbedaan yang utama, IUD bikinan Winata disesuaikan dengan ukuran rahim perempuan Indonesia. Pensiunan pegawai Departemen Kesehatan ini mengaku telah meneliti ukuran lebar rahim wanita Indonesia selama empat tahun. Untuk itulah ia membuat empat ukuran, yang antara 3 cm dan 4,5 cm. Mulanya, bahan utama untuk membuat IUD itu dipakainya nylon. "Saya yakin nylon lebih elastis dan tahan lama," kata kakek 12 cucu ini. Kalau IUD resmi, katanya, hanya mampu bertahan dua sampai tiga tahun. IUD bikinannya, diakuinya mampu bertahan dipakai sampai lima tahun. Dari yang semula berbentuk bulat, kini spiral buatan Winata berkembang menjadi berupa lilitan-lilitan tujuh lapis nylon. Dan pada bagian setengah lingkarannya dililit dengan kawat tembaga yang telah direndam dengan larutan yodium selama tiga hari. "Nggak ada di seluruh dunia IUD yang menggunakan tembaga beryodium. Bahan itu akan lebih mematikan sperma yang masuk,"katanya. Sejauh mana keandalan spiral bikinan Winata itu, ditunggu saja hasil penelitian Tim Reproduksi Manusia FK Universitas Padjadjaran Bandung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini