PERANG melawan penyakit lepra, tak lama lagi, akan bisa dimenangkan oleh umat manusia. Penyakit yang sejak aman Perjanjian Lama dimitoskan sebagai kutukan dewa itu kini tinggal dongeng. Mengapa ? Tak lain karena vaksin lepra nyaris berada di "gerbang penemuan". Sejumlah ahli dari National Institute for Medical Research (NIMR) London, yang dipimpin oleh Dr. Richard Rees, telah membuat terobosan besar di bidang itu. Mereka berhasil dalam eksperimen pembuatan vaksin lepra lewat tubuh binatang armadillo yang masih serumpun dengan binatang trenggiling di Indonesia. Ini terbilan istimewa. Sebab, sebelum ini, pembuatan vaksin lepra telah berulangkali dicoba dengan menggunakan media buatan dalam laboratorium. Tapi selalu gagal. Proses kerja pembuatan vaksin di NIMR sederhana saja. Mula-mula bakteri penyebab lepra disuntikkan ke dalam tubuh armadillo. Selama setahun, bakteri tadi akan menjalar ke seluruh tubuh hewan menyusui yang berasal dari Amerika Selatan itu. Inti vaksin lepra kemudian diperoleh dari limpa dan hati armadillo yang sudah mati, tempat bakteri tadi berkembang biak dengan suburnya. Sebenarnya, sudah sejak tahun 1971, para ahli di sana memulai eksperimen pembuatan vaksin lepra lewat armadillo. Pada waktu itu, sesungguhnya terdapat petunjuk: pada binatang yang kulitnya bersisik seperti biji salak itu, bakteri Mycobacterim Leprae dapat dibiakkan dengan mudah. Sebabnya, suhu tubuh armadillo rendah. Kondisi ini sangat ideal untuk tempat pembiakan bakteri penyebab lepra. Sekalipun begitu, tahap uji klinis ini masih belum sempurna. Namun, kelompok ilmiawan dari Scientific Working Group on the Immunology of Leprosy (IMMLEP) - yang mendapat dukungan dari UNDP dan WHO - berani melakukan percobaan yang cukup riskan. Sejak awal tahun lalu, mereka memberikan vaksin itu kepada sekitar 110 ribu penduduk di wilayah Karonga, utara negara Malawi, Afrika. Hasilnya belum diumumkan. Sementara itu, keberhasilan menciptakan vaksin lepra lewat armadillo rupanya tercium juga oleh perusahaan farmasi Inggris, Burroughs/Welcome. Perusahaan ini memang dikenal progresif dalam memperkenalkan temuan-temuan baru. Awal tahun ini, mereka berhasil memperoleh izin yang pertama kalinya diberikan oleh lembaga pengawasan obat-obatan di AS, FDA, untuk memasarkan obat AIDS yang bermerk dagang AZT. Oleh perusahaan ini, vaksin itu dicobakan pada sejumlah babi dan tikus. Hasilnya: vaksin itu berhasil menahan berkembangnya bakteri di tubuh hewan tadi. Penyakit lepra sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lampau. Namun, asal-usul penyakit ini, secara terinci, baru diungkapkan oleh seorang ilmuwan bernama Morbus Hansen pada tahun 1874. Lepra - atau di sini dikenal dengan nama kusta - pada mulanya terlihat seperti penyakit infeksi kulit. Penyebabnya sejenis baksil atau bakteri yang diberi nama Mycobacterium Leprae. Bentuknya memanjang seperti batang. Penyakit ini kemudian juga menyerang sistem saraf dengan sangat gencar. Akibatnya parah: bakteri tadi menggerogoti jaringan kulit, otot, dan tulang. Proses penularannya melalui persentuhan kulit yang sifatnya langsung. Kemungkinan lewat pernapasan juga ada. Masa inkubasinya bertahun-tahun. Penyakit kusta berkaitan erat dengan kondisi kekebalan tubuh seseorang. Jika pemenuhan gizi tidak memadai, sistem kekebalan tubuh pun terganggu, dan berkurang peranannya dalam menangkal penyakit. Jelasnya, penyakit lepra berkaitan langsung dengan kondisi ekonomi dan higiena lingkungan. Atau dengan kata lain pemenuhan gizi berbanding lurus dengan penyebab penyakit lepra. Itu sebabnya, penderita penyakit ini banyak dijumpai di negara negara Dunia Ketiga yang beriklim tropisdan subtropis. Penderita lepra di seluruh dunia diperkirakan 15 juta orang. Sebagian besar berada di Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, ada sekitar 160 ribu orang, berarti dalam setiap 1.000 penduduk terdapat seorang penderita lepra. Melihat kaitannya yang erat dengan proses imunologis, Guy Faget, seorang peneliti medis berkebangsaan AS, di tahun 1941, menemukan obat Dapsone. Obat ini mampu meningkatkan daya tahan tubuh, dengan merangsang pembuatan sel darah putih, atau limfosit T. Penemuan Faget terus disempurnakan, dan tahun 1964 tercapai perkembangan baru. Dapsone mampu menyembuhkan penderita lepra ringan. Hingga saat ini, obat itu tetap dianggap sebagai pamungkas yang ampuh dalam menanggulangi penyaklt itu pada stadium dini. Peran Dapsone sebagai penangkal sampai kini belum tergantikan. Sementara itu, tes diagnosa, yang mampu mendeteksi penyakit lepra sejak dini, juga terus dikembangkan oleh para peneliti medis di NIMR. Di sana mereka sedang mencoba suatu teknik yang menggunakan serum untuk melacak bakteri penyebab lepra secara dini pada seseorang. Dr. Colin McDougall, dari departemen dermatologi di Slade Hospital, Oxford, Inris, memperkirakan tes konfirmasi lepra ini dapat digunakansecara meluas dalam dua tahun mendatang. Di Indonesia, pembiakan Mycobacterium Leprae melalui media binatang telah dicoba sejak tahun 1980, di Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI). Pembiakan bakterinya dicoba pada tikus putih, yang biasa disebut mencit. Eksperimen ini dipimpin oleh Dr. Kosasih, yang juga Kepala Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin RSCM-FK UI. Hasilnya sudah tampak. Bakteri penyebab lepra berkembang dengan pesat pada tubuh mencit hanya dalam jangka waktu tiga sampai hma bulan, setelah disuntikkan. Uji coba tahap lanjut dari vaksin lepra yang berasal dari mencit sampai sekarang masih terus dilakukan. Ahmed K. Soeriawidjaja, Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini