Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tersandungnya Obat Generik

Lambatnya bersebar obat generik memang ada ganjalan berbagai sandungan. kampanye penggunaan obat generik terus digalakkan. ada apotik yang nakal dengan mengganti resep obat generik ke obat bermerk.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TUJUH bulan sudah peraturan obat generik bergelinding. Menteri Kesehatan Adhyatma mengemukakan, target pemakaian obat generik 30 persen dari total obat nasional. Tapi sampai sekarang, kata Slamet Soesilo, Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM), penyediaan obat generik baru mencapai 15 persen. Lambatnya bersebar obat generik memang ada ganjalan berbagai sandungan. Bahkan beberapa waktu lalu, dua apotek di Jakarta sempat diskors dua minggu, karena petugasnya ketahuan mengubah resep obat generik ke obat bermerk. "Kita mau mendidik. Kalau ada yang tetap membandel, izin usahanya akan dicabut," kata Slamet Soesilo. Ia mengakui, hingga kini sulit melacak apotek yang getol menanti resep obat tersebut. Selama ini pengawasan terhadap obat generik dilakukan dengan cara mengecek harganya. Apabila harga satu jenis obat melenceng dari yang dipatokkan, pemilik apotek terpaksa dijewer. Kendati demikian, kampanye penggunaan obat generik terus dikibarkan. Ada yang menyambut gembira, ada pula yang waswas meragukan mutunya bakal tidak serupa dengan obat bermerk. Simak, misalnya, keluhan dalam beberapa surat pembaca di media massa. Namun, ketika diwawancarai wartawan TEMPO beberapa waktu lalu, Menteri Adhyatma menjamin mutu obat generik akan sama dengan obat bermerk. Hanya saja, untuk meyakinkan dokter -- sehingga mereka mau memberi resep obat generik memang memerlukan-proses. Penulisan resep oleh seorang dokter agar ia menggunakan obat generik tidaklah sederhana sep,erti yang dibayangkan. tu bukan sekadar mencakup sisi kesehatan dan kefarmasiannya melulu. Di sini juga bermain urusan bisnis, psikologis, dan prestise. Sementara itu, tujuan utama memakai obat generik, antara lain, untuk membantu pasien yang kurang mampu. Obat generik adalah obat asli yang tanpa macam-macam variasi. Karena itu, harganya lebih murah. Dalam perdagangan obat -- dan inilah yang terjadi di seluruh dunia lahirnya varian-varian tadi, kendati didasari penelitian, memang tidak terlepas dari urusan komersial. Akibatnya, jenis obat menjadi sangat banyak. Contohnya di Indonesia: obat yang beredar sekitar 12.000 jenis . Sementara itu, dokter swasta memang tidak diwajibkan menulis resep untuk pasiennya supaya memakai obat generik seperti ketentuan ini juga terhadap apotek swasta. Namun, pemerintah tak jemu mengimbau mereka agar menggunakan obat generik. Sedangkan apotek dan dokter yang bekerja di lingkungan pemerintah memang sudah diharuskan memakai obat generik. Ada sebabnya sehingga kalangan apotek swasta seret melayani permintaan obat generik. Misalnya Apotek Pahala di Medan. "Karena kami belum pernah menerima resep dokter yang memesan obat generik. Akibatnya, obat generik yang disediakan juga tak laku, bukan kami menolak melayaninya," kata Yuniar, asisten kepala di apotek tersebut. Sedangkan kesulitan lain selama ini menurut Anwar Alibasyah, apoteker di RS Hasan Sadikin Bandung, sampai sekarang belum semua jenis obal generik tersedia. Dari 158 jenis obat yang direncanakan, baru sekitar 120 macam yang ada di apotek rumah sakit itu. "Kami bukan tidak mau melengkapinya, tapi berbagai jenis obat ini belum ada dari sana," katanya. Hambatan ternyata bukan hanya pelaksana pelayan kesehatannya, bahkan dari produsen obat. Selain obat generik itu beredarnya terbatas, yaitu baru obat biasa seperti Antalgin, Slamet Soesilo mengakui produksi obat generik masih tergantung tiga industri farmasi BUMN: Kimia Farma, Indo Farma, Pharos. Cuma tiga perusahaan itu yang dikendalikan POM. Yang lain sulit diawasi. Tapi, katanya, obat generik akan mantap persediaannya sekitar dua tahun lagi. Kurang menggebunya persediaan berbagai obat generik di apotek, menurut seorang petugas di Apotek Ali Warno, Surabaya, karena menilik permintaan dari para dokter. Jadi, bukan karena mereka sengaja tidak mau menyukseskan program pemerintah. Karena itu, percuma menyimpan obat itu kalau tak ada yang membutuhkannya. Sedangkan seorang ahli bedah seperti Dokter L. Aulia mengakui, hingga kini ia tidak tahu banyak mengenai obat generik. Apalagi menulisnya di resep. "Sulit mengubah kebiasaan menulis resep dari obat bermerk, kemudian menukarnya dengan obat generik," kata bekas Ketua IDI Sumatera Utara itu. Padahal, seorang dokter itu, kata Dokter Kartono Mohammad, tak perlu terlalu lama untuk beralih ke obat generik. Yang penting, mereka yakin obat generik itu berkhasiat menyembuhkan. dan masyarakat juga tak rewel. Sekarang buktinya ditunggu. "Fase inilah yang sekarang kita hadapi. Maka, perlu waktu, dan jangan buruburu," ujar bekas Ketua Umum IDI Pusat itu pada TEMPO. Di samping masalah persediaannya, beberapa dokter juga kurang hafal nama generiknya. Tapi kurang logis bila ada dokter yang setiap menghadapi pasiennya memberi resep obat mahal. "Buat apa menulis resep untuk obat mahal-mahal, kalau pasiennya jelas tak mampu. Kan malah bisa membuat pasien tidak sembuh, akhirnya ia lari atau mencari dokter lain," kata Kartono. Apabila menghadapi pasien yang tidak mampu, seharusnya seorang dokter langsung memberi resep obat generik. Namun, ujar Kartono lagi, dokter juga manusia biasa. Bahkan mereka sering mudah digoda para pemilik pabrik atau penjual obat. Bagi dokter yang senang dirayu, hal itu memungkinkan ia menjalin kerja sama dengan pabrik ohat tertentu. "Inilab yang sulit dikontrol," katanya. GT, Yudhi S., Bambang Aji S., Sarluhut Napitupulu, Jalil Hakim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus