Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bohong sudah bersemi sejak usia ...

Bohong fantasi pada anak-anak akan berhenti pada usia 5-7 tahun. diatas usia ini, kebiasaan berbohong membahayakan masa depan anak. pendapat para ahli tentang latar belakang bohong & penanggulangannya.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADE, 5 tahun, lahap menghabisi sepiring kue yang terletak di atas meja. Tak lama kemudian ibunya datang. "Ade, siapa yang menghabiskan kue ini?" tanya ibu. Sambil mengunyah, Ade menjawab tak acuh, "Batman, Bu." Apa yang dikatakan anak itu jelas-jelas bohong. Tapi inilah satu dari sekian banyak kejadian sehari-hari, yang dialami para orangtua ketika menghadapi anaknya. Dan reaksi orangtua bermacam-macam Namun, sebagian besar mengandung rasa jengkel. Kini para orangtua tak perlu terlalu risau menghadapi kecenderungan anak yang suka membohong itu. Hasil penelitian pakar psikologi anak, Paul Ekman, menyimpulkan bahwa hobi berbohong pada anak bukanlah suatu bencana. Ia menguraikan latar belakang kebohongan anak-anak, dalam sebuah buku Why Kids Lie, yang diterbitkan di AS bulan ini. Ekman mengajak orangtua agar memahami tingkah laku anak-anak itu dan memberikan kiat untuk menghadapinya. Selama ini, banyak orangtua percaya bahwa anak tak mungkin bisa berbohong. Anggapan ini ternyata salah. Justru kebohongan anak-anak banyak jenis dan latar belakangnya. Di samping bohong yang sopan, ada "bohong yang baik", "bohong yang kasar", bahkan ada "bohon sosial". Bohong yang baik, misalnya, terjadi ketika seorang anak mengunci diri di kamar dan sibuk membungkus hadiah untuk ibunya yang berulang tahun. Ketika pintu kamarnya diketuk, ia mengaku sedang belajar. Tapi ada juga anak yang membohong agar terhindar dari hukuman. Atau bohong untuk menambah gengsi. Gejala berbohong atau kecenderungan tipu daya pada anak-anak tampaknya sukar dihindari. Persoalan ini muncul karena anak-anak, khususnya pada usia di bawah 7 tahun, tak bisa membedakan antara kenyataan dan fantasi. Karena itu, pengertian "bohong" pada anak-anak berbeda dengan "bohong" pada remaja. Anak-anak itu juga tak bisa membedakan antara keterangan yang salah dan yang bohong. Kemampuan berpikir pada usia ini hanya bisa membedakan salah atau benar. Karena itu, ucapan orangtua yang salah disengaja atau tak disengaja -- dianggap merupakan tindakan yang salah. Jadi, jangan heran kalau seorang anak berusia 6 tahun sekali waktu merasa bahwa ibunya membohong. Padahal, si ibu hanya khilaf menyebut nama hari pada saat itu. Sebaliknya, terlalu jujur juga bisa berakibat buruk terhadap mental si anak. Seorang anak yang mengadukan saudaranya yang memecahkan vas bunga, misalnya. Si anak pemecah jambangan diganjar hukuman dan boleh jadi ia menyirnpan rasa dendam. Padahal, saudara yang mengadukannya tak punya maksud apa-apa -- dia hanya mengatakan yang sebenarnya. Kenyataan ini cukup erat kaitannya dengan teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget. Dia beranggapan, seorang anak tak mungkin berbohong karena perkembangan daya nalarnya masih dalam taraf mencari yang serba nyata. Teori ini berpendapat bahwa berbohong memerlukan daya pikir yang abstrak. Kesimpulannya: anak-anak kecil tak bisa berbohong. Teori Piaget kini sudah usang. Kebiasaan si kecil untuk berbohong sudah bersemi sejak usia 3 atau 4 tahun. Pada saat itu, ia sudah mengenal bahasa. Dengan kemampuan untuk berkomunikasi, si anak berbohong dalam batas-batas wajar. Bohongnya lebih merupakan fantasi, seiring dengan perkembangan nalarnya yang mencoba untuk mengembangkan daya khayalnya. Biasanya, berbohong fantasi ini berhenti pada usia 5 sampai 7 tahun. Yang jadi persoalan serius adalah membimbing anak-anak untuk tak menjurus ke arah "bohong yang kasar". Ekman menyebutnya sebagai cruel lies. Pada tahap ini, si anak berbohong untuk mencapai tujuan tertentu. Kalau "kebolehan" ini terus dibiarkan, ia bisa berkembang jadi kebiasaan buruk yang terus dibawa si anak sampai ia remaja dan dewasa. Kebiasaan itu, menurut Fawzia Aswin Hadis, boleh jadi didapat si anak karena meniru tingkah laku orangtuanya. Psikolog dari UI yang mengambil spesialisasi anak ini memberi contoh seorang ibu yang enggan menerima telepon, dan memerintahkan anaknya agar mengatakan bahwa ibu sedang tidur atau sedan peri ke pasar. Kebohongan semacam ini tentu jadi preseden tak baik buat si anak. Karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, orangtua harus menjaga sikapnya. Jika ingin menanamkan kejujuran pada si anak, ini bisa ditularkan dengan teladan yang jujur pula. "Kejujuran tidak datang sendiri. Tapi harus diajarkan kepada anak," kata Fawzia. Kebiasaan berbohong pada anak sangat membahayakan masa depan anak itu sendiri. Sebuah studi di Inggris pada awal 1970-an menunjukkan, sepertiga dari anak-anak yang diidentifikasikan oleh orangtuanya sebagai "tukang bohong" kronis, ternyata, beberapa tahun kemudian "naik pangkat" jadi pencuri. Sementara itu, Fawzia melihat sisi lain dari kebiasaan anak berbohong. Biasanya si anak punya rasa takut yang berlebih terhadap orangtuanya. Maka, untuk melindungi diri, dia menggunakan "tipu daya" agar bisa mengelabui ayah atau ibunya. "Daripada dihukum atau tak disayangi oleh orangtua," kata Fawzia. Untuk itulah perlu pendekatan ekstra antara anak dan orangtua. Perasaan aman dalam konteks hubungan orangtua dan anak, memang patut dijalin. Si anak memerlukan orangtua yang bisa menerima kenyataan, misalnya, rapor yang buruk, berkelahi di sekolah. "Karena itu, orangtua harus meyakinkan anak bahwa dia tak perlu berbohong. Bahwa kalau kenyataannya pahit si orangtua tak akan marah-marah," kata pakar psikologi Lieke Wisnubrata dari Unpad, Bandung . Menarik untuk dicatat, hasil penelitian pada 1983 di AS menunjukkan, 92 persen dari anak-anak berusia 5 tahun percaya bahwa berbohong itu tindakan salah. Semakin bertambah usia, semakin toleran anakanak itu untuk menerima "bohong yang sopan" (white lies). Dan pada usia 11 tahun, hanya 28 persen yang mengaku "tak pernah berbohong. Ahmed K. Soeriawidjaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus