Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidur normal selama tujuh jam adalah keajaiban bagi Satriyo Pamungkas. Pria 31 tahun ini memiliki penyusutan waktu tidur karena kebiasaan yang dibentuk sejak kuliah. "Dulu tidak tidur karena suka nongkrong dan mengobrol. Kebiasaan itu keterusan sampai sekarang," ujar Territory Sales Manager Riverbed Technology di Indonesia itu ketika dihubungi pada Selasa pekan lalu.
Semasa masih berseragam putihabuabu, ia ratarata tidur di atas delapan jam. Menukik jadi empatlima jam sewaktu kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Lalu, masuk dunia kerja, ia terlelap duatiga jam. Tapi normalnya berada di kisaran empatlima jam sehari. "Saya merasa kurang tidur," kata ayah empat anak ini.
Menurut dokter spesialis saraf Eka Harmeiwaty, orang dewasa (di atas 18 tahun) butuh setidaknya tujuh jam sehari untuk tidur. Ini adalah durasi tidur paling pendek dalam kehidupan manusia. Saat masih bayi, kita tidur hingga 18 jam sehari.
Dokter di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita ini menjelaskan ada dua faktor utama dari dalam tubuh yang menentukan waktu tidur. Faktor C, yaitu jam sirkadian, dan faktor S, berupa homeostatis tidur. Jam sirkadian berhubungan erat dengan cahaya yang masuk lewat retina. Dari mata, cahaya memberi sinyal yang ditangkap oleh suprachiasmatic nucleus (SCN). Ini semacam sensor cahaya. "Itu adalah tombol switch onoff ketika tidur," kata dokter Eka.
Ketika SCN menerima cahaya remang dan temaram, "tombol" akan berada dalam posisi off dan organ tubuh diperintah mulai melambat. Dalam waktu yang sama di tempat yang berbeda, kelenjar produksi hormon di otak, yaitu hipotalamus, mengeluarkan melatonin. Melatonin yang tinggi membuat orang jadi mengantuk. Biasanya, kata dokter Eka, kadar melatonin mulai melonjak mulai pukul sembilan malam. Terus naik, sampai masuk fase pulas pada pukul dua dinihari. Akhirnya turun lagi di pagi hari, ketika sudah ada cahaya.
Bersamaan dengan keluarnya melatonin, dokter Eka menguraikan, dirilis pula hormon pertumbuhan dan perbaikan. Itulah kenapa bayi yang tidurnya cukup pertumbuhannya cepat. Tatkala kadar dua hormon ini menurun sekitar pukul lima pagi, naiklah hormon kortisol atau populer sebagai hormon pemicu stres karena berfungsi menyeimbangkan tubuh selama periode stres. "Orang yang kurang tidur umumnya kadar kortisolnya tinggi," kata dokter Eka. Bahayanya, hormon ini memiliki fungsi lain yang mampu menekan imunitas atau kekebalan tubuh, sehingga rentan terserang penyakit. Penyakit karena imunitas yang menurun ini tidak kentara dengan cepat, karena baru muncul setelah ada penumpukan.
Ketergantungan terhadap rokok pun jadi lebih tinggi ketika orang kurang tidur. Dari selera makan, ia lebih demen makanan berkarbohidrat dan berprotein hewani tinggi. "Enggak nafsu sama sayur dan buah," kata Eka. Ujungnya, mereka ingin makan yang enak. "Lantaran waktu yang semestinya untuk tidur dipakai bekerja, organ jadi butuh kalori lagi," ujar dokter spesialis jantung Daniel Tobing, yang juga berpraktek di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Kebiasaan buruk ini—makan karbohidrat tinggi, merokok, tidak suka makan sayur dan buah—yang kemudian bisa memicu munculnya berbagai peÂnyakit.
Bagi jantung, kurang tidur adalah faktor risiko independen. Artinya, kata dokter Daniel, tanpa ada faktor pemicu penyakit jantung lain—seperti hipertensi, diabetes, dan kadar kolesterol tinggi—kurang tidur saja dalam jangka panjang bisa meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskuler. Yang bisa dilihat cepat dari efek tidur tak cukup adalah tekanan darah. "Coba ukur tensi satpam sebelum jaga malam dan sesudahnya," ujar dokter Daniel. Dijamin akan naik nominalnya.
Tekanan darah yang tinggi ini mengekor pada penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan disfungsi endotel. Endotel adalah sel yang melapisi bagian dalam pembuluh darah. Gangguan yang muncul antara lain peradangan yang ditandai dengan keluarnya penanda inflamasi, yaitu Creactive protein, TNFalfa dan interleukin. "Kurang tidur kadang membikin demam, itu inflamasi," kata dokter Eka.
Tak hanya memicu peradangan, dokter Daniel mengatakan, disfungsi endotel memicu penurunan fungsi antioksidan, menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk melebar, dan banyak dilepasnya enzim endotelin. Enzim ini berbahaya karena menyebabkan pengecilan penampang pembuluh darah.
Hal inilah yang mungkin dialami direktur perusahaan piranti lunak SAP untuk wilayah India, Rajan Das. Mengutip Times of India, Das dikenal sebagai aktivis gaya hidup sehat. Ia menjaga pola makan, berolahraga tiap hari, tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, dan tak merokok. Das percaya bahwa tidur empat jam cukup membuatnya segar dan bugar. Namun, pada 2009, di usia 42 tahun, dia meninggal karena serangan jantung.
Semua efek negatif itu sudah disadari Satriyo sejak lima tahun lalu. Dia kemudian mengkompensasi kekurangan itu dengan tidur sebanyakbanyaknya pada akhir pekan. Tak lupa ia memaksakan mengkonsumsi sayur dan buah tiap hari, berolahraga rutin saban pagi di pusat kebugaran, serta sering berlari. Tapi niat untuk mengembalikan tidur normalnya jauh dari pikiran Satriyo. "Karena memang hidupku seperti ini. Takdir telah memilihkan," katanya.
Balas dendam tidur di akhir pekan, menurut dokter Daniel, tidak membantu memulihkan kondisi. "Yang penting itu tidur harian," ujarnya. Kalau mau kompensasi, Eka menyarankan untuk tidur siang. Tapi tentu kualitas tidur siang jauh berbeda dengan tidur malam. Ketimbang memikirkan durasi, ia menganjurkan untuk membuat tidur berkualitas. Indikatornya mudah. Kalau kita bangun pagi dengan perasaan segar tanpa ada rasa depresi, berarti kita sudah tidur dengan sempurna.
Dianing Sari
Pikiran Jelek karena Mengantuk
Yang langsung menonjol dari kurang tidur adalah gangguan fungsi kognitif. Dokter spesialis saraf Eka Harmeiwaty mengatakan kekurangan tidur menyebabkan gangguan konsentrasi dan keseimbangan. Efek yang paling kentara adalah bangun pagi tak lagi terasa bugar. "Ngantuk, lemes, pemarah, makan enggak enak, dan fokus jadi menurun," ujar Satriyo Pamungkas, 31 tahun, yang tidur kurang dari tujuh jam sehari.
Penelitian teranyar yang dimuat dalam kumpulan jurnal Cognitive Therapy and Research, 4 Desember 2014, membuktikan efek psikologis kurang tidur. Dr Jacob Nota dan Dr Meredith Coles dari Departemen Psikologi Universitas ÂBinghamton, peneliti kajian tersebut, menemukan bahwa kurang tidur membuat manusia memiliki pikiran negatif yang berulang.
"Memastikan tidur yang cukup sebenarnya adalah intervensi yang murah dan mudah bagi mereka yang punya banyak pikiran mengganggu," ujar dokter Nota. Mereka berdua percaya bahwa tidur yang cukup berpotensi untuk terapi gangguan kejiwaan internalisasi (internalizing disorder). Penderita internalizing disorder suka menyimpan masalah sendiri atau menginternalisasi kesulitan.
Untuk mencapai kenyenyakan, tiap manusia tentu punya teknik yang berbeda. Eka mengatakan biasanya mereka menciptakan suasana nyaman secara psikologis. Entah memutar musik, mematikan lampu, entah membaca buku. "Tapi jangan membawa masalah ke tempat tidur. Kasur hanya untuk tidur," ia mengingatkan. Dokter spesialis jantung Prof Budi Setianto menyarankan untuk menambahkan meditasi dan relaksasi. "Badan akan jadi lebih kuat dan terjadi harmoni dalam fisik dan mentalnya," katanya.
4 Tangga Kelelapan
Ada empat tahap dalam siklus tidur manusia. Empat stadium masuk kategori nonrapid eye movement, sisanya rapid eye movement (REM). "Saat berada di stadium REM, mental yang diperbaiki. Pada fase nonREM, fisik yang diperbaiki," kata dokter spesialis jantung Daniel Tobing.
1. NonREM
Waktu: 10 menit
"Ini biasa disebut tidur ayam, dicolek saja bisa bangun," kata dokter spesialis saraf Eka Harmeiwaty.
2. NonREM
Perlahan, denyut jantung turun, suhu tubuh merendah, tubuh siap untuk tidur nyenyak.
3. NonREM
Otak memproduksi gelombang delta. Itulah sepulaspulasnya orang tidur.
4. REM
Fase alam mimpi, biasa didefinisikan sebagai REM. Di sinilah jantung bekerja seperti jantung orang normal. Ini juga alasan, kenapa sehabis mimpi dikejarkejar, orang terengahengah seperti habis lari. "Orang yang mengalami stres, REMnya tinggi terus," kata dokter Daniel Tobing.
Efek tidur tak cukup bagi jantung
Yang bisa dilihat cepat dari efek tidur tak cukup adalah tekanan darah. Tekanan darah yang tinggi ini mengekor pada penyempitan pembuluh darah dan menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memicu penurunan fungsi antioksidan, menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk melebar, dan banyak dilepasnya enzim endotelin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo