Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Optimisme Ekonomi 2015

12 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo.co

Apakah Anda yakin kondisi ekonomi Indonesia akan membaik pada 2015?
Ya
57,7% 564
Tidak
38,8% 379
Tidak Tahu
3,5% 34
Total (100%) 977

Membuka 2015, masyarakat dihibur oleh penurunan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Harga Premium turun dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 per liter dan solar kini dibanderol Rp 7.250 dari Rp 7.500 per liter. Harga bensin bersubsidi ini turun seiring dengan turunnya harga minyak mentah dunia.

Dengan kondisi itu, Presiden Joko Widodo optimistis perekonomian Indonesia tahun ini lebih baik, karena pemerintah berhasil menekan subsidi, sehingga membuka ruang fiskal sampai Rp 240 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. "Uang itu bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur, seperti waduk, irigasi, serta jalan tol dan jalur kereta api di luar Jawa," kata Jokowi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla juga meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia minimal mencapai 5,5 persen. Dasarnya, banyak potensi investasi dan sumber daya yang bisa menopang pertumbuhan. "Kita masih tumbuh 5,5 persen di tengah banyak badai," kata Kalla.

Optimisme ini juga ditangkap sejumlah peserta jajak pendapat di Tempo.co. Sebanyak 564 responden atau 57,7 persen dari 977 orang meyakini kondisi ekonomi Indonesia akan membaik pada 2015. Sebaliknya, 379 responden (38,8 persen) pesimistis dan 34 orang (3,5 persen) menyatakan tidak tahu.

Terlepas dari optimisme Jokowi, Kalla, dan responden Tempo.co tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengingatkan 2015 bukan tahun yang mudah untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia. "Pemerintah tidak bisa bersantaisantai," ujarnya. Sulitnya perekonomian tahun ini, menurut Bambang, disebabkan oleh faktor eksternal dan internal.

Faktor eksternal yang dimaksud antara lain perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang otomatis membuat nilai dolar menguat. Buktinya, dolar mulai "perkasa" terhadap rupiah menjelang akhir 2014 sampai pekan pertama 2015. "Ketika kondisi ekonomi dunia bergolak, nilai tukar rupiah terkena imbasnya," ujar Bambang.

Pulihnya perekonomian Amerika Serikat juga beriringan dengan anjloknya pertumbuhan Cina, yang hanya mencapai 7 persen dari sebelumnya 20 persen lebih. "Parahnya, Cina adalah salah satu negara yang terbanyak bekerja sama dengan Indonesia," ujar Bambang.

Karena itu, menurut Bambang, pemerintah tak bisa hanya mendorong konsumsi dan ekspor agar bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi. "Investasi adalah satusatunya cara," tuturnya. Terkait dengan investasi, Bambang berujar, pemerintah akan jorjoran melakukan percepatan pembangunan infrastruktur. Karena itu, besaran subsidi di APBN bakal dipangkas sehingga ruang fiskal lebih longgar—persis seperti yang selalu disampaikan Jokowi.

Ikuti Polling Indikator di www.yahoo.co.id

Indikator Pekan Ini

Apakah Menteri Jonan mampu memperbaiki manajemen penerbangan? www.tempo.co.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus