Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengimbau masyarakat lebih teliti dan berhati-hati dalam membeli serta memberikan obat-obatan kepada anak balita demi menghindari risiko penyakit. Imbauan ini disampaikan BPOM menyusul terjadinya kasus kematian balita yang diduga mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) usai minum obat sirup merk tertentu pada Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Guna mengawal mutu, khasiat, dan keamanan obat, BPOM terus mengimbau masyarakat agar membeli obat di tempat yang resmi," kata Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM, Togi Junice Hutadjulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia pun meminta masyarakat membeli obat di toko obat, apotek, dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Apabila ingin membeli secara daring, maka perlu dipastikan penjual telah memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan.
Selalu baca petunjuk
Ia mengatakan masyarakat juga dianjurkan membaca petunjuk dan cara mengonsumsi obat dengan seksama untuk menghindari kesalahan dosis. Selain itu juga melakukan pengecekan kemasan, label, izin edar, dan tanggal kedaluwarsa. Selanjutnya, disarankan untuk mencatat obat yang diminum oleh anaknya, terutama yang masih balita, untuk kemudian diinformasikan kepada tenaga kesehatan pada saat pemeriksaan rutin.
"Selalu bertanya pada nakes, apotek, dan BPOM jika perlu mendapatkan informasi yang benar tentang obat dan cara pakainya. Minumlah sirup obat sesuai aturan pakai yang tertulis pada etiket obat atau informasi pada kemasan produk dan gunakan sendok takar," sarannya.
Setelah sempat menghilang, temuan kasus baru kembali muncul pada Januari 2023, yaitu satu kasus suspek gagal ginjal akut di Jakarta. Kasus kematian dialami anak berusia 1 tahun. BPOM terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia, epidemiolog dan farmakolog untuk melakukan investigasi penyebab kematian balita tersebut.