Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diabetes dan Orang Jawa |
Bagi kebanyakan orang Jawa, teh nasgitel alias panas, legi, kentel (panas, manis, dan kental) dan jajan pasar seperti klepon dan getuk adalah penganan rutin setiap pagi dan sore. Nikmat, memang. Namun, sebaiknya, sebelum kebiasaan makan jajan ini dilanjutkan, ada satu hal yang perlu dicermati. Salah satu studi tentang keanekaragaman genom oleh Lembaga Eijkman menunjukkan bahwa etnik Jawa mempunyai potensi lebih besar untuk terkena penyakit diabetes melitus atau yang biasa disebut penyakit gula, dibandingkan dengan etnik lain di Indonesia. Sekitar 30 persen dari populasi etnik Jawa ternyata membawa gen termutasi yang membuat orang berbakat sakit diabetes.
Karena gen yang termutasi tersebut terdapat dalam DNA-mitokondria, bakat seseorang untuk terkena diabetes diturunkan dari ibu. DNA mitokondria seseorang diwariskan oleh ibu bukan ayah. Jadi, bila dari garis ibu Anda ada yang menderita diabetes, sebaiknya Anda lebih waspada dan mengenali beberapa pemicu diabetes. Para ahli sepakat bahwa diabetes dapat dihindari dengan mengonsumsi makanan sehat dan banyak berolahraga sehingga kadar lemak dan gula dalam darah terkontrol.
Bagaimana mengenali datangnya penyakit yang membuat penderitanya bergantung pada obat seumur hidup itu? Gejala awal biasanya ditandai dengan rasa haus yang berlebihan, sering kali ke kamar kecil, rasa lapar meningkat, mata berkunang-kunang, infeksi kulit, luka yang tak mau sembuh, serta rasa sangat lelah yang tidak ketahuan penyebabnya.
Bila sudah demikian, ada beberapa tindakan yang bisa dilakukan agar gejala tersebut tidak memburuk. Berhentilah merokok, karena nikotin menyempitkan pembuluh darah. Kurangi berat badan dengan mengonsumsi makanan rendah lemak dan garam serta dengan berolahraga. Untuk memantau perkembangan, kontrol ke dokter setiap periode tertentu mutlak dilakukan.
Awas, Overdosis Vitamin C |
Salah satu tindakan yang biasa dilakukan orang agar tubuh tetap bugar adalah mengonsumsi vitamin C. Tak terlalu salah karena vitamin C alias asam askorbat memang punya manfaaat segudang. Vitamin ini, misalnya, bisa membantu adrenalin dalam tubuh kita mengatur hormon stres dan merendahkan kadar kolesterol darah sehingga mengurangi risiko serangan jantung.
Lebih dari itu, vitamin C memiliki unsur yang terbaik yang dibutuhkan untuk kekebalan tubuh. Itulah barangkali yang menyebabkan orang merasa perlu menenggak vitamin C dosis tinggi setiap hari. Namun, berapa sebenarnya takaran yang disarankan? Merujuk studi terbaru yang dilakukan National Institute of Health (NIH), Amerika Serikat, dosis optimal yang disarankan ternyata hanya 200 miligram per hari, karena dosis di atas 500 miligram tak semuanya bisa diserap dan hanya akan dibuang tubuh melalui air seni.
Dosis 200 miligram vitamin C itu tetap disarankan diambil dari buah dan sayuran segar, bukan berupa suplemen. Memang, ada beberapa studi yang memperlihatkan bahwa orang-orang yang mengonsumsi vitamin C dosis tinggi memperlihatkan potensi yang rendah untuk terserang kanker atau penyakit jantung. Tapi tetap masih kontroversial apakah suplemen vitamin C juga memberikan manfaat yang sama. Malah ada beberapa studi yang memperingatkan ''efek samping" vitamin C dosis tinggi. Bila dikonsumsi hingga 1.000 gram per hari, vitamin C ternyata bisa mengancam ginjal. Selain itu, anemia bisa terpicu karena rendahnya kadar tembaga dalam darah. Selama kehamilan, mengonsumsi vitamin C dosis tinggi akan menyebabkan anak yang dikandung kelak gampang terkena penyakit kulit dan mempunyai kebutuhan vitamin dalam jumlah besar secara tidak normal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo