Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
CINTA itu tumbuh setelah Anindya Kusuma Putri mengantongi izin dari orang tua untuk berkendara di sekitar kompleks perumahannya di Semarang saat masih kelas V sekolah dasar. Berbekal Honda Supra X, Puteri Indonesia 2015 itu langsung larut dalam pengalaman pertamanya dengan sepeda motor. “Meski belum punya surat izin mengemudi, aku sudah belajar motor karena kebutuhan di rumah, misalnya Mama minta anter ke pasar dan lain-lain,” kata Anindya kepada Tempo, Kamis, 25 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anin—sapaan akrab Anindya—satu di antara banyak figur publik perempuan yang menggeluti hobi berkendara sepeda motor dengan kapasitas mesin (cc) besar hingga trail. Perjumpaan Anin dengan sepeda motor trail bermula ketika dia ikut sebuah program bernama My Trip My Adventure di kawasan Dieng, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski mampu mengendarai sepeda motor berkopling sejak sekolah menengah pertama, perempuan 31 tahun itu seperti menemukan tantangan baru: menerabas medan yang semuanya berat, dari tanah, pasir, lumpur, hingga alang-alang. Anin berkali-kali terjatuh ketika merasakan pengalaman pertama berkendara dengan sepeda motor trail.
“Itu justru bagian paling seru dalam menikmati olahraga tersebut. Setelah itu, aku jadi ketagihan,” ujar alumnus Universitas Diponegoro, Semarang, yang kerap berbagi keseruan dengan mengunggah foto dan video di akun Instagram-nya tersebut.
Anin pun kemudian mulai belajar teknik dasar dunia motor. Meski tak terlalu paham mesin, Anin mengerti kapan motor harus diganti businya, kapan diganti kampas remnya.
Anin menuturkan, untuk menikmati keseruan memacu kuda besi di medan berat, dia tak punya persiapan khusus. Kebiasaan olahraga yang sudah lama dia lakoni itu sangat membantu setiap pergerakan di arena tanah, kerikil, hingga lumpur. “Banyak pergerakan yang tidak bisa diukur, hanya dikira-kira. Jadi badan aku sudah biasa medan berat. Ya main trail pasti banyak jatuh, cuma bisa mengendalikan,” katanya.
Untuk menjalani hobinya itu, Anin mengungkapkan, butuh biaya yang cukup mahal. Untuk sekali main, termasuk menyewa sepeda motor, dia harus merogoh kocek Rp 2-2,8 juta. Seperti saat dia bermain sepeda motor trail di kawasan Kintamani, Bali, pada Februari lalu. Saat itu, perempuan yang punya bisnis di Bali tersebut berbagi keseruan menerabas jalan tak beraspal bersama kliennya dari Eropa dan Amerika Serikat.
Anin menambahkan, ia bisa menghabiskan waktu tiga-empat jam sekali main. Bahkan ia pernah menjajal keseruan bermain sepeda motor trail seharian penuh. Tak jarang dia harus menjajal berbagai medan sembari menikmati pemandangan alam yang ada.
Anin begitu larut antara perpaduan engine dan nature. “Masuk-keluar hutan, menerabas trek seperti kerikil, bukit, sampai basah-basahan itu seru,” tuturnya. “Karena aku suka alam. Meski treknya lebih susah, bermain di alam itu rendah polusi dan jalannya lebih lancar.”
•••
ASRI Pramawati terbahak ketika mengingat momen menerabas medan terjal di kawasan Hambalang, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menggunakan sepeda motor trail pada Oktober 2022. Saat itu, hari mulai gelap. Setelah menerabas sejumlah medan, perempuan 44 tahun itu mendapati jalan yang kurang bagus. Brak! Pemilik nama panggung Asri Welas itu pun terjatuh. Bahkan dia terseret hingga lima meter.
Kejadian itu membuat rekan-rekan Asri yang turut bermain motor pun panik. Asri yang sigap bangkit dan kembali meraih sepeda motornya justru tertawa atas kejadian tersebut. “Semua panik, tapi aku malah ketawa. Untungnya enggak cedera serius,” ujar Asri kepada Tempo melalui sambungan telepon, Kamis, 25 Mei lalu.
Asri Pramawati. Dok. Pribadi
Asri bercerita, kecintaannya pada sepeda motor mulai tumbuh ketika dia duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat itu, kata Asri, ayahnya yang mengajari mengendarai motor Vespa. Asri memulai hobinya itu menggunakan motor sistem kopling. “Jadi itu belajar sama papaku dulu, tapi tidak berani naik sampai ke mana-mana. Selain Vespa, aku naik RX King,” ucap ibu tiga anak yang mencuat lewat komedi situasi Suami-Suami Takut Istri tersebut.
Menurut Asri, belakangan ia mulai suka mengendarai sepeda motor besar. Asri mengungkapkan, berkendara bersama rekan-rekan berkeliling jalan raya dengan sepeda motor besar punya keseruan tersendiri. Namun kesibukannya di dunia hiburan, mengurus anak, dan menjadi desainer membuatnya jarang mengaspal. “Jadi aku tak sesering rekan-rekan lain menikmati keseruan berkendara,” tuturnya.
Belum lama ini, kata Asri, dia mendapat sepeda motor Royal Enfield yang diberi nama Esmeralda. Sepeda motor itu ia beli dari artis Prisia Nasution, rekannya yang kerap berkendara bersama. Dia mengaku sudah jatuh hati pada salah satu koleksi milik Prisia tersebut.
Asri mengungkapkan, Esmeralda begitu nyaman dipakai berkendara. Sepeda motor dengan kapasitas mesin besar itu tidak cepat panas dan sudah tidak keluar lagi di pasar. “Motor ini tidak cepat panas. Jadi asyik gitu. Akhirnya dibolehin buat aku sama Prisia,” ujarnya.
Asri mengatakan olahraga yang ia lakoni, seperti zumba dan basket, turut menunjang hobinya dalam berkendara. Sejauh ini, dia mengaku tidak mempunyai keluhan apa pun baik sebelum maupun setelah berkendara sepeda motor. Sebagai persiapan, Asri memperlengkapi diri dengan helm sesuai dengan standar, sarung tangan, jaket, hingga sepatu yang nyaman. Dia mengaku bukan tipe pengendara yang doyan ngebut. Meski demikian, dia tetap menikmati setiap momen berkendara bersama teman-temannya.
“Kalau main trail, terabas-terabas itu seru banget. Masuk ke medan yang berat, kadang nabrak pohon pisang dan lain-lain. Jadi semua penat kerjaan kayak lupa gitu,” kata Asri, lalu tertawa terbahak-bahak.
•••
SEBANYAK 20 perempuan terlibat dalam perayaan Hari Kartini pada Ahad, 16 April lalu. Mereka semua mengenakan kebaya. Atlet karate nasional, Maya Sheva, salah satunya. Dengan sepeda motor besar, mereka berkeliling jalan raya di Jakarta sembari membagikan makanan kepada masyarakat yang dijumpai.
Maya mengenang, awalnya kegiatan tersebut mengharuskan tiap peserta memakai kostum yang sesuai dengan profesi mereka. “Awalnya mau pakai kostum sesuai dengan profesi masing-masing, seperti aku harus pakai baju karateka,” ujar peraih medali perunggu SEA Games 2019 ini saat dihubungi Tempo, Rabu, 24 Mei lalu.
Namun konsep tersebut berubah. Tiap peserta memakai kebaya. Maya mengatakan kebaya menjadi semacam simbol bahwa perempuan tetap bisa berkendara dan mampu menghilangkan kesan tomboi. “Kami sepakat pakai kebaya untuk menunjukkan bahwa kami perempuan unik. Kok, masih bisa pakai kebaya walaupun kami tomboi,” tutur perempuan yang lahir di Jakarta, 29 Agustus 1994, itu.
Setelah memilih kebaya yang cocok untuk dipakai, peraih medali emas Pekan Olahraga Nasional 2021 Papua itu menyebutkan semua peserta mulai tancap gas mengelilingi sebagian Kota Jakarta pada pukul 17.30 WIB. Rombongan memulai rute perjalanan dari Kebayoran Baru mengarah ke Blok M sampai Melawai, Jakarta Selatan. Total semua peserta berkeliling dengan sepeda motor selama satu jam. “Kami pun berhenti untuk berbuka puasa sebelum bubaran di Terminal Blok M,” ujar alumnus Ilmu Komunikasi Universitas Nasional itu.
Maya Sheva, 21 April 2023. Dok. Pribadi
Maya mengaku tertarik pada sepeda motor sejak 2019, selepas SEA Games Filipina. Tunggangan pertama Maya adalah Honda Tiger yang telah dimodifikasi. Maya merombak motor tersebut sesuai dengan keinginannya. Motor itu ia sesuaikan dengan postur tubuhnya dan dibentuk dengan gaya Japanese style (Japstyle). “Tapi kalau orang lihat mirip bobber karena aku kecilkan banget agar terlihat sama dengan aku. Jadi motornya mungil,” ucapnya.
Setelah memiliki motor Tiger modifikasi dengan model Japstyle, Maya mempunyai impian mengubah motor matik Yamaha Mio dengan tampilan klasik. Dia mengatakan Yamaha Mio miliknya tersebut akan dimodifikasi menggunakan bodi Honda Astrea. Alasannya, kata Maya, kebanyakan sepeda motor klasik menggunakan sistem kopling.
Berbekal referensi yang ada dan pengamatan di sejumlah bengkel yang dia sambangi, Maya ingin segera merealisasi impiannya tersebut. “Aku ada beberapa referensi. Pernah lihat juga di beberapa bengkel yang bisa bikin custom matik. Itu lucu banget, jadi pengen banget merakit itu,” ujar perempuan penyuka sepeda motor Royal Enfield tersebut.
Hingga kini, menurut Maya, dalam menjalani hobinya itu dia tak punya jadwal khusus untuk memacu sepeda motor bersama rekan-rekannya. Mayoritas anggota komunitas hobinya, kata Maya, adalah mereka yang ikut pemusatan latihan nasional dan pemusatan latihan daerah karate. Maka jadwal kumpul untuk melakukan tur mengikuti jadwal kosong latihan.
“Jadi menyesuaikan kalau kami lagi enggak ada kegiatan yang berhubungan dengan karate. Biasanya kami night riding. Kami juga biasanya Sunmori (Sunday morning ride) atau berkendara di hari Minggu, tapi tidak ada jadwal wajib seperti seminggu sekali harus ketemu,” tuturnya.
•••
LAIN lagi cerita Sintya Marisca Handayani. Perempuan 23 tahun itu kepincut sepeda motor klasik sejak masih anak-anak. Sintya tertarik pada motor antik jenis skuter asal Italia, Vespa. Keinginannya memiliki skuter antik impiannya itu baru terwujud pada 2019, saat dia punya penghasilan sendiri sebagai artis sekaligus selebgram.
Awalnya Vespa antik milik Sintya itu berasal dari Makassar. Lalu pemilik skuter itu mengirimkannya ke Surabaya. Sintya membeli motor tersebut dengan harga Rp 16 juta di Surabaya, lengkap dengan surat resmi dan buku pemilik kendaraan bermotor. “Cuma, sekarang setahu aku harganya sudah sekitar Rp 36 juta,” katanya kepada Tempo, Jumat, 26 Mei lalu.
Sejak menjalani hobinya mengendarai skuter, perempuan yang lahir di Jakarta, 4 November 1999, itu suka melakukan touring bersama rekan-rekannya. Dia pernah menjalani tur selama tiga hari demi menghadiri Vespa World Day di Bali pada Juni 2022. Sintya dan dua kawan dari Jakarta, ditambah tiga orang dari Surabaya, memulai tur itu dari markas Speed Scouter Sindycat, komunitas Vespa di Surabaya. “Kami start dari situ menuju tiga titik, Situbondo, Banyuwangi, terus Bali,” ucap Sintya. “Perjalanan sekitar 12 jam.”
Sintya menuturkan, sebelum melakukan perjalanan itu, dia biasanya memboyong dulu sepeda motornya ke bengkel. Hal itu, kata dia, dilakukan untuk mengantisipasi motornya bermasalah di jalan. “Tapi, alhamdulillah, Vespa-ku sampai di Bali enggak ada masalah. Cuma, teman aku sempat ada (alat motor) yang kebakar gitu.”
Sintya Marisca Handayani, 4 Mei 2023. Dok. Pribadi
Selain ke bengkel, Sintya selalu punya persiapan standar sebelum memulai perjalanan. Misalnya membawa pakaian ganti, pakaian privat, obat penolak masuk angin, vitamin, pengecas telepon seluler, dan oli samping. Barang tersebut tak pernah lupa ada di ransel. Ibunya selalu berpesan sesaat sebelum dia berangkat, “Jangan ngantuk di jalan, ya!”
Perjalanan menuju pergelaran Hari Vespa Sedunia di Bali itu membuat Sintya memberi nama timnya “S3rdadu”. Nama ini digagas Sintya dan dua rekannya. “Itu kami tim touring. Ayo jalan, berangkat! Itu murni memang kami pengen berangkat. Jadi terbentuklah S3rdadu itu tiga orang,” tuturnya.
Sintya menambahkan, S3rdadu punya semboyan “Seradak-seruduk Boleh Diadu”. Ini mengartikan proyek Sintya dan tim yang menurut dia sifatnya spontan. “Karena kan kami enggak pernah tahu itu. Ayo, jalan... jalan..., main jalan aja, seradak-seruduk,” ujarnya.
Menurut Sintya, S3rdadu kemudian membuat tiga program, yakni Riding Serdadu, Serdadu Berkaraoke, dan Serdadu Podcast dengan tema seputar Vespa, yang diunggah di media sosial. Misalnya cerita tentang Sintya yang jatuh cinta pada Vespa sejak ia duduk di kelas V sekolah dasar. Sintya kecil melatih nyali mengendarai Vespa Excel. “Dulu Vespa Excel gede banget, sedangkan badan aku masih kecil. Kalau mau berhenti harus cari trotoar biar turun,” kata Sintya.
Saat ini, Sintya punya Vespa PTS 90 berwarna putih. Ada lis kuning di sisi bagian depan. Dia mengaku tak ingin ketinggalan hadir di Hari Vespa Sedunia yang diadakan di Swiss. Bukan hanya Sintya yang merawat barang skuter itu. Ibunya juga ikut merawatnya. “Dan Mama kasih nama Vespa aku Cantika,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Irsan Hasyim dan Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Kuda Besi Pemacu Adrenalin"