Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Tubuhku, Tubuhmu Juga

Sejumlah bank jaringan tubuh sudah lama berdiri di Indonesia, tapi donor organ masih sangat minim.

9 Maret 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepotong hati ditanamkan ke badan Cak Narto, bekas Wali Kota Surabaya. Sepotong hati yang sehat hasil penantian Cak Narto selama setahun di Australia. Tokoh kontroversial itu sempat bertahan sekitar empat bulan dengan hati orang asing yang tak dikenalnya itu, tapi akhirnya tak sanggup bertahan lebih lama. Pertengahan bulan lalu, ia pergi bersama hati barunya. Kita tahu, tubuh bereaksi keras terhadap keberadaan benda asing yang tiba-tiba menggantikan organ yang rusak. Reaksi antigen-antibodi namanya. Mantan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, yang berburu ginjal ke Cina selama tujuh bulan dan kembali ke Tanah Air dengan ginjal barunya, kini menghadapi persoalan itu. Kondisi Bang Ali memang berangsur-angsur membaik. Tapi, untuk menekan penolakan tubuhnya terhadap benda asing, ia harus menelan obat Tacrolimus. Dan setelah minum obat, selama dua jam berikutnya Ali mesti diisolasi karena imunitas tubuhnya menjadi sangat rendah dan rentan tertular penyakit. Obat manjur ini harus diminum tepat waktu dan tak boleh lupa. Untuk itu, Mia, sekretarisnya, sampai menyiapkan tiga jam weker untuk mengingatkan saat Ali harus minum obat. Dunia kesehatan kita memang semakin mendekati dunia otomotif: bentuk tubuh tetap orisinal, tapi suku cadangnya diperoleh dari pelbagai tempat. Kita tahu, selain Cak Narto yang pergi dengan hati barunya, Bang Ali yang semakin sehat dengan ginjal barunya, Haditomo, bos biro perjalanan Golden Rama Tour yang menjalani operasi transplantasi jantung di Amerika, masih banyak lagi warga kita yang berburu organ ke luar negeri. Indonesia sesungguhnya punya sejumlah bank jaringan. Namun, yang mereka tawarkan biasanya sangat terbatas: tulang manusia ataupun tulang sapi, yang biasanya sangat berguna dalam ortopedi (bedah tulang). Stok jaringan tulang bisa diperoleh dari mayat atau hasil amputasi. Di samping itu, kita juga menyimpan amnion (membran ari-ari untuk menutup luka bakar). Jaringan ini dipanen dari mayat-mayat tak dikenal yang telah menginap selama 2 x 24 jam di kamar mayat tapi tak diambil keluarganya (lihat juga Sebutir Kepala untuk Kemajuan Ilmu). Memang tak banyak yang bisa diharapkan dari kadaver atau mayat yang sudah bersemayam lama di kamar mayat. "Organ tubuh mereka seperti ginjal, hati, dan jantung tak bisa dimanfaatkan," ujar Dr. Nazly Hilmy, Wakil Presiden Asosiasi Bank Jaringan Indonesia, yang belakangan mengomando Bank Jaringan Riset Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan). Cuma, sayangnya, jumlah donor hidup yang memungkinkan pencangkokan organ yang masih segar baru segelintir. Dr. Abdurrahman, Direktur Pusat Biomaterial Bank Jaringan Dr. Soetomo, Surabaya, memberikan sejumlah angka yang mencerminkan satu keprihatinan. Tahun 2001 ada empat donor yang mendaftar, 2002 ada tiga donor, dan 2003 hingga Maret ini ada tiga donor. Jadi, semua masih bisa dihitung dengan jari. Salah satu donor itu adalah Honey Myrnawati. Arek Malang, Jawa Timur, ini pada Januari lalu menyatakan kesanggupannya mendonorkan seluruh tubuhnya di Bank Jaringan Dr. Soetomo. Niat nyonya berhidung mancung ini sudah disetujui suaminya, Tejo Birowo. Semuanya bermula saat ia mengantar jenazah teman dekat kakaknya yang mati mendadak. Ia pun sadar, setelah mati dan dikubur, jasad seseorang akan habis dimakan belatung. Dari situlah terlintas pikiran untuk menyumbangkan tubuhnya. "Kan banyak orang yang membutuhkan," ujar Honey, yang kini mengantongi kartu calon pendonor organ tubuh. Pasien yang membutuhkan donor kornea mata mungkin lebih beruntung. Sebab, kalangan yang bersedia mendonorkan matanya lumayan banyak. Di Jabotabek saja, menurut catatan dr. A.M. Ginting, Ketua Bank Mata Indonesia, ada sekitar 20 ribu donor. Memang belum tentu mata semua donor itu bisa dipanen. Halangan sering datang dari keluarga si donor. Mereka kadang tak memberi tahu ketika donor tersebut meninggal sehingga matanya tak bisa diambil. Rupanya, stiker yang ditempel di pintu rumah para donor dan kartu calon donor belum cukup untuk menyadarkan anggota keluarganya tentang niat mulia para donor tersebut. Kini, dari jumlah itu, rata-rata setahunnya ada 100 kornea yang bisa diambil. Jumlah itu dinilai tak memadai. Buntutnya, "Saat ini masih ada 800 orang yang masuk daftar tunggu," kata Ginting. Masih tersendat-sendatnya upaya menjaring donor untuk kemanusiaan itu, tak pelak, membuat Nazly, Abdurrahman, dan Ginting gemas. Kalau kendalanya agama, toh kalangan agamawan lintas agama, seperti Paus Yohanes Paulus II dan ulama di sejumlah negara Islam, juga telah menghalalkan tindakan itu. Agus Purwadianto, Presiden Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, yang aktif dalam masalah etika kedokteran, juga menyimpulkan: semua tak memasalahkan, bahkan menggunakan mayat tak dikenal untuk sekadar riset boleh-boleh saja. Tak jelas benar apakah cara berpikir yang kurang praktis-rasional di masyarakat Indonesia itu yang menjadi kendala utamanya. Yang terang, kini terjadi ketimpangan antara pasokan dan penerimaan. Itu pun bukan kasus di Indonesia saja. Menurut Badan Kesehatan Dunia, setiap tahun terdapat 105 ribu pasien gagal jantung di seluruh dunia yang membutuhkan pencangkokan. Tapi, persediaan donor hanya 3.000. Itu berarti 102 ribu pasien mesti mengantre. Kondisi yang sama terjadi di negeri ini. Sepanjang 1999-2000, tercatat sekitar 700 pasien gagal jantung yang berobat di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Dari jumlah itu, 10-15 persen membutuhkan transplantasi. Ketimpangan pasokan donor tak melulu terjadi pada pasien gagal jantung. Pasien gagal ginjal dan kerusakan hati meliputi jumlah yang sama. Dunia memang semakin sempit, ketergantungan semakin tinggi, dan jumlah orang yang membutuhkan uluran sesama semakin banyak. Dwi Wiyana, Sunudyantoro (Surabaya)

Ini Dia Donor Organ Anda…

Mata: Alat penglihatan

  • Umur donor seyogianya 12 tahun ke atas karena pertumbuhan kornea matanya sudah mencapai ketebalan standar seperti orang dewasa.
  • Selain sehat fisik dan mental, donor bebas dari virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis B, hepatitis C, cytomegalovirus, anjing gila, dan diabetes melitus.
  • Diambil maksimal 6 jam setelah donor mati. Lebih dari itu sudah mulai membusuk dan tak ada gunanya.
  • Tanpa pengawetan harus sudah dicangkokkan maksimal 48 jam setelah diambil dari donor.
  • Dengan pengawetan, misalnya diimpor dari luar negeri, harus dicangkokkan maksimal 2 minggu setelah dikirim.

Jantung: alat yang menyebabkan darah mengalir ke seluruh tubuh

  • Diambil setelah donor mati batang otaknya.
  • Selain sehat fisik dan mental, donor bebas dari virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis B, hepatitis C, cytomegalovirus, dan diabetes melitus.
  • Lebih bagus hasil cangkokannya jika usia donor dan penerima hampir sama atau usia donor lebih muda.
  • Usia donor seyogianya di bawah 55 tahun, penerima berusia di bawah 60 tahun.
  • Golongan darah donor dan penerima sama.
  • Ukuran jantung donor relatif sama dengan penerima.

Ginjal: alat pembentuh kemih, alat ekskresi terpenting dalam tubuh

  • Diambil setelah donor mati batang otaknya.
  • Bisa pula diambil dari donor yang masih hidup.
  • Usia donor seyogianya 16 tahun ke atas (ada juga sumber yang menyebut 18 tahun) hingga 65 tahun.
  • Biasanya donor punya hubungan kekerabatan dengan pasien.
  • Selain sehat fisik dan mental, donor bebas dari virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis B, hepatitis C, cytomegalovirus, dan diabetes melitus.
  • Golongan darah donor dan penerima sama.

Hati: kelenjar terbesar di tubuh yang terletak di bagian kanan atas rongga perut

  • Diambil setelah donor mati batang otaknya.
  • Bisa juga diambil dari donor yang masih hidup.
  • Usia donor seyogianya 18 tahun ke atas.
  • Selain sehat fisik dan mental, donor bebas dari virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis B, hepatitis C, cytomegalovirus, dan diabetes melitus.
  • Donor bukan penenggak alkohol aktif, apalagi pemabuk berat.
  • Jantung dan paru-parunya sehat dan tak butuh pengobatan tertentu.
  • Golongan darah donor dan penerima sama.
  • Ukuran hati donor hampir sama atau lebih besar dari milik penerima.

Tulang: jaringan keras yang membentuk rangka

  • Diambil dari donor yang sudah mati, bisa juga dari tulang pasien yang diamputasi.
  • Pengambilan dari donor mati, seperti dari korban tak dikenal dan tak diambil keluarganya, dilakukan setelah 2 x 24 jam mayat diinapkan di ruang mayat.
  • Usia donor 12-65 tahun.
  • Donor bebas dari virus atau penyakit menular seperti HIV/AIDS, hepatitis B, hepatitis C, diabetes melitus, cytomegalovirus, dan TBC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus