Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kesehatan mental adalah hal penting yang harus dijaga oleh setiap orang, termasuk lansia, karena keterasingan dan kesepian mempengaruhi keinginan untuk mengonsumsi makanan bergizi. Rasa sepi itu dapat mendorong lansia untuk menghabiskan waktu dengan berdiam diri, seperti tidur atau menonton televisi. "Kesepian menyebabkan orang kehilangan nafsu makan karena makan itu kegiatan sosial," kata Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia Siti Setiati di Jakarta 24 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menambahkan bahwa rasa kesepian akhirnya bisa menimbulkan masalah gizi pada orang lanjut usia karena nafsu makan berkurang. "Lansia kita cukup banyak yang hidup sendiri, kesepian membuat lansia malas makan," kata Siti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Masyarakat diminta waspada bila tubuh lansia jadi semakin kurus dari waktu ke waktu, terutama bila pola makan yang diterapkan bukan untuk mengurangi berat badan. Jika berat badan turun dalam tiga kurun tiga bulan dan nafsu makan berkurang, ada kemungkinan terjadi gangguan nutrisi.
Di Indonesia, sebanyak 34,71 persen lansia tinggal bersama keluarga tiga generasi, nilai ini menurun sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya.
Padahal berinteraksi dengan keluarga merupakan salah satu kunci penting dalam meningkatkan kualitas hidup lansia karena mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk merasakan keterlibatan sosial yang dapat menghadirkan perasaan bahagia. Kondisi ini dapat menurunkan risiko lansia untuk merasa kesepian atau diabaikan.
Siti menyarankan agar lansia tidak hidup sendirian, melainkan tinggal bersama dengan keluarga, seperti anak dan cucu, agar bisa terus berinteraksi dengan banyak orang dan mengusir risiko kesepian. Bila memungkinkan, dia menganjurkan tiga generasi hidup di atas atap yang sama agar lansia tidak merasa terasing atau ditinggalkan. "Tapi tidak mudah karena di era sekarang anak-anak ingin mandiri dan itu tantangan," katanya.
Ia menegaskan yang penting harus ada interaksi antar anggota keluarga yang menciptakan kebahagiaan bagi para lansia. Interaksi bersama anak atau cucu dapat menyuntikkan rasa bahagia, membuat lansia lebih bersemangat untuk menjalani hari dan mengonsumsi makanan bergizi. "Keterlibatan sosial itu salah satu faktor lebih penting dari gen. Orang panjang umur faktornya bukan semata-mata gen, tapi kebahagiaan penting untuk dibangun," kata Siti.
Ia berpesan kepada masyarakat agar tetap melibatkan lansia dalam aktivitas sehari-hari agar tidak merasa tertinggal, apalagi terisolasi. Berikan informasi dan hal-hal baru kepada lansia, ajaklah orang tua untuk memberikan pendapat dalam kehidupan sehari-hari, hingga bepergian bersama untuk menghibur diri di luar rumah.
Kondisi batin menjadi penting sebab fisik bukan satu-satunya faktor yang jadi indikator kesehatan. Siti menuturkan, sehat adalah ketika semua aspek seimbang, mulai dari fisik, mental, sosial dan juga spiritual.
Dari sisi kesehatan fisik, Siti menjelaskan lansia membutuhkan nutrisi yang seimbang dengan karbohidrat, protein dan juga mineral. Protein adalah yang utama untuk para lansia. Sebab, lansia membutuhkan asupan gizi untuk menjaga kualitas otot dan kesehatan tubuh.
Ia mengingatkan lansia untuk tetap beraktivitas fisik secara rutin setidaknya 150 menit setiap pekan, seperti berjalan kaki atau berenang. Olahraga sambil mengangkat beban untuk meningkatkan kekuatan otot juga disarankan. Namun, semuanya tetap disesuaikan dengan kondisi lansia. Bila memang ada keterbatasan fisik, seperti hanya bisa duduk di kursi roda atau berbaring di tempat tidur, bergerak bisa dilakukan sebisanya.
Baca: Pikun Sama dengan Demensia? Ini Penyebab Lansia Mengalaminya