NIAT baik untuk menolong para penderita penyakit jantung yang
tidak mampu tambah meningkat belakangan ini. Tiga minggu setelah
tim bedah jantung dari Amerika Serikat yang dipimpin Michael
Ellis Bakey pulang meninggalkan Jakarta, Nyonya 1. Rachmat
Saleh (istri Gubernur Bank Sentral) tampil dengan cita-citanya.
"Pada pertengahan bulan Oktober sebanyak 25 orang pasien akan
menjalani bedah jantung koroner. Usaha ini merupakan hasil
kerjasama antara Yayasan Bedah Jantung Indonesia bekerjasama
dengan RS Cipto Mangunkusumo dan Nederlandse Hartstichting
(yayasan jantung Belanda)," katanya dalam sebuah konperensi
pers.
Ada yang menyangka Yayasan Bedah Jantung Indonesia itu berdiri
setelah mendapat inspirasi dari kedatangan tim bedah jantung AS
tempo hari. Rupanya anggapan ini tidak benar. Sebab menurut
Nyonya Rachmat Saleh organisasi sosial yang diketuainya itu
sudah berdiri sejak 10 Januari 1980.
Memang pada awal berdirinya organisasi yang dipimpin oleh
sebagian besar istri kalangan Bank Indonesia itu masih bernama
Yayasan Bedah Jantung Remaja Indonesia. Karena ketika itu
kegiatannya hanya terpusat pada bantuan untuk anak-anak dan
remaja yang menderita kelainan jantung.
Beberapa remaja sempat dibantu yayasan yang mengirimkan mereka
ke Negeri Belanda untuk menjalani bedah jantung. Belakangan
organisasi itu memprakarsai pula bedah jantung untuk penderita
dewasa. "Karena semakin meluasnya aktivitas kami, maka sejak 21
Agustus 1981 organisasi ini berubah nama menjadi Yayasan Bedah
Jantung Indonesia," katanya.
Agak Longgar
Agak menarik juga melihat kegiatan YBJI ini. Kalau yayasan
jantung yang lain, seperti Dewi Sartika, Yayasan Jantung Koroner
dan Yayasan Kardiologi Indonesia berpusat dan bergerak di
Jakarta, yayasan jantung orang-orang bank ini mencurahkan
perhatian ke daerah. "Ini memang cita-cita kami untuk membantu
masyarakat di daerah," ucap Nini Suyanto, sekretaris yayasan.
Mereka memilih Surabaya sebagai pusat kegiatan. Kota itu
memiliki rumah sakit yang mempunyai dokter-dokter ahli jantung
dan punya fasilitas bedah meskipun tidak selengkap RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
Dalam bulan Oktober 1980 di RS Sutomo berhasil ditolong 6
penderita kelainan jantung remaja. Selain bantuan uang yang
diberikan yayasan untuk para pasien, dia juga menyumbangkan
peralatan ke rumahsakit itu sebesar Rp 75 Juta.
Bedah jantung yang dilakukan di Surabaya itu kedengarannya lebih
berani dibandingkan dengan yang dilakukan oleh tim DeBakey dari
AS baru-baru. Ada kesan bahwa pengalihan teknologi dalam bidang
bedah jantung dengan tim bedah Belanda yang didatangkan oleh
YBJI berjalan dengan agak longgar. Kalau tim DeBakey datang dan
melaksanakan bedah secara langsung, maka tim dari Belanda yang
ketika itu dipimpin Prof Dr. A.G. Brom, "hanya menjadi
pengawas-bagaimana dikatakan Nini Suy anto. Dokter asal
Surabaya yang melakukan. operasi, sebelumnya menjalani latihan
dulu di Leiden.
Setelah operasi di Surabaya itu berhasil baik, di RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta dilaksanakan pula operasi jantung untuk 6
anak, juga dengan pengawasan Dr. A.G. Brom. Sampai sekarang
sudah 20 anak yang dioperasi, satu di antaranya meninggal.
Menurut Nini Suyanto yayasan memang akan memberikan bantuan
kepada pasien yang kurang mampu. "Tapi kami juga berusaha untuk
menanamkan rasa tanggungjawab terhadap si pasien. Artinya si
penderita atau keluarganya diharapkan membayar semampunya
sebagai pernyataan tanggungjawab mereka," katanya.
Yayasan tidak mengeluarkan ongkos untuk kedatangan tim dokter
Belanda itu. Tarif serta ongkos perjalanan mereka ditangung oleh
yayasan jantung yang terdapat di Belanda. Yayasan jantung
Belanda itu kabarnya juga memberikan bantuan kepada
negara-negara di Afrika dan Amerika Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini