CUKUP banyak berita malapraktek diturunkan di media massa kita. Tetapi, hanya sedikit sekali yang berlanjut ke pengadilan. Dari kasus yang diajukan ke meja hijau, yang akhirnya diproses, masih bisa dihitung dengan jari. Sehingga ada kesan bahwa malapraktek di lingkungan kita masih ditutup-tutupi. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, jangan-jangan kasus yang terungkap hanya sebagian kecil saja dari seluruh malapraktek yang terjadi. Keadaan semacam itu ternyata gejala umum di seantero dunia. Malapraktek yang dirahasiakan para dokter inilah yang dibongkar Harvard Medical School. Rabu pekan lalu, sekolah kedokteran terkemuka di Amerika Serikat itu mengumumkan hasil penelitian mereka mengenai malapraktek di Negara Bagian New York. Penelitian ini sebuah evaluasi besar-besaran yang menelan biaya US$ 3,1 juta -- hampir Rp 6 milyar. Untuk mengungkapkan data malapraktek tersebut, tim Harvard Medical School membongkar 2,7 juta dokumen medik 1984 dari 51 rumah sakit di New York. Hasilnya menunjukkan bahwa selama tahun itu saja terjadi 133.000 malapraktek di negara bagian tersebut. Dari 133.000 kasus malapraktek itu, 7.000 pasien meninggal dan 99.000 mengalami cedera serius. Sisanya, sebanyak 27.000 kasus, sekalipun tidak berakibat fatal, seharusnya tidak perlu terjadi. Penyebabnya kelalaian dokter -- mereka meninggalkan pasien yang perlu diamati intensif. Lebih parah lagi, dari 133.000 malapraktek itu cuma 2.512 kasus yang dilaporkan, dan hanya 2% yang diajukan ke pengadilan. Jadi, tidak benar dugaan bahwa masyarakat Amerika lebih galak dalam menuntut dokter dibandingkan dengan masyarakat kita. Meski angka-angka malapraktek itu cukup mengejutkan, citra dokter di Amerika, seperti juga pada masyarakat kita, tetap baik. Sebuah pengumpulan pendapat, yang dilakukan harian Washington Post, pertengahan Februari lalu, menunjukkan bahwa 48% dari 1.008 responden merasa mendapat pelayanan baik. Sebanyak 59% cukup puas dan hanya 5% yang menyatakan dokter brengsek. Ketika ditanya, apakah dokter memberikan penjelasan tentang penyakit yang mereka derita: 90% menjawab "ya". Hanya 1% yang menyatakan "tidak". Jis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini