BEDAH jantung koroner ternyata bisa membuat pasien sulit memusatkan pikiran mereka. Beberapa evaluasi di Jerman Barat, dan negara-negara Skandinavia, menunjukkan sebagian pasien jantung terkena depresi dan penurunan kemampuan berpikir setelah menjalani bedah jantung koroner. Ada perkiraan 1 dari 5 operasi jantung koroner akan mengakibatkan kemunduran mental pada pasien. Bedah jantung koroner (cardio pulmonary bypass) secara teoretis memang mungkin mengakibatkan kemunduran mental pasien jantung. Penyebabnya adalah kerusakan sel-sel otak akibat strok yang berpangkal pada serangan jantung. Pada seseorang yang terkena serangan jantung, aliran darah ke otaknya terhambat karena tidak normalnya jantung memompa darah. Bila suplai oksigen yang dibawa darah terganggu lebih dari 15 menit, otak akan mengalami defisit oksigen. Setelah itu jaringannya cedera permanen. Kerusakan inilah yang mengakibatkan terganggunya sistem saraf pusat yang kemudian mempengaruhi berbagai kegiatan mental. Tujuan bedah jantung koroner sebenarnya justru untuk menghindari serangan jantung yang berakibat fatal pada otak. Dalam operasi ini beberapa pembuluh utama jantung yang tersumbat akibat tumpukan lemak diganti dengan pembuluh yang masih baik -- diambil dari bagian tubuh lain. Hasilnya secara umum menunjukkan serangan jantung memang bisa dihindari. Namun, operasi itu ternyata punya banyak kelemahan. Sudah tentu kelemahan operasi jantung koroner ini mengundang reaksi para ahli bedah jantung yang sudah mengembangkan operasi bypass menjadi industri. "Gangguan kemampuan mental itu tidak ada artinya," kata ahli bedah Dr. John Bell-Thompson dari Albert Einstein Medical Center, Philadelphia. "Secara total seseorang yang sudah menjalani bypass mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dari sebelumnya." Tentangan jaringan "industri bedah jantung" membuat pembuktian ironi bypass itu menjadi tidak mudah. Banyak klinik jantung tidak bersedia membantu memberikan data mengenai pasien mereka. University of Hamburg, Jerman Barat, yang menemukan gejala ini pada 1984, terpaksa membiayai sendiri penelitiannya -- hingga kini sudah menelan dana US$ 2,5 juta. Namun, para peneliti dari University of Hamburg tetap bertekad untuk meneruskan pengumpulan data mengenai dampak bedah jantung koroner karena mereka yakin dengan gejala yang mereka temukan lima tahun lalu itu. "Saya tidak ragu sedikit pun, bypass mengakibatkan kerusakan subtil pada sel-sel otak," kata Dr. Thorkel Aberg dari Umea University Hospital, Swedia, yang terlibat dalam penelitian itu. Kerusakan yang hanya bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan neuropsikologis itu, menurut Thorkel, luput dari perhatian ahli-ahli bedah jantung. Thorkel mengakui, hingga kini ia dan rekan-rekannya memang belum mempublikasikan penemuan mereka di jurnal mana pun. "Penelitian kami belum selesai," katanya. Pengamatan intensif terhadap dua grup pasien -- masing-masing 600 dan 150 pasien -- yang dimulai sejak 1984, baru akan selesai pada 1992. Thorkel juga menyatakan belum bisa memastikan penyebab kemunduran mental itu. "Kemunduran mental itu juga bisa akibat faktor eksternal, yaitu ketegangan psikologis," katanya. Namun, grup Thorkel bukan satu-satunya tim peneliti akibat bedah jantung kroner itu. Sebuah penelitian lain -- berskala internasional, melibatkan 9 medical center di Amerika Serikat, Italia, Finlandia, Brasil, Jerman, dan Kolumbia -- menemukan jawaban lebih jelas. "Kami menemukan, 60% kemunduran mental akibat bypass berakar pada penyebab-penyebab neurologis. Hanya 40% diakibatkan faktor luar," kata Dr. Allan Willner dari Long Island Jewish Medical Center yang terlibat dalam penelitian internasional itu. Willner mengungkapkan terdapat bukti-bukti jelas bahwa kemunduran mental itu segera terjadi setelah operasi jantung koroner dilakukan. Pada pengetesan setahun kemudian kemunduran itu terlihat makin nyata. Gejalanya yang paling utama adalah menurunnya daya ingat. "Ada beberapa penderita yang tidak bisa lagi mengisi teka-teki silang," kata Willner. Bagi mereka yang bekerja di bidang kerja rutin, kemunduran ini, menurut Willner, hampir tidak terasa. "Tapi bagi para pekerja profesional, kemunduran mental itu terasa sekali." Sebagian penderita mengeluh kehilangan kemampuan kerjanya. Paling tidak, mereka mengalami kesulitan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Sebagian lagi menyatakan tidak mampu memusatkan pikiran, bahkan tak mampu membaca lebih lama dari satu jam. Lepas dari perbedaan pendapat gawat tidaknya kemunduran mental itu, para ahli bedah jantung rata-rata mengakui penelitian akibat bypass itu harus diamati serius. Siapa tahu menandakan kelemahan metode bedah jantung koroner yang harus diperbaiki. Dugaan paling kuat sementara ini terarah pada mesin jantung yang digunakan dalam bedah jantung koroner. Mesin ini menggantikan fungsi jantung dan paru-paru selama operasi berlangsung. Ada dugaan di dalam mesin inilah terbentuk gelembung-gelembung udara yang kemudian terpompa ke otak. "Dampak mesin itu memang belum seluruhnya diketahui," kata Dr. Mark Kurusz, ahli mesin jantung University of Texas. "Turun naiknnya tekanan darah, gas-gas darah, sel-sel darah, pendinginan dan pemanasan pasien ketika operasi, adalah beberapa faktor yang sangat mungkin mempengaruhi kadar oksigen ketika darah mencapai otak." Metode bedah jantung koroner karena berbagai kelemahannya memang sudah waktunya dievaluasi. Bila Anda menderita penyakit jantung, dan masih memerlukan daya pikir, lebih baik berpikir dua kali sebelum memutuskan menjalani operasi jantung koroner. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini