Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seleb

6 Pernyataan Radhar Panca Dahana, Manusia Indonesia Hingga Revitalisasi TIM

Budaywan Radhar Panca Dahana, tidak hanya bersuara tentang seni budaya. Ia lantang pula menyampaikan pula tentang pembangunan manusia Indonesia.

23 April 2021 | 13.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sastrawan Radhar Panca Dahana (kanan) dan sejumlah seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli TIM melakukan aksi teatrikal di reruntuhan bongkaran Gedung Graha Bhakti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat, 14 Februari 2020. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Seniman, sastrawan, sekaligus budayawan, Radhar Panca Dahana meninggal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Kamis, 22 April 2021. Ia meninggal setelah melakukan cuci darah yang sudah rutin dilakukannya selama bertahun-tahun.

Radhar meninggal usai berjuang melawan gagal ginjal yang sudah ia rasakan sejak 20 tahun lalu. Radhar meninggal diusia 56 tahun. Menurut Chavchay Syaifullah, Ketua Balai Sastra Indonesia, Radhar menderita 24 penyakit yang berimbas dari gagal ginjal yang ia miliki.

Sastrawan yang sudah menggeluti dunia sastra sejak duduk di bangku Sekolah Dasar atau SD ini sudah banyak karyanya menghiasi dunia sastra Indonesia. Karya Radhar antara lain, Menjadi Manusia Indonesia, Lalu Aku, Jejak Posmodernisme, Cerita-cerita dari Negeri Asap, Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia, Dalam Sebotol Cokelat Cair, Metamorfosa Kosong, Manusia Istana, dan Manusia Istana.

Selain itu, Radhar juga menyumbangkan sumbangsih pemikirannya terhadap peristiwa politik hingga sosial budaya bagi Indonesia. Berikut cara pandang Radhar Panca Dahana dalam melihat Indonesia.

Pembangunan Budaya
Radhar hadir belasan budayawan senior diundang makan bersama Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, pada 22 Desember 2015. Saat pertemuan seray amenyantap hidangan itu, para budayawan mengusulkan agar pembangunan budaya juga menjadi prioritas pemerintah.


"Terlalu kering kalau pembangunan itu hanya diisi hanya pencapaian-pencapaian, ambisi yang bersifat material. Nah, dia keringnya itu lantaran tidak ada fundamen kebudayaan. Jadi tadi sambil makan siang kami bersepakat bahwa pembangunan mulai dari hari ini kalau bisa, dia dilandasi oleh pemahaman komprehensi dan hal-hal yang sangat penting dalam kebudayaan," tutur budayawan Radhar Panca Dahana usai pertemuan tersebut.

Pembangunan Manusia Indonesia
Pembangunan infrastruktur yang terkesan jor-joran, menggelitik daya kritis Radhar Panca Dahana. Seusai pertemuan dengan Jokowi, bersama 30 budayawan lainnya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, pada 6 April 2018, Radhar menyampaikan pandangannya, ia berharap pembangunan tak melulu urusan infrastruktur. Karena program revolusi mental semestinya menyasar pada nilai-nilai budaya.

"Misal regulasi, biasanya program dimainkan. Dalam istilah Butet (Kertarahardja), program kebudayaan itu sama dengan panti pijit. Isinya hanya entertaining. Jadi kalau ada Menkeu menganggap kebudayaan itu adalah dari sertijab, kita cuma dianggap sebagai topeng monyet saja. Nah, cara berpikir dan bersikap mereka memang tidak berbudaya. Jadi kita ingin untuk mengubah hulunya," katanya.

Radhar Panca Dahana mengatakan, ia dan para budayawan itu mendesak Jokowi memperhatikan pembangunan manusia Indonesia, pula.  "Pembangunan materialnya luar biasa terutama di bidang infrastruktur. Sebaliknya, pembangunan immaterial-nya, pembangunan kemanusiaannya memang tertinggal," kata dia, saat itu.

Kritik untuk Pemuda
Krtik ini ia sampaikan pada Oktober 2017 dalam diskusi Memaknai Sumpah Pemuda. Menurut Radhar pemuda saat ini tidak memiliki acuan sebab tidak bisa mengartikulasikan makna dari Sumpah Pemuda itu sendiri. Selain itu, semua acuan nilai-nilai yang dipelihara bangsa sudah berganti dengan tatanan baru.

“Apa yang terjadi sekarang adalah absennya acuan. Agama kering. Anak muda akhirnya mengambil acuan di dunia visual. Mereka lebih mengenal Korea atau Jepang, dibandingkan dengan daerah asalnya sendiri. Sekarang realitas kultural menjadi kacau balau,” ungkapnya.

Indonesia Butuh Ditaktor
Melihat kondisi politik Indonesia di medio 2012, Radhar mengatakan, “Tidak ada kepastian, dan cenderung memenangkan kaum elite pemiliki modal.” Hal ini yang membuat Radhar mengungkapkan bahwa Indonesia membutuhkan seorang ditaktor yang baik hati atau benevolent autocrats.

Selain itu pernyataan ini ia lontarkan karena maraknya kasus korupsi yang ada di Indonesia. Selain itu ia menyinggung kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlalu lemah untuk mengatasi permasalah korupsi yang dilakukan oleh penguasa.

Polemik PSSI
Tidak melulu soal seni dan forum kesenian, Radhar juga memberi kritikannya terhadap Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia atau PSSI. Kritk ini ia layangkan pada 2011 lalu ketika sepakbola Indonesia sedang kisruh. Menurutnya Ketua PSSI pada saat itu, Nurdin Halid berlindung dibawah statute FIFA. Radhar juga menilai Nurdin melawan pemerintah.

"Nurdin dianggap jadi penyebab, karena dia dianggap melangkahi aturan kepengurusan PSSI, padahal kita tahu dia ditindak secara kriminal tapi tetap jadi ketua," ungkapnya. Selain itu ia menambahkan bahwa Politik terlalu bermain untuk kepentingan kuasai akses ekonomi politik diranah sepak bola.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kritik Persoalan Revitalisasi TIM
Saat itu Radhar mewakili Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki atau TIM. Kritik pertama dari Radhar yaitu, desain dan arsitektur yang dalam revitalisasi TIM. Menurutnya desain bangunan terlalu modern dan tidak merepresentasikan budaya Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kritik berikutnya yang ia sampaikan yaitu Pemerintah DKI Jakarta yang tidak membicarakan pembagian ruang di TIM dengan PT. Jakarta Propertindo. Langkah ini penting dilakukan untuk menunjang ruang ekspresi, diskusi, hingga tempat nongkrong para seniman.

Kritikan ketiga Radhar mengenai pembangunan hotel di TIM yang sudah diklarifikasikan pemerintahan DKI Jakarta sebagai wisma seni. Menurut Radhar wisma seni memiliki bentuk yang sederhana dan harganya murah dibandingkan bangunan yang akan dibangun melalui proyek revitalisasi TIM. Selain itu, dengan adanya wisma seni, bisa membuat seniman merasa seperti dirumah sendiri.

Kritikan keempatnya terhadap revitalisasi TIM ia tujukan kepada pihak PT Jakpro dalam mengelola TIM. Menurutnya BUMD atau Badan Usaha Milik Daerah DKI Jakarta ikut campur dalam program di TIM. “Ya bagaimana, korporasi mengurus program kesenian itu agak mengganggu,” kata dia.

Kritik terakhir Radhar Panca Dahana yaitu menyinggung sikap Anies Baswedan yang menurutnya tidak pernah mengajak kelompoknya membahas revitalisasi TIM. Ia mengatakan, kepustusan Anies memilih Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ sebagai institusi representatif untuk berkomunikasi seputar revitalisasi tidak tepat. Hal ini yang membuat Radhar dan forumnya merasa tidak dianggap.

GERIN RIO PRANATA

Baca: Sebelum Meninggal, Radhar Panca Dahana Pikirkan Tentang Perampasan Hak Tanah


Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus