Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Apa Saja Perbedaan antara Blangkon Yogyakarta dan Solo?

Terlepas dari fungsinya sebagai penutup kepala, blangkon dalam setiap daerah memiliki perbedaa. Ini bedanya blangkon Yogyakarta dan Solo.

18 Juni 2023 | 18.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Blangkon gaya Yogyakarta. ANTARA/Noveradika

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Blangkon, termasuk penutup kepala yang menjadi pelengkap dalam pakaian adat pria di Jawa. Kain batik yang membentuk seperti kopiah ini awalnya bernama iket, menurut sebuah jurnal uns, yang berbentuk persegi empat dengan ukuran kurang lebih 105 cm x 105 cm. Kain tersebut kemudian dilipat menjadi dua sisi bentuk segitiga, lalu dililitkan pada kepala.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Secara umum, orang mengenal blangkon selalu melekat pada kesultanan Yogyakarta dan Surakarta (Solo). Di sisi lain, kedua daerah  sebenarnya menggunakan blangkon yang berbeda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perbedaan ini juga tak lepas dari sejarah saat Kesultanan Mataram terbagi menjadi dua, yaitu Yogyakarta dan Surakarta pada 1755. Sehingga membuat masyarakat tumbuh dengan budaya masing-masing. Berikut perbedaann keduanya disarikan dari jurnal.isi-ska.ac.id dan surakarta.go.id.

Blangkon Yogyakarta

Salah satunya, pria Yogyakarta dahulu masih berambut panjang, dan membuat mereka menggelung rambutnya. Gelung rambut ini menonjol dan disembunyikan di bawah blangkon, atau dikenal dengan blangkon jenis mondholan pada Yogyakarta. Dalam filosofi Jawa, rambut merupakan representasi perasaan (rahasia atau aib), yang harus disembunyikan untuk menjaga perasaan sendiri demi perasaan orang lain.

Blangkon Solo

Sementara pria Surakarta lebih dekat dengan orang-orang Belanda lebih mengenal cara bercukur dahulu. Alhasil, mereka mulai berambut pendek dan menggunakan blangkon tanpa mondolan, alias hanya mengikatkan dua pucuk helai pada kanan dan kiri kedua sisinya. 

Saat agama Islam masuk ke Jawa, bagian belakang blangkon yang terdapat 2 ujung kain yang terikat menjadi simbol dari syahadat Tauhid dan satu ujung lain adalah syahadat Rasul menjadi satu bermakna syahadatain. Kepala menurut orang Jawa merupakan bagian terhormat, sehingga blangkon ditempatkan paling atas. Juga segala pemikiran yang keluar dari kepala harus dilingkupi oleh syariat-syariat Islam.

Selain bentuknya, blangkon Yogyakarta dalam laman surakarta menggunakan motif kain modang, blumbangan, kumitir, celengkewengan, jumputan, sido asih, sido wirasat, atau taruntum. Berbeda dengan blangkon Solo, yang menggunakan motif keprabon, kesatrian, perbawan, dines, serta motif tempen. 

Solo dan Yogyakarta masuk ke dalam varian dari blangkon Kejawen, yang meliputi daerah Banyumas, Bagelen, Madiun, Kediri, dan Malang. Solo juga memiliki perbedaan dengan gaya utara dan selatan. 

Blangkon gaya Solo memiliki banyak persamaan dengan blangkon Pasundan, namun bentuknya berbeda. Adapun blangkon daerah yang berlokasi di pantai utara Pulau Jawa yang corak motif batiknya berbeda. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus