Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -sosok Ajip Rosidi dikenal sebagai orang yang galak. Sebagian kalangan sastrawan Sunda ikut kecipratan kritiknya. ”Orang ada yang tidak nyaman karena Kang Ajip orangnya tegas, bicara dan tulisan sama lurusnya,” kata budayawan Sunda Hawe Setiawan, Kamis 30 Juli 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hawe tergolong orang yang dekat dengan Ajip di kegiatan sastra dan budaya. Kritik dan tulisan Ajip biasanya langsung menjurus ke pokok masalah. “Tapi mereka yang kena kritik merasa substansinya tidak bisa diabaikan,” ujar Hawe.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Selain sastrawan, pelayan rumah makan dan petugas satuan pengamanan di Gedung Sate pernah ditegur Ajip. Gara-garanya, kata Hawe, mereka menyapa dengan bahasa Indonesia ketika menyambut kedatangannya. Ajip minta mereka memakai bahasa Sunda.
Hawe menduga Ajip menyadari sosoknya yang dikenal galak itu. Faktor itu juga mungkin kata Hawe yang membuat Ajip memilih tinggal di Pabelan, Magelang, Jawa tengah, selain alasan keluarga. “Kalau di Tatar Sunda atau Bandung bakal banyak sastrawan yang gerah,” ujarnya.Sastrawan senior Ajip Rosidi memberikan penjelasan mengenai pengembalian hadiah Habibie Award dalam keterangan pers di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 9 November 2018. Ajip Rosidi mengembalikan uang yang didapatnya dari penghargaan Habibie Award 2009. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Walau terkesan angker, Ajip sebenarnya suka humor juga. Dia bisa tertawa lepas ketika mengobrol dan suka makan bareng bersama orang di sekitarnya. Ajip, menurut Hawe punya energi yang besar dalam membaca dan menulis. “Beliau bisa cepat tapi juga cermat,” kata dia.
Lelaki kelahiran Majalengka, 31 Januari 1938, itu meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar, Magelang pasca operasi akibat jatuh di rumahnya di Pabelan. Ajip Rosidi wafat pada Rabu malam 29 Juli 2020 sekitar pukul 22.30 WIB.