Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Franz Magnis Pernah Dikira Hantu Saat Mendaki Gunung

Franz Magnis Suseno pernah dikira sebagai hantu oleh pendaki lain saat mendaki gunung seorang diri.

12 Februari 2019 | 16.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Franz Magnis Suseno (83), Rohaniawan Katolik dan Budayawan berpose mengenakan tas carrier saat di temui di Malang, Jawa Timur, 7 Februari 2019. TEMPO/Aris Novia Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Rohaniwan Franz Magnis Suseno, 82 tahun, memiliki cerita unik saat melakukan pendakian solo atau mendaki gunung seorang diri. Pada saat mendaki Gunung Gede di Jawa Barat pada beberapa tahun lalu, ia pernah disangka sebagai hantu oleh para pendaki lainnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat itu, kata Franz Magnis, ia memulai pendakian menuju puncak pada pukul 02:00 WIB dan sampai di puncak pada 08:00 WIB. Dalam perjalanan menuju puncak, ia tengah melintasi sebuah hutan dan melihat dengan sorot lampu senter ada rombongan lain di atasnya. “Mereka memanggil, saya tak bisa menjawab, hanya menarik nafas,” katanya kepada Tempo, Kamis lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat melewati rombongan itu yang tengah beristirahat, Franz Magnis datang dengan suara terengah-engah lantaran jalan menanjak yang menguras tenaganya. Rombongan itu pun merasa ketakutan akan keberadaan Franz Magnis. “Mereka takut, mengira ada roh,” ujarnya terkekeh.

Franz Magnis juga masih ingat pada sekitar tahun 1992-1993 saat menjabat Ketua STF Driyarkara, Senat Mahasiswa kampus itu mengadakan pelatihan di atas Gunung Gede. Para mahasiswa berangkat setelah Maghrib, sedangkan dirinya mendaki sendirian pada pukul 12 malam. “Saya berhasil melewati mereka, ternyata mereka belum sampai.”

Menurut Franz Magnis, pendakian gunung dilakukannya demi menghindari kepadatan manusia di perkotaan serta menyepi di atas sana. Baginya mendaki gunung seorang diri memberikan sensasi tersendiri. “Alam begitu indah.”

Romo Magnis, sapaan akrabnya, memang dikenal gemar mendaki gunung bahkan tak jarang ia melakukannya seorang diri. Ia bercerita telah mendaki Gunung Gede sebanyak 20 kali dan setengahnya mendaki seorang diri. Kegemarannya ini bermula saat mengenyam pendidikan Ilmu Kerohanian di Jerman pada 1957. Sekolah kerohanian tersebut dekat dengan pegunungan sehingga membuatnya ketagihan mendaki gunung.

Franz Magnis mengungkapkan dirinya sudah mendaki secara solo ke Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, di Jawa Tengah dan Gunung Welirang di Jawa Timur. Ia juga memiliki cerita menarik saat mendaki Gunung Raung di Jawa Timur bersama tiga orang pemandu asal Bondowoso, Jawa Timur.

Kala mendaki Gunung Raung, Franz Magnis dan para pemandu berjalan cukup lama dan menginap di sebuah hutan. Mereka pun memasang tenda untuk beristirahat, saat itu terjadi kejadian yang tak dilupakannya. Saat dirinya beristirahat, salah satu pemandu secara tak sengaja menendang api unggun. “Saya keluar tenda, api membesar,” ucapnya.

Api itu membesar lantaran banyak pohon pinus yang kering sehingga api cepat merembet. Franz Magnis dan rombongannya pun bingun karena tak bisa memadamkan api. Namun api dapat dipadamkan dengan cara dipukul menggunakan kayu. “Api itu dipukul sampai mati,” tuturnya.

Kendati pernah mendaki Gunung Alpen di Eropa pada 2009, Franz Magnis mengaku sudah memutuskan berhenti mendaki gunung. Ia menjelaskan lututnya mengalami radang sendi lutut karena terlalu banyak mendaki gunung. Akibatnya saat turun gunung, lutut terasa sakit. Hal ini sudah dirasakannya sejak 2003. “Saat naik tak apa-apa, pas turun lutut terasa sakit.”

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus