Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Anggota Komisi III DPRD Kota Batam IR H Suryanto ikut menyoroti persolan ditutupnya ikon pariwisata "Welcome to Batam" atau WTB akibat bangunan apartemen dan ruko di depannya. Menurut Suryanto meskipun mendapatkan keluhan sampai saat ini pemerintah Kota Batam belum mengambil tindakan kongkrit.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suryanto mengatakan, Pemerintah Kota Batam harus bertanggung jawab dengan masalah ini, sebelum ikon terkenal di Batam tersebut benar-benar hilang begitu saja. Saat ini bangunan ruko yang terdapat di depan landmark WTB tersebut sudah berdiri tiga lantai, dilihat dari papan proyek ruko akan dibangun lima lantai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sekarang WTB itu harus disepakati dulu, apakah WTB itu mau tetap dijadikan maskot Batam atau tidak, kalau masih ya harus dilindungi," kata Suryanto kepada awak media, Selasa, 14 Januari 2025.
Ia mengaku mau berkomentar karena sudah banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat. "Tugas kami menyampaikan itu," kata dia.
Menurut Suryanto, persoalan ikon WTB ini adalah kewenangan pemerintah Kota Batam, sedangkan alokasi lahan tentu wewenang BP Batam. "Ini mestinya bisa didudukan, apalagi pemerintah Kota Batam dan BP Batam adalah ex-officio (Pejabat Walikota Batam sudah sekaligus Kepala BP Batam)," kata dia.
Salah satu solusinya, kata Suryanto adalah perusahaan tidak boleh mendirikan bangunan terlalu tinggi, agar ikon ini tetap bisa dilihat wisatawan. "Saya sempat dengar juga solusi, dipindahkan saja WTB itu," kata dia.
Dia menambahkan, hal ini perlu disuarakan agar semua pihak membahas masalah ini. Polemik ini disebabkan kurang koordinasinya pengambil kebijakan pemerintah Kota Batam sehingga berdampak fatal. "Kurang koordinasi, tetapi fatal, kita tidak bisa salahkan pengusaha, mereka bangun ada izin dong, tetapi ini ada missed (komunikasi) dikebijakan," kata dia.
Sekarang tergantung kita semua kata Suryanto, apakah WTB ini tetap dipertahankan atau dibiarkan jadi kenangan. "Kalau mau WTB ini tetap ada ya wewenangnya ada di Pemko Batam," kata dia.
Meksi sudah banyak yang menyuarakan agar WTB dipertahankan, tetapi sampai sekarang sepertinya di lapangan tidak ada tindak lanjut yang kongkrit mengenai permasalahan ini, sehingga pembangunan ruko atau apartemen masih berjalan. "Komunitas pariwisata harus lebih bersuaralah," kata dia.
Polemik ancaman hilangnya ikon WTB
Sebelumnya beberapa wisatawan mancanegara dan nusantara mengeluhkan tertutupnya ikon WTB oleh bangunan ruko yang berada tepat di depan ikon. Sehingga wisatawan tidak bisa berfoto.
Tidak hanya dari wisatawan, keluhan itu juga disampikan pedagang kaki lima yang berada di area berfoto. Semenjak ruko itu menghalangi ikon tersebut, banyak wisatawan yang tidak jadi berkunjung ke kawasan tersebut.
Hal ini juga menjadi perhatian Ombudsman Kepri, "Saya kira Pemerintah Kota Batam, melalui wali kota terpilih, perlu mengkaji ulang proyek bangunan yang menutupi "Welcome to Batam" tersebut. Harus dilihat plus dan minusnya. Pemerintah juga perlu mendengarkan keluhan dan harapan masyarakat agar tidak ada penyesalan di kemudian hari," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lagat Siadari, kepada Tempo, Selasa 17 Desember 2024.
Lagat mengaku heran bagaimana izin pembangunan bangunan itu bisa dikeluarkan, karena bangunan itu menutupi landmark ikonik Kota Batam. "Artinya, dalam pelaksanaannya ini, ada persetujuan dari Otorita Batam (BP Batam sebagai pengelola lahan) dan Pemerintah Kota Batam melalui Dinas PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) terkait pemberian izin bangunan," ujarnya.
Meskipun bangunan tersebut sudah telanjur berdiri setinggi tiga lantai, Lagat meminta pemerintah daerah di Batam agar tidak tutup mata terhadap persoalan ini dan harus menanggapinya dengan serius. Lagat menekankan bahwa pemerintah harus berpihak kepada pelayanan publik yang adil bagi masyarakat.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam, Ardiwinata, menyatakan bahwa pihaknya sudah menerima keluhan tersebut dan telah menyampaikannya kepada instansi terkait. "Dinas Pariwisata punya keterbatasan kewenangan. Namun, kami tetap berharap ikon ini bisa dipertahankan," kata Ardi belum lama ini.