Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Surabaya - Seniman Surabaya mengenang kepergian Leo Kristi dengan menggelar konser "147 Hari Tanpa Leo Kristi" di JX International Convention Exhibition Surabaya, Sabtu malam, 14/10. Konser ini adalah bagian dari kegiatan Pasar Seni Lukis Indonesia 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tampil dalam acara mengenang Leo Kristi itu dua musisi yang sejak awal turut berproses mendampingi sang legenda di setiap penciptaan karya-karyanya, yakni Mung (pemain bas) dan Titik Soetopo, salah seorang penyanyi latarnya.
Dalam konser tersebut Mung dan Titik tampil membawakan 10 lagu Leo Kristi yang populer di era 1970-1980-an. Lagu-lagu itu adalah: Gulagalugu Suara Nelayan, Salam dari Desa, Lewat Kiara Condong dan Nyanyian Musim.
Mung bercerita bahwa salah satu kegiatan Leo dulu adalah kerap nongkrong sendirian di depan Rumah Sakit Darmo, Jalan Raya Darmo, Surabaya, siang hari. Waktu dia bertanya kenapa suka nongkrong sendirian di sana Leo mengaku senang melihat anak-anak SMA Santa Maria di seberang Rumah Sakit Darmo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kebiasaan nongkrong itu akhirnya melahirkan lagu berjudul SASL, kepanjangan dari "Solus Aegroti Suprema Lexest". Kalimat ini artinya: anugerah terindah dari Tuhan adalah kesehatan.
Kata-kata itu terpampang di pintu keluar Rumah Sakit Darmo Surabaya.
Penyanyi balada bernama asli Leo Imam Soekarno itu meninggal dunia di Bandung, Jawa Barat, pada usia 67 tahun, 21 Mei lalu.
Ketua panitia Pasar Seni Lukis Indonesia M Anis menyatakan akan konsisten menggelar konser mengenang Leo Kristi di setiap penyelenggaraannya. "Pada penyelenggaraan Pasar Seni Lukis Indonesia tahun depan bisa jadi kami gelar konser 567 Hari Tanpa Leo Kristi.”
Pasar Seni Lukis Indonesia 2017 merupakan penyelenggaraan tahun ke 10. Tiga tahun berturut-turut pada penyelenggaraan Pasar Seni Lukis Indonesia sebelumnya rutin dibuka oleh konser Leo Kristi. Anis menilai Leo Kristi adalah aset bangsa Indonesia. Dia menilai karya-karya Leo belum ada yang menandingi.
ANTARA