Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Jadi Kuliner Khas Murah Meriah, Yogyakarta Branding Angkringan dengan Jargon Echo

Branding dilakukan untuk meningkatkan kualitas angkringan, dilakukan dengan beberapa indikator.

31 Oktober 2023 | 11.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebagian orang yang pernah menyambangi Kota Yogyakarta pasti pernah melihat atau juga menjajal makan di angkringan. Angkringan merujuk gerobak makan pinggir jalan yang dilengkapi tenda terpal, kursi panjang atau tikar lesehan untuk makan minum. Ciri khasnya antara lain nasi bungkus porsi kecil, aneka sate dan gorengan, dan teko air atau ceret berjumlah dua hingga tiga buah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Merebaknya usaha angkringan itu dilirik Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sebagai satu bagian geliat pariwisata. Sebab, tempat makan ini juga menjadi jujugan wisatawan seperti saat transit menunggu bus atau baru turun dari bus di titik pemberhentian dekat destinasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Angkringan menjadi bagian penggeliat sektor wisata di Yogya, maka perlu mulai dipikirkan strategi branding angkringan itu," kata Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya pada Senin, 30 Oktober 2023.

Branding angkringan ini, kata Aman, lebih untuk meningkatkan kualitas angkringan itu agar usaha kecil mikro menengah atau UMKM itu juga berkelanjutan. Upaya tersebut ditempuh dengan strategi inovasi branding Echo atau akronim Enak Cetho atau Enak dan Jelas.

"Dari branding Echo ini, para penjual angkringan dapat meningkatkan mutu pangan sehingga berdampak pada tingkat kepercayaan konsumen dan wisatawan dalam mengkonsumsi makanan dan minuman yang dijual," kata dia. "Selain itu juga untuk meningkatkan kualitas wisata kuliner di Kota Yogya khususnya pada angkringan dengan konsep angkringan sehat," imbuhnya.

Menurutnya, salah satu faktor utama yang diperhatikan wisatawan dalam memilih kuliner angkringan adalah kebersihannya. Untuk itu diperlukan sebuah standar kebersihan untuk meningkatkan kualitas wisata kuliner angkringan agar dapat meningkatkan kepercayaan wisatawan terhadap menu di angkringan.

Aman menjelaskan penentuan pemberian branding ini dilakukan dengan beberapa indikator. Kualitas enak diukur dengan uji organoleptik, sedangkan standarisasi cetho PKL angkringan diukur melalui form skor keamanan pangan (SKP). Sementara, uji cemaran mikroba menggunakan analisis kuantitatif bahan pangan dengan metode total plate count (TPC).

Dipilihnya angkringan, lanjutnya, lantaran angkringan menjadi salah satu ikon wisata kuliner di Kota Yogyakarta. "Keistimewaan angkringan karena suasana kekeluargaan antar-penjual dan pembeli membuat kuliner ini sangat digemari wisatawan," kata dia.

Pada tahap branding ini dipilih 10 angkringan yang jadi prioritas. Sebanyak 10 angkringan tersebut diminta melakukan aktivitas memasak di tempatnya berjualan. 
Makanan yang disajikan bukan titipan atau sudah diolah pedagang sejak dari rumah.

Strategi inovasi branding Echo ini dinilai penting, lewat sosialisasi, monitoring dan evaluasi, agar terwujudnya angkringan sehat di Kota Yogya.

"Nantinya inovasi Echo kami terapkan bertahap di seluruh angkringan Kota Yogya, dari Dinas Kesehatan Kota Yogya juga akan dilibatkan lewat tenaga atau ahli gizi yang sudah terlatih," kata dia.

PRIBADI WICAKSONO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus