Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berbeda dengan kalender Masehi yang penggunaannya lebih untuk kerja sehari-hari dan adminsitrasi, seperti waktu untu bekerja, dan liburan. Kalender Jawa, meski juga berfungsi untuk menentukan dimulainya kerja, seperti membuka pasar, tapi juga punya fungsi lain, lebih dari sekadar mekanis sehari-hari. Misalnya, menentukan hari baik untuk melakukan sesuatu yang sudah kita hajatkan, seperti perjodohan dan hari pernikahan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, secara kebetulan, entah direncanakan atau tidak, Presiden Jokowi juga kerap memilih hari-hari tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan politik, salah satunya adalah perombakan kabinet atau reshuffle kabinet. Jokowi dalam beberapa kali reshuffle, memilih hari Rabu Pon untuk mengumumkan dan melantik anggota kabinet. Rabu Pon sendiri adalah penanggalan yang ada di dalam kalender Jawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kalender Jawa diciptakan oleh Raja Mataram Islam Sultan Agung pada tahun 1633 Masehi atau 1555 Saka. Sultan Agung mengganti sistem penanggalan atau kalender Saka—purwarupanya sudah ada sejak 911 sebelum masehi—yang berdasarkan peredaran matahari dengan sistem penanggalan yang berbasis peredaran bulan yang menjadi basis kalender hijriah atau penanggalan Islam.
Setelah diberlakukannya kalender Jawa, Sultan Agung membuat dekrit yang mewajibkan penggunaan kalender Jawa di seluruh wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram.
Dalam sistem penanggalannya, kalender Jawa memiliki istilah Saptawara atau padinan dan pancawara atau siklus lima hari. Saptawara atau padinan meliputi Ngahad (Dite), Senen (Soma), Selasa (Anggara), Rebo (Buda), Kemis (Respati), Jemuwah (Sukra), dan Setu (Tumpak). Siklus tujuh hari ini sewaktu dengan siklus mingguan pada kalender Masehi; Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat,dan Sabtu.
Lebih lanjut, penanggalan di Kalender Jawa juga terdiri dari pancawara atau siklus lima hari. Pancawara terdiri dari Kliwon (Kasih), Legi (Manis), Pahing (Jenar), Pon (Palguna), dan Wage (Cemengan). Pancawara juga biasa disebut sebagai pasaran.
Siklus ini dahulu digunakan oleh pedagang untuk membuka pasar sesuai hari pasaran yang ada. Karena itu kini banyak dikenal nama-nama pasar yang menggunakan nama pasaran tersebut, seperti Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Pahing, Pasar Pon, dan Pasar Wage.
Dalam penggunaan kaleder Jawa, harus mengetahui hitungan Weton. Hitungan Weton sering digunakan untuk menentukan jodoh dan hari pernikahan. Hitungan ini berfungsi untuk meramalkan kecocokan pasangan. Ramalan tersebut akan memprediksikan keberlangsungan pernikahan serta kecocokan antara calon pengantin. Jumlah Weton dapat diketahui dari hari lahir serta pasaran, rata-rata orang Jawa tahu hari lahir serta pasaran bahkan sampai ke yang lebih detail biasanya dicatat oleh orang tuanya.
Untuk menentukan keharmonisan dari Weton yang dihitung, terdapat istilah primbon atau petungan. Menurut keyakinan masyarakat Jawa, hal ini dapat menentukan atau mencari hari-hari baik dengan Petungan semua hajat dalam pesta Perkawinan akan mendapatkan keberuntungan, baik keberuntungan hajatan hingga rejeki sang pasangan.
Namun, dalam sistem Petungan atau Primbon tidak selalu mutlak dalam kebenaran, kadang kala setelah dilakukan sistem Petungan, masih terdapat sengkala atau halangan akibat ketidak beruntungan yang dialami oleh seseorang dalam melangsungkan pesta hajatan perkawinan.
Selain digunakan untuk menentukan jodoh, menurut keyakinan masyarakat, kalender Jawa juga digunakan untu berbagai macam hal seperti, untuk membangun rumah atau pindah rumah maupun untuk menentukan waktu untuk bepergian.
GERIN RIO PRANATA
Baca juga: Kalender Jawa, Cara Sultan Agung Menyelaraskan Adat Keraton dan Keislaman