Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Insiden meninggalnya dua pendaki, Lilie Wijayati Poegiono dan Elsa Laksono, di puncak Carstensz, Pegunungan Jayawijaya, Papua, mendapat respons dari pendaki gunung lain. Puncak gunung tertinggi di Indonesia ini dikenal memiliki medan cukup sulit, tetapi menjadi impian banyak pendaki.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pendaki gunung yang puluhan kali ke Carstensz, Fandhi Achmad Agi, mengatakan bahwa puncak yang termasuk tujuh gunung tertinggi di dunia atau World Seven Summits, terkenal dengan medan paling sulit di Indonesia. "Carstensz ini bukan gunung yang gampang," kata dia saat dihubungi Tempo, Ahad, 2 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa kali jalur menuju Carstensz sempat ditutup akibat jalur pendakian yang buruk. Terakhir, penutupan dilakukan pada 2019 dan baru dibuka pada 2024. Belum lama dibuka, Carstensz yang juga dikenal sebagai Puncak Jaya itu telah memakan beberapa korban. Sebelumnya pada Oktober-November 2024, ada dua pendaki meninggal.
Euforia Pembukaan Pendakian Carstensz
Pembukaan kembali pendakian Carstensz, yang beberapa kali ditutup, menimbulkan euforia bagi para pencinta alam bebas. Banyak pendaki yang bersemangat untuk melakukan ekspedisi ke sana.
Menurut Fandhi, dibandingkan dengan Seven Summits lain, seperti Everest yang tingginya 8.849 meter di atas permukaan laut (mdpl), Denali 6.190 mdpl, Aconcagua yang tingginya 6.959 mdpl, dan Kilimanjaro yang setinggi 5.895 mdpl, Carstensz tidak terlalu tinggi. Carstensz berada di ketinggian 4.884 mdpl, namun puncak inilah satu-satunya gunung technical.
Fandhi menjelaskan, dalam pendakian, gunung terdiri dari medan tracking peak dan climbing peak. "Jadi kalau dari 7 puncak di tujuh benua, 6 itu tracking peak. Hanya Carstensz satu-satunya climbing peak. Jadi untuk mencapai puncaknya butuh keterampilan," tutur pendaki 41 tahun yang dua kali mendaki Gunung Elbrus di Rusia pada 2016 dan 2018 itu.
Keterampilan yang dimaksud Fandhi di antaranya kemampuan memanjat tebing dengan skill tali-temali. "Nah, yang orang sering lupa, Carstensz itu gunung technical," kata pemilik jasa pendakian gunung di bawah PT Parama Aditya Travelindo, Depok, Jawa Barat, itu. Jadi, mendaki gunung seperti Carstensz butuh persiapan matang.
Fandhi bercerita, ia pernah bertemu pendaki asing. Pendaki ini sudah mencapai atap enam gunung dalam daftar World Seven Summits. "Tapi dia bilang, mendaki Carstensz itu lebih susah dari mendaki Everest karena technical," ucap anggota Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) itu.
Alumnus Universitas Indonesia yang tergabung dalam Mapala UI sejak 2005 itu menuturkan, kesulitan medan mencapai puncak Carstensz membuat pendaki harus melakukan pemanjatan. "Kalau gunung lain, asal dia (pendaki) mau bergerak, jalan, dia tetap bisa. Jadi Carstensz lebih susah," ujar Fandhi.
Medan Climbing Peak
Fandhi juga menjelaskan, di Carstensz terdapat trek dengan medan climbing peak. Medan ini terhubung dengan tali antara stasiun (pitch) dengan stasiun lain. Maka, jika ada pendaki tidak terampil dalam tali-temali, itu bisa menimbulkan masalah bagi pendaki lain.
"Di Carstensz itu, begitu satu orang ada masalah, pendaki lain akan stop karena lintasannya cuma satu," kata pendaki kelahiran Jakarta, 27 September 1983. Oleh sebab itu, pendakian gunung bersalju ini tidak boleh membawa banyak orang. "Kalau terlalu banyak, peluang orang trouble makin besar."
Informasi yang Fandhi terima, tim pendaki Carstensz yang tergabung dalam kelompok Lilie dan Elsa berjumlah 20 orang. Sebelumnya kabar beredar tim ini hanya 10 orang. "Bayangkan kalau yang sekarang ini ternyata 20 orang yang naik, ada 2 atau 3 orang yang trouble, itu sudah berapa kali stop?" ucap dia.
Dalam insiden pendakian yang menyebabkan tewasnya Lilie dan Elsa, bagi Fandhi, cuaca tidak menjadi satu-satunya faktor. Hal yang paling penting dalam pendakian ini adalah melakukan berbagai persiapan, seperti fisik, teknik, hingga pengetahuan.
"Jadi kita siap sehingga kita tidak bisa menyalahkan cuaca," ujar pelari gunung yang terlibat dalam Ultra-Trail du Mont-Blanc 2021 di Chamonix, Prancis.
Jenazah Lilie dan Elsa dikabarkan telah dibawa turun menuju Lembah Kuning. Jasad dua pendaki berusia mendekati 60 tahun itu dievakuasi dengan helikopter dari Timika pada Ahad pagi. Setelah itu, keduanya dipulangkan ke Jakarta.
Ketua APGI Rahman Mukhlis juga telah menerima kabar evakuasi pendaki Carstensz ini. "Semoga proses evakuasi besok (hari ini) benar-benar berjalan lancar," kata dia kepada Tempo, Ahad dinihari, 2 Maret 2025.
Pilihan Editor: 5 Fakta tentang Carstensz Pyramid, Puncak Tertinggi di Indonesia