Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Semarang - Museum bisa menjadi destinasi untuk mengisi liburan tahun baru. Bila Anda berada di Jawa Tengah, bisa bertandang ke Museum Kereta Api Ambarawa di Kabupaten Semarang. Di museum itu, sejarah perkeretaapian di Indonesia, dipaparkan dengan komplit. Museum ini terletak di Jalan Panjang Kidul nomor 1, Panjang Kidul, Panjang Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum memasuki museum, pengunjung dikenakan biaya tiket masuk Rp10 ribu untuk dewasa, dan Rp5 ribu untuk anak di atas tiga tahun dan pelajar. Tidak ada harga khusus di akhir pekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbagai lokomotif mesin uap dan mesin diesel masih bisa dilihat di museum. Informasi berbagai jenis kereta dan stasiun, hingga terowongan zaman Belanda dipajang di dinding untuk menambah pengetahuan wisatawan. Lokomitif uap dalam keterangannya, pertama kali beroperasi pada tahun 1867 dengan rute Semarang-Tanggung. Cara kerja mesin yakni dengan menggunakan tenaga uap hasil pembakaran kayu, batu bara, atau minyak bakar.
Berbagai mesin kereta peninggalan era Raja Willem I juga dipajang di berbagai sudut. Ruang stasiun kereta api masih megah berdiri, dengan berbagai instalasi mesin pembantu kerja perkeretaapian di dalamnya.
Tak hanya melihat berbagai koleksi museum kereta, pengunjung juga ditawarkan kemegahan rute menaiki kereta uap berusia ratusan tahun peninggalan Belanda. Manajer Museum Lawang Sewu dan Indonesia Railway Museum, Trisna Cahyani mengatakan, pengunjung yang ingin merasakan sensasi naik kereta uap tidak serta merta langsung bisa menikmatinya.
Stasiun Kereta Api Ambarawa di Kabupaten Semarang kini telah menjadi museum sejak tahun 1873. Pada bangunan bersejarah tersebut masih bertuliskan ANNO 1873, Willem I. Stasiun kereta pi tersebut dibangun saat Raja Willem berkuasa di zaman Hindia Belanda. TEMPO/Fitria Rahmawati
"Harus melalui pemesanan, ordernya melalui PT KA Pariwisata, anak perusahaan yang dipercaya PT KAI (Persero) untuk mengelola Lawang Sewu dan KA Ambarawa," kata Trisna, Sabtu (28/12/2019).
Meski demikian, pengunjung bisa menaiki kereta api wisata reguler dari lokomotif bermesin diesel yang didesain ulang sejak 1992. Menariknya, gerbong CR:71-1 yang masih asli sejak 1912 (direvitalisasi pada 1991) ini masih kokoh menampung penumpang. Gerbong tersebut mampu mengangkut hingga 25 orang. Interiornya membawa pengunjung ke awal abad 19, dengan atap kayu bercat putih di dalamnya dan kursi kayu bercat cokelat.
Tidak ada kaca pada jendela gerbong tersebut, namun penumpang dijamin keamanannya saat kereta melaju dengan kecepatan maksimal 45 km per jam. Selama perjalanan wisatawan ditemani satu pramuwisata mengenakan seragam putih bak petugas kereta api zaman Belanda. Ia yang menjelaskan mengenai sejarah kereta tersebut.
Tarif kereta reguler menggunakan kereta lokomotif bermesin diesel dikenakan Rp50.000 per orang -- tarif dikenakan mulai usia tiga tahun. Relasi yang ditawarkan hanya satu rute yakni dari Ambarawa menuju Stasiun Tuntang, kembali lagi ke Ambarawa.
Lama perjalanan yang ditempuh sekira 60 menit, dengan jarak 7 km. Rute itu mengajak pengunjung melewati pemandangan menarik, seperti area persawahan dan membelah Rawa Pening.
Pengunjung yang menaiki kereta harus mengantre saat dibuka pendaftaran tiket kereta wisata pada pukul 08.00 WIB. Praktiknya, banyak wisatawan yang mengantre sejak pukul 06.00 untuk merasakan menaiki kereta tua tersebut.
Interior gerbong tua CR:72-1 yang dibuat sejak 1991 masih terlihat baik. Atap gerbong terbuat dari kayu bercat putih, dengan kursi dari kayu bercat cokelat saling berhadapan. TEMPO/Fitria Rahmawati.
“Sekali berangkat bisa menampung hingga 150 orang, dengan rute yang sama, dan bisa sampai maksimal lima kali pemberangkatan. Namun itu kami harus mendapatkan izin dahulu untuk lima kali keberangkatan,” ungkap Trisna.
Trisna tak menampik banyak wisatawan yang kecewa karena belum bisa menikmati perjalanan dengan kereta wisata tersebut. Hal itu karena pihaknya mempertimbangkan sarana kereta yang sudah tua. Lokomotif bermesin diesel tidak dibuat lagi suku cadangnya sehingga bisa berisiko mogok jika dipaksakan.
“Kami juga mempertimbangkan pemesanan melalui online, namun kami lihat juga berbagai sisi baik dan buruknya. Kami juga harus mendengarkan saran dari pihak unit kereta api,” jelas Trisna.
Keberadaan kereta tua dengan mesin diesel, mampu menambah animo masyarakat untuk menggunakan dan mengenal kereta api pada zamannya. Kereta wisata lokomotif mesin diesel hanya bisa dijalankan saat akhir pekan dan tanggal merah saja.
"Untuk masa libur Natal dan Tahun Baru, pengoperasian KA Wisata dengan lokomotif diesel kami optimalkan sesuai kondisi dan sarana yang kami miliki. Kami mengupayakan penambahan lokomotif yang bisa digunakan sebagai dukungan tambahan bagi armada eksisting," jelas Trisna.
Rencananya, museum tersebut akan menambah wahana baru yakni Choochoo Train, sejenis kereta mini untuk mengelilingi museum.
"Odong-odong istilah awamnya. Saat ini dalam proses persiapan armada dan kru. Rencananya akan dikenakan tarif Rp10.000, tapi menunggu persetujuan dari atasan kami," tambah Trisna.
Hinga 25 Desember, setidaknya sudah ada 281.336 pengunjung yang masuk ke museum tersebut. Sementara, masyarakat yang menyewa kereta api ada 19.650. "Total ada 300.986 pengunjung sampai Hari Raya Natal, dan akan terus bertambah," kata Trisna.
Lokomotif mesin diesel D3024 bertuliskan 'repowered 1992 by PJKA/KRUPP' bersiap melaju menarik tiga gerbong berkapasitas hampir 100 penumpang di Stasiun Ambarawa dengan rute Setasiun Ambarawa-Stasiun Tuntang (PP). TEMPO/Fitria Rahmawati
Salah satu pengunjung, Vivi mengaku sudah mengantre sejak pagi untuk bisa menikmati wahana kereta bermesin diesel. Hanya saja, wisatawan asal Bandung itu masih kalah cepat dengan pengunjung lain yang datang jauh lebih awal.
Meski demikian, ia masih beruntung karena sempat berfoto di atas gerbong tua, sebelum kereta berangkat.
FITRIA RAHMAWATI