Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Makam hawa berlumut & jeddah yang... makam hawa berlumut & jeddah yang...

Makam siti hawa, istri nabi adam yang terdapat di kota jeddah, berlumut. kota jeddah sudah menjadi kota metropolitan. upah buruh di jeddah sangat mahal. penduduk arab saudi mengharap rumahnya digusur. (pjl)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUASANA hiruk pikuk dan suara buruh pelabuhan cukup membisingkan pada saat rombongan kami tiba di lapangan terbang Jeddah, menjelang subuh hari Minggu 3 Oktober lalu. Lapangan terbang ini luas, punya 2 jalur pendaratan. Gedung terminal yang modern itu tampak sedang diperluas. Tapi bagi orang yang pertama kali berkunjung ke Jeddah suasana pelayanan di sini terasa agak janggal. Buruhnya kaku dan kasar, mungkin karena pengaruh iklim gurun pasir yang ganas itu. Fasilitas ban berjalan untuk mengangkut barang-barang penumpang tak dimiliki oleh lapangan terbang internasional ini. Barang-barang penumpang hanya diangkut dengan kereta dorong. Atau dipikul oleh para buruh yang bertubuh kekar dan hitam, kemudian membantingnya ke tempat pemeriksaan duane. Di ruang tunggu tampak ratusan koper bertumpuk bagaikan "barang menanti tuan", karena tertinggal atau salah pesawat dan berasal dari berbagai penjuru dunia. "Ada yang sudah 3 bulan menginap di sini, tanpa seorangpun berani mengangkatnya", kata pejabat imigrasi. H. Daswarlin, pejabat Caruda yang ikut dalam perjalanan Jakarta - Jeddah - Mekah - Mina - Medinah - Jeddah ini rupanya tak ingin para tamunya ketingalan barang-barang. Ia cepat menghubungi 70 peserta rombongan agar mengawasi barang masing-masing. Syukurlah pemeriksaan duane berjalan lancar, tanpa satupun barang yang kurang, meskipun harus menunggu sampai 2 jam. Selama di Arab Saudi, yang mengecewakan cuma ketika meliwati pintu gerbang ini. Karena baru saja terjadi perampokan terhadap sebuah toko permata di Jeddah pengawasan terhadap lalu lintas barang dan orang diperketat. Semua koper, barang bawaan maupun penumpang yang hendak meninggalkan Jeddah diperiksa satu persatu. Sayangnya aparat keamanan dan duane di sini tidak diperlengkapi dengan ditector, sehingga penerbangan kembali terlambat kurang lebih 1 1/2 jam. Jeddah, dalam bahasa Indonesia berarti "nenek". Di kota ini terdapat makam Siti Hawa, isteri Nabi Adam itu. Makam ini dipagari tembok seluas kurang lebih 2 x lapangan sepakbola. Keadaannya tidak terawat baik, karena memang orang Arab Saudi tak punya tradisi menghormati makam meskipun yang dikubur itu umpamanya seorang ulama besar atau raja sekalipun. Selain pasir putih di sana sini dalam kompleks makam itu tumbuh pepohonan. Batubatu yang disusun di atas pusaranya telah hitam dan berlumut karena tua. Sebaliknya kota Jeddah sekarang tidak lagi memperlihatkan sebuah kota tua. Tapi telah berkembang menjadi kota metropolitan dengan gedung-gedung baru menjulang tinggi, jalan raya bertingkat dan sekaligus menjadi pusat kegiatan ekonomi perdagangan Kerajaan Saudi Arabia. Sementara jalan-jalan rayanya berjubel mobil saling berdesakan dan balapan. Nampaknya Saudi kini sadar di mana ia tertinggal. Di sepanjang jalan hilirmudik truk-truk besar mengangkut bahan bangunan seperti semen dan kayu. Konon kayu dan papan itu berasal dari Indonesia, tapi diekspor ke Saudi oleh Korea Selatan, Taiwan dan Jepang -- sementara kabarnya para eksportir kayu Indonesia makin berkeringat mencari pasaran. Ternyata yang diekspor ketiga negara tadi bukan cuma terbatas pada bahan bangunan, juga segala macam barang konsumsi sehari-hari. Mulai dari mobil, tekstil, hasil kerajinan tangan, minuman kaleng, sajadah sampai sandal dan segala macam alat elektronik. Bahkan, "di Jeddah saja terdapat 120.000 tenaga kerja asal Korea Selatan, Taiwan dan Jepang", kata pejabat imigrasi Malah orang Jepang spesial mengirim tenaga ke Jeddah hanya untuk belajar bahasa Arab untuk kemudian mengajarkannya kepada orang-orang Jepang yang mau kerja di sini. Upah Upah buruh di Jeddah termasuk mahal. Seorang buruh kasar bangunan tetap mendapat upah sekitar 1000 dollar Amerika sebulan atau sama dengan 3500 riyal. Upah harian tukang batu 100 riyal (Rp 12.000) sehari -- 1 riyal sama dengan Rp 120. Sedangkan tenaga pembantu alias kenek mendapat separonya. Dengan upah bulanan itu seorang pekerja sudah bisa hidup layak dan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk ditabung. Tapi mereka itu hanya diizinkan bekerja di Jeddah. Di Tanah Haram seperti di kota suci Mekah, dan Medinah hanya diperbolehkan bagi muslim saja, dan banyak diisi oleh tenaga buruh asal Yaman, Sudan dan Pakistan. Orang Indonesia yang bekerja menerima upah di seluruh Saudi diperkirakan 750 orang. Di antaranya sebagai pelayan hotel dan restourant, buruh kasar dan tukang. Betapa mahalnya upah buruh di Saudi didapat pada perbandingan antara harga jasa dan barang kebutuhan hidup. Sepiring nasi dengan seekor ikan goreng dapat diperoleh dengan harga 5 riyal. Buah-buahan seperti appel dan anggur 4 riyal sekilo. Satu slof rokok 555 SR (Saudi Riyal) 12,5, sebuah mobil Datsun SR 12 000 dan Mercedes Benz otomatis sekitar SR 45 000, pakaian tradisi Arab yang dikenal bernama Top dari katun 25 riyal. Sebuah radio kaset 3 band yang di Indonesia berharga sekitar Rp 50.000, di Mekah cuma 260 riyal atau Rp 31.200. Harga-harga yang relatif murah ini konon karena bea masuknya cuma 2,5% plus ongkos administrasi 1/2 %. Namun begitu, harga air minum mungkin termahal di seluruh dunia. Satu liter air berharga 3 Riyal atau 360 rupiah Indonesia. Jika 1 liter air itu ditukar dengan bensin akan diperoleh 21 liter. Dengan uang 1 riyal dapat diperoleh 7 liter super premium. Mengharap Digusur Hasil kekayaan minyak bumi dan gas alam Saudi agaknya sudah dirasakan oleh penduduk negeri ini. Jalan-jalan raya dibangun sampai ke tempat-tempat ziarah di berbagai kota dan desa. Begitu juga jaringan listerik. Untuk aliran listerik 500 watt ke bawah tak dipungut bayaran. Di atas 500 watt tarifnya 16 Riyal per kilowatt. Tak heran bila mesjid, toko-toko besar dan hotel-hotel bertaraf internasional selalu bermandi cahaya bagaikan pameran lampu. "Penduduk Saudi kebanyakan punya mobil tapi tak memiliki rumah", kata Dahlan, pemandu tour umroh yang pernah tinggal 5 tahun di Medinah. Dengan gaji 4000 riyal sebulan orang di Saudi belum mampu membangun rumah. Karena untuk membangun sebuah rumah minimal harus punya uang 200.000 Riyal. Maka rakyat Saudi umumnya lebih senang menyewa rumah secara turun temurun sampai anak cucu. Namun begitu, dikiri-kanan sepanjang jalan Jeddah - Mekah - Medinah berhektar-hektar tanah tampak sudah dikapling dengan diberi garis putih sampai ke lereng bukit. Milik para syekh, tuan tanah atau OKB. Bagi warga Saudi yang ingin membangun rumah, Kerajaan Saudi memberi bantuan kredit 70o yang dapat dicicil selama 10 tahun tanpa bunga. Sisanya, 30% ditanggung sendiri. Setelah mesjid Nabawi Medinah mengalami beberapa kali perluasan, sekarang sedang direncanakan untuk memperluasnya lagi sampai kira-kira 300 meter ke arah Uhud. Kini bulldozer sedang menggusur gedung-gedung bertingkat -- meskipun di antara gedung yang kena gusur itu baru berdiri. Bahkan ada gedung setengah rampung sudah digusur. "Pemiliknya tidak menangis, tapi ketawa", kata seorang Syekh asal Indosia di Medinah. Tentu saja, karena ia akan menjadi jutawan baru. Sebab untuk bangunan yang kena gusur mendapat penggantian beberapa kali lipat dari pemerintah. Bukan cuma itu. Mereka yang terkena gusur selain disediakan tempat penampungan yang baik, juga mendapat bantuan material berupa bahan bangunan. Alhasil menurut Syekh itu "ada yang sembahyang tahajud agar rumahnya digusur".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus