PERAMPOK
Lakon: J C.F. Schiller
Sutradara: Rendra
Produksi: Bengkel Teater
***
KALAU ada seorang putera adipati, Raden Legowo (Udin Syah), yang
mencoba mengkritik penguasa tertingginya, Sultan Agung di
Mataram, tetapi kemudian justru dianggap menentang pemerintah
dan karena itu harus ditangkap, lalu bagaimana sikapnya?
Semula Raden Legowo memang menolak anjuran para pengikutnya
untuk lari ke hutan dan menjadi perampok (bukan sembarang
perampok, tetapi perampok berbudi, yang hanya merampok orang
kaya dan membagikan harta rampokan kepada rakyat miskin).
Tetapi karena penjara dibayangkannya sebagai tempat yang tak
memungkinkan berbuat suatu apa, maka ia pun menyatakan bahwa
Raden Legowo telah tiada: yang ada sekarang adalah Joko Geger,
kepala perampok berbudi.
Ya, perampok berbudi, bisakah ini bertahan? Entah karena memang
sudah kodrat atau karena apa, rupanya jalan "kiri" ternyata
mudah sekali menggelincirkan orang untuk berbuat jabat yang
sebenar-benarnya.
Sebagaimana film-film detektip Italia yang banyak beredar kini,
Joko Geger pun akhirnya terbentur pada kenyataan ini: bekal yang
dikumpulkan oleh anak buahnya tidak selalu berasal dari orang
kaya yang korup -- tapi berasal dari milik rakyat yang diminta
dengan kekerasan -- dan korban-korban mereka pun bukan selalu
mereka yang dianggap jahat -- tetapi misalnya rakyat Desa Sumber
Agung yang tak berdosa apa-apa.
Penutup kisah yang disadur Rendra dari karya Schiller (1759 --
1805) ini, ternyata tak begitu memberikan masalah untuk
direnungkan. Tidak seperti awal-awal cerita yang memunculkan
berbagai pertanyaan: apakah Raden Legowo bisa menyelesaikan
konfliknya dengan Sultan Agung, apakah pengikut-pengikut Joko
Geger masih akan tetap setia, apakah rakyat berpendapat sama
dengan anggapan Joko Geger terhadap dirinya sendiri, lalu
bagaimana sikap Sunan Giri Prapen guru Raden Legowo? Penutupnya,
bagi saya, telah membuyarkan segala masalah yang disodorkan pada
awalnya: Roro Kumolo (Ami Bahruddin) tunangan Raden Legowo,
berhasil menemui Joko Geger dan menceritakan segalanya -- ulah
Raden Sudrajat (Rendra) adik Raden Legowo, yang mensabot surat
Legowo untuk Nyai Adipati Lumajang (Sitoresmi), ibunya, hingga
mengakibatkan yang teraknir itu mengutuk Legowo dan menyebabkan
kematiannya sendiri, karena rasa bersalah. Wafatnya sang ibu dan
terbongkarnya asal muasal bekal yang dirampas dari rakyat oleh
pengikutnya (agak mengherankan sebenarnya, bahwa Joko Geger baru
tahu asal muasal bekal-bekalnya setelah seorang pengikutnya yang
merasa berdosa menyatakan kepadanya) dan juga penolakan Sunan
Giri Prapen akan kiriman harta darinya, telah menyebabkan Joko
Geger kembali menjadi Raden Legowo yang memutuskan untuk pulang
ke Lumajang dan menghukum adiknya. Dan Sultan Agung pun
dikabarkan telah menyadari kesalahan-kesalahannya.
Sreg
Rendra dengan Bengkel Teater Yogya-nya, 7 - 10 Oktober kemarin
di Teater Terbuka TIM, lewat naskah yang disadur dari Schiller,
rupanya memang tak hendak berpelik-pelik, tak hendak
berprotes-protes. Dan mungkin karena itulah, pementasannya kali
ini enak diikuti, tidak membosankan meskipun ada dialog
panjang-panjang. Turun mainnya Rendra sendiri sebagai Raden
Sudrajat memang masih seperti dalam Hamlet atau Lingkaran Kapur
Putihnya yang lewat: ia menjadi terlalu menonjol lewat
permainannya yang begitu trampil dan menarik. Hanya kali ini tak
kepalang tanggung permainan Rendra, meskipun ia menonjol tapi
tidak mengganggu keseluruhan, dominan tapi tidak merusak
jalannya cerita, tidak menenggelamkan rekan bermainnya.
Adapun tentang Rujito penata panggung, kali ini agak kurang
"sreg". Gulungan kasur yang tempo hari begitu pas dalam
Lysistrata, rupanya untuk Perampok kurang bisa dirasakan
fungsinya: karena terasa begitu mengganggu komposisi-komposisi
pengelompokan.
Yah, Bengkel Teater Yogya kali ini memang lebih dipersiapkan
untuk mementaskan sebuah naskah yang tak begitu menantang (entah
sampai di mana. (Rendra mempermak naskah Schiller).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini