Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Rendra & perampoknya

W.s rendra dengan bengkel teater yogyakarta, bermain di teater terbuka, tim. naskahnya disadur dari naskah j.c.f. schiller, dipentaskan dengan baik & menarik. rendra sendiri melakonkan raden sudradjat.

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERAMPOK Lakon: J C.F. Schiller Sutradara: Rendra Produksi: Bengkel Teater *** KALAU ada seorang putera adipati, Raden Legowo (Udin Syah), yang mencoba mengkritik penguasa tertingginya, Sultan Agung di Mataram, tetapi kemudian justru dianggap menentang pemerintah dan karena itu harus ditangkap, lalu bagaimana sikapnya? Semula Raden Legowo memang menolak anjuran para pengikutnya untuk lari ke hutan dan menjadi perampok (bukan sembarang perampok, tetapi perampok berbudi, yang hanya merampok orang kaya dan membagikan harta rampokan kepada rakyat miskin). Tetapi karena penjara dibayangkannya sebagai tempat yang tak memungkinkan berbuat suatu apa, maka ia pun menyatakan bahwa Raden Legowo telah tiada: yang ada sekarang adalah Joko Geger, kepala perampok berbudi. Ya, perampok berbudi, bisakah ini bertahan? Entah karena memang sudah kodrat atau karena apa, rupanya jalan "kiri" ternyata mudah sekali menggelincirkan orang untuk berbuat jabat yang sebenar-benarnya. Sebagaimana film-film detektip Italia yang banyak beredar kini, Joko Geger pun akhirnya terbentur pada kenyataan ini: bekal yang dikumpulkan oleh anak buahnya tidak selalu berasal dari orang kaya yang korup -- tapi berasal dari milik rakyat yang diminta dengan kekerasan -- dan korban-korban mereka pun bukan selalu mereka yang dianggap jahat -- tetapi misalnya rakyat Desa Sumber Agung yang tak berdosa apa-apa. Penutup kisah yang disadur Rendra dari karya Schiller (1759 -- 1805) ini, ternyata tak begitu memberikan masalah untuk direnungkan. Tidak seperti awal-awal cerita yang memunculkan berbagai pertanyaan: apakah Raden Legowo bisa menyelesaikan konfliknya dengan Sultan Agung, apakah pengikut-pengikut Joko Geger masih akan tetap setia, apakah rakyat berpendapat sama dengan anggapan Joko Geger terhadap dirinya sendiri, lalu bagaimana sikap Sunan Giri Prapen guru Raden Legowo? Penutupnya, bagi saya, telah membuyarkan segala masalah yang disodorkan pada awalnya: Roro Kumolo (Ami Bahruddin) tunangan Raden Legowo, berhasil menemui Joko Geger dan menceritakan segalanya -- ulah Raden Sudrajat (Rendra) adik Raden Legowo, yang mensabot surat Legowo untuk Nyai Adipati Lumajang (Sitoresmi), ibunya, hingga mengakibatkan yang teraknir itu mengutuk Legowo dan menyebabkan kematiannya sendiri, karena rasa bersalah. Wafatnya sang ibu dan terbongkarnya asal muasal bekal yang dirampas dari rakyat oleh pengikutnya (agak mengherankan sebenarnya, bahwa Joko Geger baru tahu asal muasal bekal-bekalnya setelah seorang pengikutnya yang merasa berdosa menyatakan kepadanya) dan juga penolakan Sunan Giri Prapen akan kiriman harta darinya, telah menyebabkan Joko Geger kembali menjadi Raden Legowo yang memutuskan untuk pulang ke Lumajang dan menghukum adiknya. Dan Sultan Agung pun dikabarkan telah menyadari kesalahan-kesalahannya. Sreg Rendra dengan Bengkel Teater Yogya-nya, 7 - 10 Oktober kemarin di Teater Terbuka TIM, lewat naskah yang disadur dari Schiller, rupanya memang tak hendak berpelik-pelik, tak hendak berprotes-protes. Dan mungkin karena itulah, pementasannya kali ini enak diikuti, tidak membosankan meskipun ada dialog panjang-panjang. Turun mainnya Rendra sendiri sebagai Raden Sudrajat memang masih seperti dalam Hamlet atau Lingkaran Kapur Putihnya yang lewat: ia menjadi terlalu menonjol lewat permainannya yang begitu trampil dan menarik. Hanya kali ini tak kepalang tanggung permainan Rendra, meskipun ia menonjol tapi tidak mengganggu keseluruhan, dominan tapi tidak merusak jalannya cerita, tidak menenggelamkan rekan bermainnya. Adapun tentang Rujito penata panggung, kali ini agak kurang "sreg". Gulungan kasur yang tempo hari begitu pas dalam Lysistrata, rupanya untuk Perampok kurang bisa dirasakan fungsinya: karena terasa begitu mengganggu komposisi-komposisi pengelompokan. Yah, Bengkel Teater Yogya kali ini memang lebih dipersiapkan untuk mementaskan sebuah naskah yang tak begitu menantang (entah sampai di mana. (Rendra mempermak naskah Schiller).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus