Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Perjalanan

Mandi Safar, Ritual Tolak Bala di Mataram

Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar dan warga berkumpul di Gili Trawangan. Mereka menggelar Mandi Safar untuk meminta berkah dan tolak bala.

24 Oktober 2019 | 13.00 WIB

Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar saat digotong ramai-ramai ke laut, lalu turut mandi bersama warga. Dok. Humas Pemkab Luwu Utara
Perbesar
Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar saat digotong ramai-ramai ke laut, lalu turut mandi bersama warga. Dok. Humas Pemkab Luwu Utara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Mataram - Mandi Safar atau Rebo Bontong menjadi ritual rutin warga Lombok. Ritual yang jatuh setiap bulan Safar itu, merupakan perpaduan budaya warga Sasak dan Islam, untuk memohon berkah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kali ini, ritual Mandi Safar digelar Warga Gili Trawangan, sebagai bagian dari perhelatan Gili festival. Warga melakukan prosesi ritual Mandi Safar pada 23 Oktober 2019. Dimulai dengan pelepasan "sesaji" di perahu kecil yang dirangkaikan dengan "Serakalan" (Barzanji), zikir dan berdoa bersama yang dipimpin tokoh agama setempat. Ketiga rangkaian proses ini bertujuan memohon keselamatan dan tolak bala. 

Rangkaian acara dilanjutkan dengan ritual melepas atau "melarung sesaji" ke laut kemudian diperebutkan oleh warga. Prosesi ini, lalu diakhiri dengan acara mandi bersama di pantai.
 
Usai santap bersama Bupati Najmul Akhyar dan Wakil bupati Sarifudin, keduanya dibopong warga mandi bersama diikuti masyarakat tiga gili (Trawangan, Meno dan Air) serta wisatawan lokal maupun mancanegara yang antusias ikut mandi di pantai tersebut. 
 
Menurut Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar, mandi safar yang dikemas dalam kegiatan Gili Festival merupakan kegiatan yang bagus untuk memperkokoh kebersamaan antara pemerintah dengan masyarakat dan pelbagai unsur lainnya, dan menjadi agenda tahunan masyarakat Desa Gili Indah.
 
Sesaji yang siap dilarung dalam acara Mandi Safar. Foto: Humas Pemkab Lombok Utara
 
"Mungkin kami jarang bisa mandi bersama masyarakat, maka pada Rebo Bontong ini kami dapat melakukan itu,'' katanya. Ia menyebutkan Wakil Bupati dilarang mandi sama dokter, karena beliau sakit. ''Maka dengan mandi safar ini semoga penyakitnya sembuh," ujar Najmul Akhyar.
 
Rebo Bontong (hari rabu terakhir bulan Shafar), masyarakat Gili Indah yang nenek moyangnya berasal dari Bugis, menganggap ritual mandi Safar sebagai tolak bala. Harapannya, setelah gempa bumi setahun silam semua bala hilang dengan acara mandi Safar tersebut.
 
"Ini adalah simbol yang luar biasa yaitu mensucikan diri, tapi yang paling penting adalah apa yang kita lakukan setelah ini," ujar Najmul Akhyar.
 
Tokoh masyarakat Desa Gili Indah Haji Taufik menjelaskan bahwa Mandi Safar atau Rebo Bontong menjadi salah satu ritual adat masyarakat Gili Indah yang berasal dari Bugis dengan tujuan menyucikan diri. Leluhur mereka mempercayai Allah menurunkan bala ke bumi baik ke darat maupun ke laut.
 
''Itulah alasan teologis Mandi Safar ditradisikan masyarakat gili,'' ucap Taufik. "Tadi ada 99 lembar daun mangga yang di dalamnya ditulis surat Al-Ikhlas diniatkan supaya tidak ada lagi balak laut ini yang akan menimpa kita,'' katanya.
 
Mandi Safar dDimulai dengan pelepasan "sesaji" di perahu kecil yang dirangkaikan dengan "Serakalan" (Barzanji), zikir dan berdoa bersama. Dok. Humas Pemkab Lombok Utara
 
Daun mangga itu diangkat kembali dan dijatuhkan di sumur supaya bala di darat tidak sampai mengganggu.
 
Kepala Dusun Gili Trawangan Muhammad Husni, mengemukakan sebelum ritual mandi safar dimulai, terlebih dahulu diawali dengan selakaran dan zikiran. Mereka juga menyiapkan "larung" yang dihanyutkan ke laut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus