Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menonton pertunjukan ketoprak tak harus lebih dulu terbang ke Solo atau Yogyakarta. Bila tengah terpaku pada jadwal padat hingga tak bisa liburan ke luar kota, panggung ketoprak bisa ditemukan di Jakarta.
Coba cek jadwal di Gedung Kesenian Jakarta yang kerap membuat jadwal panggung ketoprak. Atau tengok juga ke Taman Ismail Marzuki. Kedua gedung kesenian ini bisa menjadi tempat melepas rindu pada pertunjukan budaya tersebut. Namun, kadang-kadang panggung ketoprak juga digelar untuk perayaan tertentu, di gedung lainnya.
Seperti yang ditampilkan Selasa malam, 18 Desember pun di Gedung Auditorium TVRI, Jakarta Pusat. Panggung ketoprak diadakan untuk memperingati Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember. Yang diangkat adalah kisah Sri Huning yang berlatar belakang akhir masa Kerajaan Majapahit. Berkisah tentang pergolakan antara cinta dan bela negara --yang diceritakan adalah Bojonegoro.
"Sri Huning ini harus memilih antara cintanya atau membela Bojonegoro yang diserang. Bagus sekali ceritanya karena menjelang Hari Ibu dan tentang wanita,” ujar sang sutradara Agus Marsudi, yang tak lain dari suami Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Uniknya, pemainnya pun tak biasa. Yang tampil di panggung adalah kelompok ibu yang tergabung dalam Fabulous Fun Fearless Females (F4), salah satunya, Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo Niken Widiastuti.
F4 merupakan komunitas yang beranggotakan kaum perempuan yang kebanyakan bertugas di kementerian atau lembaga, BUMN atau BUMD, pegawai swasta, dosen, jurnalis, serta pegiat masyarakat sipil.
Baca Juga: Sehari Mengunjungi 5 Tempat Ibadah Bersejarah di Jakarta
Rini Nur Adiati, koordinator acara menyebutkan ketoprak merupakan seni pertunjukan rakyat yang dapat digunakan sebagai media komunikasi. Panggung ketoprak dinilai efektif sebagai alat menyampaikan informasi dari masyarakat kepada pemerintah. Kemudian, dari pemerintah kepada masyarakat tanpa harus kehilangan fungsinya sebagai media hiburan.
Melalui pertunjukkan itu, Rini berharap F4 bisa menyampaikan isu-isu kekinian yang menyangkut kaum perempuan Indonesia. "Pendekatan budaya akan lebih mudah dipahami dan diterima masyarakat. Pementasan ini juga merupakan upaya ikut melestarikan seni pertunjukan tradisional yang kini mulai ditinggalkan seiring kemajuan era digital," ungkapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini