Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Krakatau di Provinsi Lampung berhasil meraih suara terbanyak dalam polling Volcano Cup 2018, Jumat, 2 Maret 2018. Pemilihan ini berlangsung selama 24 jam di akun Twitter milik vulkanolog Dr. Janine Krippner dan berakhir pukul 21.40 WIB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kompetisi gunung api ini diselenggarakan oleh para volkanolog di dunia, salah satunya Janine Krippner. Gunung api yang paling banyak dipilih warganet akan dibahas oleh para volkanolog.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Gunung Krakatau di final berhadapan dengan Gunung Taupo di New Zealand di final. Hasilnya, Krakatau unggul dengan meraih 59 persen suara dari total 4.223 pemilih. Sedangkan Taupo 41 persen.
Nama Krakatau sudah mendunia sejak lama. Terutama setelah letusan dahsyat pada Agustus 1883 silam.
Sejak itu, letusan akbar Gunung Pulau Krakatau diperingati setiap 27 Agustus. Di tanggal itu pada 1883, Krakatau yang muncul di perairan Selat Sunda meledak hingga dua per tiga tubuhnya hancur. Hujan abu, lontaran lava, dan tsunami menerjang pulau-pulau terdekat hingga pesisir selatan Lampung dan barat Banten.
Sejarah mencatat sedikitnya 36 ribu orang tewas. Rangkaian letusan besar yang dimulai sehari sebelumnya itu, menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuatan dan sebagian Gunung Rakata.
Ketiga gunung yang berkumpul di Pulau Krakatau itu, menurut para ahli bumi, tumbuh setelah ledakan Gunung Krakatau Purba yang diperkirakan terjadi pada 416 sebelum Masehi. Letusan itu pun menyisakan empat pulau, yaitu Sertung, Rakata, Panjang, dan Cupu.
Setelah 1883, dinasti gunung yang ganas itu belum tamat. Sebab Anak Krakatau muncul dari bawah laut. Ia mulai dikenali setelah menampakkan diri dari dalam laut pada 1929.
Riwayat suram leluhurnya seakan terpancar dari warna tubuhnya yang coklat kehitaman. Lerengnya yang berpasir dan tandus membuat pepohonan sulit tumbuh.
Pepohonan seperti ketapang, waru, pandan, atau cemara laut, sukses tumbuh lebat di pantainya dan hutan kecil di kaki gunung. Rasa takjub bercampur ngeri, membayangkan keaktifan gunung api ini kelak. Terlintas kepanikan warga dan terjangan tsunami seperti di film dokumenter Krakatoa.
Letusan Krakatau 1883 itu kemudian ditetapkan pula sebagai waktu kelahiran anaknya. Peringatan 134 tahun Gunung Anak Krakatau juga dilakukan meriah saat pergelaran Lampung Krakatau Festival.
Gunung Anak Krakatau berpuncak tumpul dengan lelehan lava di lerengnya. Gunung itu tumbuh rata-rata empat meter per tahun. Tingginya kini dari permukaan laut lebih dari 320 meter.
Perjalanan ke Gunung Anak Krakatau ini dari Lampung selatan dimulai dari Pelabuhan Bakauheni ke Pelabuhan Canti sekitar satu jam. Rombongan perlu menyewa angkutan kota yang bertarif Rp 450 ribu yang bisa diisi 10 orang.
Dari Pelabuhan Canti ke Pulau Sebesi, rombongan menyewa perahu seharga Rp 4-5 juta per hari pulang pergi. Per perahu bisa muat 30-40 orang, di dalam maupun di atas dek penumpang. Kapal sewaan bisa diminta untuk mengantar ke beberapa lokasi snorkeling seperti di sekitar Pulau Sebuku, Umang-umang, atau Lagoon Cabe.
Janine Krippner mengapresiasi kepada yang ikut polling. Menurut dia ada 27.056 total suara untuk semua gunung berapi sepanjang tahun 2018 #VolcanoCup. Dia pun menyatakan Krakatau sebagai pemenangnya.
"Terima kasih banyak telah membantu meningkatkan kesadaran tentang aktivitas vulkanik, bahaya, risiko, dan kesiagaan di seluruh dunia," ucap Janine Krippner di Twitter beberapa menit setelah polling usai.
ANWAR SISWADI (Bandung)
Artikel Lain: Hari Sumpah Pemuda, Eiger Bikin Ekspedisi 28 Gunung