Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu tradisi yang masih dijalankan oleh Suku Sasak di Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat adalah Bau Nyale atau menangkap cacing laut. Sebelum acara puncak itu, masyarakat adat biasanya melaksanakan ritual yamg disebut Sangkap Warige.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sangkap Warige merupakan musyawarah dari para tokoh budayawan dan tokoh agama. Musyawarah itu dilakukan untuk menentukan puncak dari tradisi Bau Nyale.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Waktu Bau Nyale itu tergantung hasil Sangkap Warige tanggal 11 Januari mendatang," kata Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Tengah Lendek Jayadi, Sabtu, 7 Januari 2023.
Tahun ini, menurut Lendek, pelaksanaan ritual itu berbeda dengan sebelumnya. Meski digelar sama-sama satu hari, Sangkap Warige kali ini akan digelar lebih panjang.
"Tahun ini waktunya lebih diperpanjang dari pagi diawali dengan Sangkep Madie atau para tokoh utama memulai perhitungan sehingga nanti di sidang paripurna tidak terlalu alot seperti tahun- tahun sebelumnya,” kata Lendek.
Ritual Sangkap Warige tahun ini dipusatkan di Desa Wisata Adat Ende, Desa Sengkol Kecamatan Pujut. Ritual itu pun tidak hanya sebagai salah satu penentu Bau Nyale, tapi juga menjadi salah satu atraksi utama yang menjadi daya tarik wisatawan di Desa Wisata Ende.
"Terlebih akan ada ajang awal yang dipersembahkan oleh pengelola di Ende ini seperti ritual di gunung Pujut kemudian di Bale Jajar menjadi daya tarik juga,” kata Lendek.
Tradisi Bau Nyale dan Putri Mandalika
Tradisi Suku Sasak ini selalu menarik perhatian setiap tahunnya. Bersamaan dengan pelaksanaan ritual itu, dilaksanakan festival untuk memeriahkan acara.
Saat tradisi Bau Nyale, ribuan warga dari berbagai daerah turun langsung ke laut untuk memburu cacing laut yang dipercaya merupakan jelmaan Putri Mandalika. Putri Mandalika adalah sosok putri dari kerajaan makmur di Lombok yang memiliki jiwa yang bersih dan rela berkorban untuk kesejahteraan masyarakat.
Karena keelokan parasa dan budinya, Putri Mandalika me jadi rebutan banyak pangeran dan kesatria pada masa itu. Untuk menghindari perpecahan akibat memperebutkan dirinya, sang putri membuat keputusan kepada siapapun yang hendak mendapatkan cinta sang putri harus hadir di Pantai Seger saat dini hari pada tanggal 20 bulan 10 pada penanggalan Suku Sasak. Mereka yang hendak melamarnya juga harus membawa seluruh pasukannya.
Pangeran, ksatria, dan pemuda berduyun-duyun mengikuti perintah sang putri. Tidak disangka, Putri Mandalika justru mendeklarasikan dirinya sebagai Nyale agar dirinya dapat "dinikmati" secara bersama-sama oleh semua orang. Ia lompat dari atas bukit ke laut dan tidak pernah muncul kembali. Orang-orang berusaha mencarinya, tetapi hanya mendapati Nyale, yaitu binatang laut yang bentuknya seperti cacing dengan warna beragam.
Dari kisah tersebut kemudian muncul tradisi Bau Nyale. Nyale hanya muncul sekali dalam setahun yang dipercayai sebagai hari saat menghilangnya Putri Mandalika. Nyale kemudian ditangkap dan dikonsumsi oleh masyarakat Mandalika pada acara Festival Bau Nyale.
Tradisi Bau Nyale diselenggarakan sekitar bulan Februari untuk Nyale awal dan Maret untuk Nyale akhir di Pantai Seger KEK atau di sepanjang pantai selatan Lombok Tengah.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu