Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mengenal Tradisi Slup-Slupan, Prosesi Pindah Rumah Masyarakat Jawa

Ada yang unik dari prosesi pindah rumah masyarakat Jawa, yakni tradisi slup-slupan. Bagaimana pelaksanaannya, bawa tanah dan air juga?

14 Maret 2022 | 18.35 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Relief bangunan rumah yang terdapat pada Candi Minak Jinggo di Dusun Unggah-unggahan, Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur, 29 November 2015. Bentuk bangunan rumahnya menyerupai pendopo, terbuka dengan tiang kayu penyangga berjumlah 4 sampai 8 buah. Lantai terbuat dari batu sungai yang ditutup dengan bata merah. Atap rumah berbentuk limas segitiga memanjang dari bahan kayu. ANTARA/Syaiful Arif

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Proses pindah rumah atau menempati rumah baru  bagi sebagian orang dianggap sebagai momentum sakral. Tak terkecuali masyarakat Jawa yang menggelar acara selamatan bernama tradisi slup-slupan ketika mendiami rumah yang baru selesai dibangun atau dibelinya. 

Tradisi slup-slupan merupakan sebuah upacara selamatan masyarakat Jawa ketika akan menempati rumah baru. Tradisi slup-slupan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas yang sudah diperoleh. Pemilik rumah baru atau seseorang yang pindah rumah akan mengundang para keluarga, kerabat, dan orang-orang disekitarnya. Bahkan, tamu undangan bisa merupakan warga satu desa atau dusun.

Melansir dari kebudayaan.kemdikbud.go.id, para tamu undangan yang hadir di tradisi slup-slupan akan makan bersama dengan menu berupa nasi gurih dengan pelengkapnya. Dalam prosesi ini juga disiapkan uba rampe dan bendera. Selain itu juga terdapat acara doa bersama. 

Tradisi slup-slupan diawali dengan satu orang yang memegang sapu lidi untuk menyapu. Sementara itu, satu orang lagi memegang lampu minyak dan tempat air. Setelah itu, keduanya berdoa di depan rumah. Acara dilanjutkan dengan mengelilingi rumah sembari menyapu dan menyiram rumah dengan air. Rangkaian acara tersebut memiliki makna filosofis mendalam bagi masyarakat Jawa.

Prosesi tersebut memiliki makna adem (nyaman) dan tenteram. Kegiatan menyapu dengan sapu lidi merupakan penggambaran untuk mengusir segala kotoran, baik kotoran fisik maupun kotoran non-fisik. Lampu yang digunakan untuk mengitari bertujuan agar senantiasa memeroleh pencerahan dalam hidup. Dalam tradisi slup-slupan juga terdapat pemasangan seperti padi, tebu, dan kelapa di posisi tengah atap rumah.

Pemasangan ubarampe tersebut supaya pemilik rumah mendapat kehidupan yang baik dan terjamin. Pada bagian ini juga tidak ketinggalan pemasangan bendera merah putih di posisi tengah-atas rumah. Pemasangan bendera merah putih sebagaimana dijelaskan dalam nu.or.id, berkaitan dengan sejarah. Pada zaman penjajahan, pelarangan pengibaran bendera merah putih ditempat umum sangat ketat diberlakukan.

Akhirnya, para orang tua zaman dahulu memasang bendera merah putih bersama dengan tebu, padi, dan kelapa supaya tidak dicurigai oleh penjajah. Pelaksanaan tradisi slup-slupan pindah rumah juga didasarkan pada penanggalan Jawa untuk menghitung hari baik. Dengan demikian. Tradisi slup-slupan tidak hanya mengajarkan rasa syukur atas nikmat berupa tempat tinggal dan keluarga, memeroleh selamat dan dijauhkan dari segala celaka, juga terdapat nilai implisit berupa nasionalisme agar selalu dijaga.

NAOMY A. NUGRAHENI 

Baca: Ingin Pindah Rumah? Intip 4 Hal yang Perlu Anda Lakukan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus