Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Langit di atas Sungai Cisadane tak begitu cerah sepanjang Sabtu dan Ahad 15-16 Juni 2024. Air sungai kecokelatan dengan sampah-sampah yang mengambang di atasnya tak menyurutkan 21 timl peserta lomba mendayung perahu naga dan papak dalam rangkaian puncak Festival Peh Cun. Mereka dengan ceria mengikuti aba-aba balapan sepanjang 500 meter dari Kalipasir ke Tao Pekong Air. Jarak itu dikurangi dari rencana semula 800 meter hingga Jembatan Kaca Gerendeng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Karena kemacetan mengular Tempo menyusuri sepanjang 2 kilometer jalan Kalipasir Indah menuju dari Tao Pekong Air dengan berjalan kaki. Dari titik ini perlombaan mendayung perahu naga (pha liung son) di Sungai Cisadane. Para peserta berkumpul dan bersiap-siap. Setelah beres, mereka bergerak menyusuri sungai menuju lokasi start di Kalipasir dan mendayung hingga finish di Tao Pekong Air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tampak penonton berdiri berjajar di sepanjang bantaran kali, menonton dari balik pagar besi yang membatasi sungai dan taman serta jalan promenede. Ratusan masyarakat tua, muda, besar, kecil menyaksikan kemeriahan lomba perahu naga dan papak itu.
Mereka bersorak manakala tim jagoan mereka mendayung lebih cepat dan sampai finish. Menurut panitia acara Suryadi, dari 22 tim peserta lomba Perahu Naga dan Papak, hanya satu yang mengundurkan diri yakni tim Dayak. Lainnya seperti; Kongco Pecun, Buaya Cisadane, Naga Hitam, JPC, Naga Hitam, Putra Bangsin tetap berlaga. Di antara nama-nama tim itu mengikuti dua perlombaan dengan setiap regu berisi 24 pendayung.
Perlombaan perahu naga sejatinya telah berlangsung sejak lebih satu abad silam atau tepatnya sejak 1910. Itu ditandai dengan pembuatan 4 perahu naga pada tahun 1911. Sebelumnya menurut Ketua Klenteng Boen Tek Bio Ruby Santamoko lomba perahu menggunakan gethek (bambu rakitan).
Baru pada 1911 perahu panjang berkepala naga dibuat. Ada 4 perahu naga yang setiap tahunnya dimandikan di Pendopo Peh Cun Tanah Gocap, Kota Tangerang. Dua diantara 4 perahu naga itu hingga kini masih digunakan untuk perlombaan mendayung termasuk Festival Peh Cun 2024.
Dua perahu naga berusia ratusan tahun itu diturunkan ke Sungai Cisadane dalam Festival Peh Cun 2024. Ada 4 perahu koleksi Perkumpulan Klenteng Boen Tek Bio yang digunakan untuk perlombaan mendayung, 2 perahu naga dan 2 perahu Papak dibuat antara tahun 1960 hingga 1980.
"Tahun ini, hanya dua perahu naga yang diturunkannya, dua lainnya perahu papak. Koleksi perahu kami ada enam buah," kata Ruby Santamoko, kepada Tempo Ahad 16 Juni 2024.
Festival Peh Cun ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou, dan dilakukan di berbagai kota di Indonesia dan negeri asalnya Tiongkok.
"Bedanya perahu naga dan papak, kalau peragu naga ada kepala naga di ujung perahu bagian depan,"kata Ruby.
Untuk pelaksanaan Festival Peh Cun tahun ini peserta dari seputar Tangerang, Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi saja tidak diikuti peserta mancanegara. "Alasan kami agar tidak membludak, sengaja dibatasi," ujar Ruby.
Sebab pada September 2024 mendatang pihaknya akan menyelnggarakan hajat internasional Arak-arakan Taopekong 12 Tahun Dewi Kwan Im. "Jadi Festival Peh Cun ini kami adakan bagian dari tradisi ritual seperti memandikan perahu naga, di Pendopo Peh Cun Tanah Gocap," kata Ruby.
Ruby mengatakan Festival Peh Cun di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok, dan tradisi yang tak lekang adalah memandikan perahu naga dan papak.
Perlombaan perahu naga dan papak Festival Peh Cun di Sungai Cisadane, Sabtu 15 Juni 2024. Tempo/ AYU CIPTA
Teladan Chu Yuan
Peh Cun adalah perayaan untuk menghormati serta meneladani sikap Chu Yuan atau dikenal juga dengan nama Kut Gwan seorang menteri pada masa lampau.
Chu Yuan adalah menteri yang jujur dan setia. Namun, para pejabat lain yang iri lantas menghasut raja, sehingga Chu Yuan diasingkan. Akhirnya Chu Yuan menceburkan diri ke Sungai Miluo.
Lalu menurut legenda, ia melompat ke sungai pada tanggal 5 bulan 5. Rakyat yang kemudian merasa sedih kemudian mencari-cari jenazah sang menteri di sungai tersebut. Mereka lalu melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tersebut tidak mengganggu jenazah sang menteri.
Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai tersebut maka mereka membungkusnya dengan daun-daunan yang dikenal sebagai bakcang sekarang. Para nelayan yang mencari-cari jenazah sang menteri dengan berperahu akhirnya menjadi cikal bakal dari perlombaan perahu naga setiap tahunnya.
Bermula Dari Tradisi Suku Kuno Yue di Tiongkok Selatan
Perayaan sejenis Peh Cun ini juga telah dirayakan oleh suku Yue di selatan Tiongkok pada zaman Dinasti Qin dan Dinasti Han. Perayaan yang mereka lakukan adalah satu bentuk peringatan dan penghormatan kepada nenek moyang mereka. Kemudian setelah terasimilasi secara budaya dengan suku Han yang mayoritas, perayaan ini kemudian berubah dan berkembang menjadi perayaan Peh Cun yang sekarang kita kenal.
Kata “peh cun” sendiri merupakan dialek Amoi (Minan) yang berarti “(men)dayung perahu ba chuan” dalam bahasa Mandarin hari raya ini disebut Duanwujie. Tak heran jika perlombaan dayung perahu naga menjadi ritual rutin dalam Festival Pehcun dan Festival Cisasadane. Dua kegiatan ini masuk menjadi kalender event Pemerintah Kota Tangerang.
Peh Cun Hilang semasa Orde Baru
Peneliti budaya Tionghoa asal Tangerang Frendi Frengklin menyebut, di Tangerang perayaan Peh Cun sudah dilakukan sejak 1910. Namun, ketika Orde Baru berkuasa festival berhenti karena larangan pemerintahan saat itu yang mengkaitkan warga etnis Tionghoa dikaitkan erat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Festival kembali dilakukan era reformasi kemudian bisa diselenggarakan kembali hingga sekarang.
Catatan Tempo, pada 2019 Peayaan Peh Cun dirangkaikan dengan berbagai kegiatan menarik sperti Festival Chili (cabai) era Boen Tek Bio ketua dibabat Hudaya Halim.yang juga pemilik Museum Benteng Heritage
Ruby Santamoko mengatakan Perayaan Peh Cun sempat vakum karena Covid-19, dan diadakan lagi pada 2023. Bahkan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Tangerang R. Rizal Ridolloh mengatakan Festival Peh Cun menjadi event tahunan Pemerintah Kota yang diselenggarakan masyarakat dan masuk menjadi warisan budaya tak benda yang tercatat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
"Festival Peh Cun juga menjadi daya tarik wisatawan domestik tahun ini meningkat sepuluh persen," kata Rizal.
Perlombaan perahu naga dan papak Festival Peh Cun di Sungai Cisadane, Sabtu 15 Juni 2024. Tempo/ AYU CIPTA
Sebelum di Cisadane Peh Cun Digelar di Jakarta
Dari laman warisan budayakemdikbud.id tertulis bahwa perayaan pehcun di Sungai Cisadane, Tangerang, merupakan salah satu yang tertua di Indonesia. Sudah ada sejak tahun 1910, perayaan yang digelar rutin oleh perkumpulan Boen Tek Bio ini selalu diisi oleh berbagai ritual dan tradisi unik.
Sebelum diadakan di Sungai Cisadane, perayaan ini diadakan di kawasan Kota, Jakarta. Tapi karena sungai di sana mengalami pendangkalan, perayaan pehcun dipindahkan ke Sungai Cisadane.
Dalam perayaan ini, diadakan berbagai tradisi yang tidak lepas dari kebudayaan sungai, seperti lomba perahu naga, lomba menangkap bebek, lempar bacang, hingga mendirikan telur di waktu Twan Ngo.