Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Klaten - Selain dikenal karena tradisi Yaqowiyu atau sebaran kue apem tiap bulan Sapar (bulan kedua dalam penanggalan Jawa), Kecamatan Jatinom di Kabupaten Klaten, sebenarnya juga memiliki sejumlah obyek wisata alam yang menarik. Namun, karena belum dikelola secara profesional, sebagian obyek wisata itu tak bertahan lama. Salah satunya Air Terjun Gemulai, obyek wisata alternatif di Dukuh Banyusri, Desa Krajan, Jatinom.
Baca: Sungai Pusur Klaten Dulu Jadi Tempat Sampah, Sekarang Bawa Berkah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada awal 2017, Air Terjun Gemulai cukup menyedot perhatian warganet setelah keelokan panoramanya tersiar di Instagram. “Saat itu sedang musimnya orang mengunggah foto-foto obyek wisata alternatif yang bernuansa alami di media sosial. Kami pun tergerak untuk mencari potensi di kampung kami dan menemukan air terjun itu,” kata Ketua Karang Taruna Dukuh Banyusri, Arifin Wahyu Nugroho kepada Tempo, Kamis, 16 Mei 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Air Terjun Gemulai sebenarnya hanyalah limpasan dari saluran irigasi yang berhulu di Sungai Gemuling di wilayah Desa Glagah, desa tetangga Krajan. Setelah mengairi areal persawahan warga, air irigasi itu mengakhiri perjalanannya di tebing batu sebelum kembali ke Sungai Gemuling yang melintasi Dukuh Banyusri, Krajan.
Karena ketinggian tebing di tepi sungai itu mencapai sekitar 10 meter, derasnya air dari sawah pun terburai layaknya kapas. Berkat kepiawaian para pemuda Banyusri dalam mengabadikan momen, foto-foto keindahan air terjun tanpa nama itu pun lekas membelalakkan mata para pengguna Instagram.
Lebatnya semak belukar di jalan setapak menuju Air Terjun Gemulai, obyek wisata alam di Dukuh Banyusri, Desa Krajan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten. Pada awal 2017 - medio 2018, Air Terjun Gemulai ramai dikunjungi wisatawan setelah menjadi viral di media sosial. Tempo/Dinda Leo Listy
Demi memudahkan penyebutannya, para pemuda menamai air terjun itu Gemulai; gubahan dari nama Sungai Gemuling agar lebih mudah diingat. Tak hanya air terjun, di tepi Sungai Gemuling juga terdapat curug dari mata air alami. Curug itu dinamai Curug Gandul, sama dengan nama sapaan sang penemunya, Agung Gandul.
Air Terjun Gemulai dan Curug Gandul itu masih diapit dua obyek lain yang tidak kalah menarik. Di sisi timur, terdapat bendungan beton yang besar dan tinggi; cukup nyaman untuk bermain air sambil berfoto. Adapun di sebelah baratnya terdapat Gunung Dele, petilasan kuno berupa susunan batu-batu mirip reruntuhan candi kecil yang dikeramatkan dan kerap menjadi tempat bersemedi.
Ada satu lagi obyek yang paling menggoda di kawasan Air Terjun Gemulai, yaitu cekungan semacam sendang kecil di aliran Sungai Gemuling. Namun, cekungan berair tenang yang berhiaskan air terjun kecil itu hanya boleh dipandang, terlarang untuk bermain apalagi berenang. “Selain karena unsur mistis, sendang itu sangat dalam. Pakai bambu belasan meter pun belum bisa menyentuh dasarnya,” kata Arifin.
Dengan keberadaan sendang, air terjun, curug, bendungan, dan petilasan kuno dalam satu kawasan, Sungai Gemuling berair jernih nan dangkal dengan hamparan batu-batu besar itu bak surga tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan yang menangkal teriknya sinar matahari.
“Dulu kami berangkat dari nol, dari membuka akses jalan yang tertutup semak belukar sampai membuat sejumlah fasilitas berbahan kayu dan bambu seperti jembatan kecil, tempat duduk, tempat ganti pakaian, pagar, dan lain-lain. Semuanya dikerjakan secara gotong-royong,” kata Arifin.
Sepanjang 2017 hingga medio 2018, kawasan Air Terjun Gemulai terus kedatangan pengunjung dari berbagai daerah. Bukan hanya wisatawan lokal dari Solo Raya dan sekitarnya, sejumlah turis mancanegara pun pernah menyambangi obyek wisata yang berjarak sekitar satu kilometer di barat Pasar Jatinom itu.
“Tim kami dulu hanya beranggotakan sepuluh orang, itu pun bergantian, tidak semuanya terjun tiap hari. Sebab, masing-masing punya pekerjaan pokok,” ujar Arifin. Karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing, sementara mengelola obyek wisata Air Terjun Gemulai masih sebatas kerja gotong-royong yang belum menjanjikan penghasilan tambahan, satu per satu anggota tim itu akhirnya mengundurkan diri.
Baca: Intip Kisah Kejayaan Pabrik Karung Goni Delanggu, Klaten
Kini, nasib Air Terjun Gemulai tak ubahnya Green Canyon Mini di Desa Socokangsi, Jatinom. Beragam fasilitas dan properti dari bambu yang dulu mempercantik obyek wisata itu kini lapuk dimakan lumut, tenggelam dalam semak belukar. Kendati demikian, keindahan Air Terjun Gemulai beserta curug, bendungan, sendangnya masih bisa dinikmati. Syaratnya, pengunjung musti menembus semak belukar di jalan setapak sejauh 300 meter dari lokasi parkir.