Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Noken Papua Spesial: Hanya untuk Lelaki, Harganya Selangit, dan Dilarang Menawar

Satu jenis noken Papua yang paling mahal seharga Rp 4 juta sampai lebih dari Rp 10 juta. Mencerminkan status sosial pemakai noken.

4 Desember 2020 | 19.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penggagas noken sebagai warisan budaya UNESCO, Titus Pekey bersama peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto. Dokuman Pribadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat umumnya mengetahui noken Papua adalah sebuah tas tradisional yang terbuat dari serat kulit kayu. Selain berfungsi sebagai tas untuk membawa berbagai barang hingga bayi, noken juga menjadi cermin status sosial pemakainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-bangsa atau UNESCO mengakui noken Papua sebagai warisan dunia pada 4 Desember 2012. Sebab itu Google Doodle menampilkan noken Papua di halaman utama pada hari ini, Jumat, 4 Desember 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto mengatakan terdapat banyak jenis noken di Papua. Masing-masing suku punya ciri khas noken tersendiri dengan nama sesuai bahasa daerah masing-masing. "Ada salah satu noken yang menarik, noken ini hanya dipakai oleh pria saja," kata Hari Suroto kepada Tempo, Jumat 4 Desember 2020.

Noken ini dibuat oleh Suku Mee yang tinggal di Kabupaten Dogiyai, Papua. Namanya toya agiya atau biasa disebut noken anggrek emas. Disebut anggrek emas karena terbuat dari tanaman anggrek dan warnanya kuning emas. "Noken ini hanya dibuat oleh pria Suku Mee," kata Hari Suroto yang juga dosen arkeologi Universitas Cenderawasih, ini.

Noken anggrek emas atau toya agiya buatan Suku Mee di Kabupaten Dogiyai, Papua. Dok. Hari Suroto

Kendati hanya dibuat oleh kaum lelaki, tak sembarang lelaki yang boleh memakai noken anggrek emas ini. Dalam tradisi Suku Mee, noken toya agiya hanya boleh dipakai oleh seorang tonowi. Tonowi adalah istilah yang mencerminkan seorang laki-laki yang berkuasa, kaya, punya banyak babi, banyak istri, dan pandai berpidato.

Noken anggrek emas ini sudah terbukti kuat, tak mudah robek, dan tahan lama. Proses pebuatannya juga terbilang rumit dan memakan waktu sampai tiga bulan. Musababnya, sulit mendapatkan tanaman anggrek sebagai bahan baku noken ini. Pembuatnya harus mencari ke dalam hutan yang jauh dari permukiman.

Tanaman anggrek sebagai bahan pembuat noken hanya ada di hutan sekitar Paniai, Dogiyai, Deyai, Papua. Anggrek ini tumbuh di batang pohon yang tinggi, sehingga harus memanjat untuk mendapatkannya. "Harus masuk hutan, melewati sungai dan jurang, dengan kondisi cuaca yang tidak menentu," kata Hari Suroto seraya mengusulkan budidaya tanaman anggrek agar perajin noken tidak kesulitan mencari bahan baku.

Tanaman anggrek bahan baku noken anggrek emas atau toya agiya yang dibuat oleh Suku Mee di Kabupaten Dogiyai, Papua. Foto: Hari Suroto

Bagi wisatawan yang ingin memiliki noken toya agiya dapat berkunjung ke Pasar Moanemani, Dogiyai, Papua. Noken ini dijual oleh pria Suku Mee. Cara menjualnya sambil dipakai, baik dilekatkan pada kepala atau diselempangkan di dada. Begitu melihat pria yang membawa noken berwarna kuning cerah di Pasar Moanemani, wisatawan tinggal menyampaikan keinginan untuk membeli noken tersebut.

Hanya saja, jangan terkejut dengan harganya. Jika noken biasa umumnya dijual mulai Rp 300 ribuan, noken anggrek emas ini dibanderol jutaan rupiah. "Harga satu buah noken anggrek emas Rp 4 juta hingga Rp 10 juta lebih," kata Hari Suroto. Sangat disarankan untuk tidak menawar sebagai bentuk apresiasi kepada pembuat noken.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus