Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kala Sistem Noken dalam Pileg 2024 di Papua Tengah Dirundung Masalah

Hakim MK kembali menegur KPU RI karena tidak membawa bukti berupa hasil noken atau formulir C Hasil Ikat Papua Tengah.

6 Mei 2024 | 12.06 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sistem noken atau ikat dalam Pemilihan Umum Legislatif atau Pileg 2024 dirundung sejumlah masalah. Hal ini terungkap dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat sidang lanjutan sengketa Pileg 2024 terkait perolehan suara di Provinsi Papua Tengah hari ini, Senin, 6 Mei 2024, Hakim MK Enny Nurbaningsih menegur Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI karena tidak membawa bukti berupa hasil noken atau formulir C Hasil Ikat Papua Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Diketahui, Provinsi Papua Tengah masih menggunakan sistem noken dalam Pileg 2024. Adapun hasil noken atau formulir C Hasil Ikat adalah bukti perolehan suara tingkat pertama (TPS) di Papua Tengah. Hasil noken ini penting untuk dihadirkan dalam sidang karena terdapat perbedaan hasil rekapitulasi penghitungan di tingkat kecamatan dan kabupaten/kota. 

"Ini kan mestinya harus ada hasil secara berjenjang, jadi C. Hasil Ikat, kemudian (formulir) D.Hasil Kecamatan/Distrik, baru Kabupaten. Ini kan mulainya dari D.Hasil Kecamatan dan Kabupaten, C.Hasil Ikatnya ada tidak? Biar bisa kita cocokkan," kata Enny.

Berikut sejumlah masalah yang ditengarai terkait sistem noken dalam Pileg 2024 yang dihimpun dari Tempo:

KPU butuh waktu siapkan hasil noken

Menanggapi pertanyaan Enny, anggota KPU RI sebagai pihak termohon, Yulianto Sudrajat, mengatakan, KPU masih memerlukan waktu untuk mempersiapkan hasil noken atau formulir C. Yulianto menyebut, hasil noken itu akan dihadirkan sebagai bukti tambahan. 

"Jadi yang dimasukkan ini sama sekali belum ada bukti C. Hasil Ikatnya ya? Ini tolong bisa dilihat penghitungan secara berjenjangnya dari mulai C Hasil Ikat," ujar Enny menanggapi jawaban Yulianto.

Ketua panel 3, Hakim Arief Hidayat meminta KPU melengkapi terlebih dulu hasil noken atau formulir C Hasil. Arief meminta hasil noken bisa dihadirkan siang ini. Meski demikian, KPU menyatakan keberatan untuk menghadirkan hasil noken itu.

"Kayaknya belum bisa (siang ini), Yang Mulia," ucap Yulianto.

 

Ketua KPU: Sistem noken agak aneh

Ketua KPU Hasyim Asy'ari sebelumnya mengakui bahwa sistem noken pada Pemilu 2024 agak aneh. Sebab, katanya, perolehan suara bisa mengalami perubahan di setiap tingkatan terhadap semua partai.

Hasyim mengatakan sistem noken biasanya konsisten. Dia menjelaskan, begitu noken diikat alias disepakati di desa, hasilnya akan konsisten baik di kecamatan maupun kabupaten.

"Baru kali ini, Yang Mulia," kata Hasyim dalam sidang sengketa pileg di Gedung MK, Jakarta pada Jumat, 3 Mei 2024. "Ini kok agak aneh di setiap tingkatan berubah, dan itu terjadi di semua partai."

Hasyim menuturkan, sistem noken pada pemilu 2024 digunakan di Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Khusus Papua Pegunungan, 2 dari 8 kabupaten, yakni Kabupaten Pegunungan Bintang dan Lani Jaya, tidak mempraktikkan sistem ini. 

"Dalam rekapitulasi yang kami laksanakan, fenomenanya adalah, mohon maaf ya, istilah saya itu merata terkena pada semua partai dan di semua tingkatan," beber Hasyim.

Hasyim mengungkapkan, saat rekapitulasi dirinya sempat bertanya kepada rekan-rekan partai maupun saksi partai dari Papua Pegunungan atau rekan-rekan KPU. Dia bertanya, apakah ada mekanisme noken di mana perjanjian lama di tingkat desa bisa diubah dengan perjanjian baru oleh kepala suku tingkat kecamatan atau kabupaten.

"Enggak ada yang bisa jawab," ucap Hasyim.

Minta dihadirkan ahli noken

Oleh karena itu, dia menyarankan MK untuk menghadirkan ahli yang memahami dan pernah meneliti tentang noken. Misalnya, ahli sosiologi, ahli antropologi, akademisi di Papua, dan sebagainya.

Salah satu perkara yang mempermasalahkan sistem noken adalah nomor 231-01-05-37/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024. Pemohon perkara ini adalah Partai Nasional Demokrat alias NasDem.

Partai yang dipimpin oleh Surya Paloh ini mengklaim seharusnya memperoleh 551.293 suara di dapil Papua Pegunungan. Sedangkan KPU mencatat suara NasDem sebanyak 482.364 suara. Dengan demikian, ada selisih 68.929 suara.

Menurut NasDem, selisih suara tersebut beralih ke partai lain, yakni PSI dan PAN. PSI memperoleh 96.512 suara versi KPU, tapi menurut NasDem partai yang dipimpin Kaesang Pangarep itu hanya mendapatkan 39.612 suara. Sehingga ada selisih 56.900 suara.

NasDem juga menuding ada selisih perolehan suara di PAN sebanyak 12.029. Menurut KPU, PAN memperoleh 189.105 suara. Tapi menurut NasDem, partai pimpinan Zulkifli Hasan ini mendapatkan 177.076 suara di Papua Tengah.

 

Perludem sebut sistem noken perlu diubah

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem menyatakan sistem noken atau keputusan pemilihan dipercayakan kepada ketua atau pemimpin suku dalam pemilu, yang terutama dilakukan di beberapa wilayah Papua, perlu diubah ke pelibatan partisipasi publik secara aktif.

Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan, wilayah di Papua yang menggunakan sistem noken mencatatkan gugatan terbanyak Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya daerah-daerah di Provinsi Papua Tengah.

"Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suaranya secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara, tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lainnya," ujar Ihsan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 27 Maret 2024.

Dia mengatakan, jika tidak dibenahi, kondisi demikian akan terus berulang. Apabila sistem noken ingin dipertahankan, ujar dia, pelaksanaannya harus secara transparan, akuntabel, dan membuka ruang keterlibatan publik secara luas.

Perludem mencatat, dari 277 sengketa Pemilu 2024 yang masuk ke MK, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah atau 21 PHPU. Menurut Ihsan, tingginya angka tersebut menggambarkan kurangnya persiapan penyelenggara pemilu di Papua Tengah.

Ihsan menyebutkan hanya dua kabupaten di Papua Tengah yang melaksanakan pemilu secara langsung. Selebihnya enam kabupaten masih menggunakan sistem noken, yakni Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai.

Selain itu, terjadi kekerasan horizontal di Papua Tengah saat pelaksanaan Pemilu 2024 yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa, yakni terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam lainnya demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu.

"Faktanya bukan hanya banyak sengketa, tetapi juga terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuh korban," tuturnya.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan ketentuan sistem noken perlu dibenahi kembali untuk kepentingan jangka panjang. Dengan demikian, setiap keunikan dalam metode pemilihan noken dapat diakomodasi secara legal dan dengan standar yang baik.

Titi juga mendukung pembenahan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pelaksana pemilu di daerah Papua, salah satunya perekrutan petugas yang dilakukan secara profesional melalui seleksi yang ketat, bukan karena kedekatan atau nepotisme.

"Kalau belum memungkinkan penduduk lokal maka baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi induk maupun KPU RI harus memberikan supervisi secara langsung," kata Titi.

Dia menuturkan, dari lima provinsi di Pulau Cenderawasih, tiga di antaranya masuk 10 besar provinsi di Indonesia yang paling banyak melaporkan sengketa Pemilu 2024 ke MK, yakni Papua Tengah dengan 21 PHPU, Papua dengan 15 sengketa, dan Papua Pegunungan dengan 11 kasus.

YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | AMELIA RAHIMA SARI | ANTARA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus