Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pantai di pesisir selatan Jawa Timur memiliki ombak yang dahsyat. Pasalnya, Samudera Indonesia bukan hanya terkenal dengan legenda Ratu Laut Selatan, namun juga ombak raksasanya. Salah satunya Pantai Plengkung – yang disebut G-Land – oleh para peselancar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantai Plengkung bukan destinasi asing bagi peselancar dunia. Mike dan Bill Boyum, duo peselancar asal Amerika Serikat itu menemukannya pada tahun 1972. Lokasinya yang berhadapan dengan Samudera Indonesia, membuat pantai itu bergelombang besar, memanjang, tinggi, dan berkecepatan tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, pipeline atau ombak yang berbentuk tabung itu hadir tidak setiap waktu. Hanya terjadi seminggu setelah bulan purnama di sepanjang bulan April sampai September. Selain ombak, lokasinya yang berada di tengah hutan belantara lebat itu, membuatnya digandrungi wisatawan. Lokasinya tepat berada di Taman Nasional Alas Purwo.
Para peselancar biasanya memesan terlebih dahulu, sebelum berkunjung ke Pantai Plengkung. Selain kamarnya terbatas, tak ada transportasi umum menuju dua resor di pantai itu. Untuk menuju Pantai G-Land, turis bisa datang dari Banyuwangi atau Bali. Inilah yang membuat pamor Banyuwangi meningkat, sekaligus menjadi ajang jualang agen perjalanan di Bali.
Ombak Pantai Plengkung, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, bisa mencapai ketinggian 6 - 7 kaki dengan panjang mencapai 1-2 km serta berlapis-lapis sangat baik untuk olah raga surfing. (Foto: Humas Protokol Banyuwangi)
Cara Menuju Pantai Plengkung
Jika dari pusat kota Banyuwangi, wisatawan bisa langsung menuju Taman Nasional Alas Purwo. Biasanya menggunakan mobi atau motor sewaan. Setiap pengunjung dikenai retribusi, untuk wisatawan nusantara Rp15.000 per orang dan wisatawan mancanegara Rp150.000 per orang.
Perjalanan belum tuntas. Dari pos Jaga Pancur, wisatawan melanjutkan perjalanan dengan menyewa kendaraan penjaga untuk menuju Pantai Plengkung. Pasalnya, kendaraan pribadi tak diperkenankan masuk. Biaya sewa mobil itu, Rp200 ribu untu lima sampai enam orang. Perjalanan bisa memankan waktu hingga sejam lebih, pasalnya, jalan di tengah hutan Alas Purwo belum diaspal mulus.
Wisatawan yang datang dari Bali, jauh lebih mudah. Mereka menggunakan kapal cepat dari Dermaga Kuta Reef di kawasan Kuta. Jarak tempuhnya mencapai 3,5 jam dan berlabuh di dermaga resor. Mereka yang berkunjung ke Pantai Plengkung telah memesan terlebih dahulu. Mereka adalah tamu Bobby's Surf Camp, Joyo's Surf Camp dan G-Land Surf Camp.
Pantai Plengkung menjanjikan wisata bahari yang komplit. Bila tak menyukai selancar ombak, perairannya menyediakan spot memancing dan penyelaman. Tentu, tidak pada bagian yang berombak menggulung-gulung. Bahkan berjalan-jalan di tengah hutan, melihat kawanan kera.
Wisatawan berselancar di Pantai Plengkung, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Ombak di Pantai Plengkung terkenal nomor dua terbaik di dunia setelah Hawaii. (Foto: Humas Protokol Banyuwangi)
Tuan Rumah Kejuaraan Selancar Dunia
Kabar baiknya, bagi popularitas Indonesia di mata dunia, pada 2020 Pantai Plengkung terpilih sebagai lokasi Liga Selancar Dunia (WSL) seri ke-3. Perhelatan akbar para penyembah ombak raksasa itu dihelat pada 4-14 Juni 2020.
Popularitas Pantai Plengkung, menurut Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, masuk dalam daftar 11 pantai dunia yang dijadikan lokasi WSL. Perhelatan ini dihelat secara seri di Australia, Amerika Serikat, Brazil, Hawaii, Tahiti, Afrika Selatan, Portugal hingga Prancis.
"Seri yang akan digelar di Banyuwangi semacam grand slam, yang hanya empat ajang dalam setahun. Menjadi kebanggan bagi Banyuwangi," kata Anas. Alasan Pantai Plengkung jadi tuan rumah, dijelaskan Manajer WSL Asia Steven Robertson, karena perhatian pemerintah daerahnya yang cukup besar pada pengembangan wisata olahraga.
G-Land dipilih sebagai satu dari 11 seri dengan gelontotran dana US$2,5 juta (sekitar Rp35 miliar) dari WSL, “Ombak yang bagus dan lingkungan taman nasional bakal jadi cerita tersendiri bagi para peselancar,” ujar Anas.