Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Batam - Kawasan destinasi pantai di Kampung Melayu, Batu Besar, Kecamatan Nongsa Batam tidak lagi dikunjungi wisatawan sejak tercemar limbah minyak hitam. Para pelaku pariwisata di lokasi pun merugi hingga puluhan juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Limbah minyak hitam berjenis limbah B3 itu setidaknya mencemari 1,5 kilometer kawasan pesisir di Kampung Melayu, Nongsa. Sepanjang pesisir ini merupakan destinasi pantai favorit wisatawan di Batam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain memiliki pasir putih dan air jernih, kawasan ini mempunyai teluk yang luas. Tak heran menjadi spot wisatawan mencari kerang atau seafood di pesisir kampung.
Namun, Rabu pagi, 3 Mei lalu, pantai ini berubah menjadi lautan minyak hitam. Air pasang membawa minyak hitam tersebut ke pesisir. Tidak hanya mengotori pantai, minyak hitam mengeluarkan bau tidak sedap.
Pengelola pantai terpaksa menelan pil pahit. Sejak kejadian itu, pantai mereka tak lagi dikunjungi wisatawan. Rata-rata untuk menikmati pantai di kawasan ini wisatawan mengocek kantong Rp 5.000-10.000 satu orang.
"Karena tumpahan minyak itu, mana mau orang masuk ke pantai lagi," kata Andi Saputra, pengelola Pantai Lagorap, Kampung Melayu, Selasa, 9 Mei 2023.
Setidaknya terdapat hampir 10 pantai di sepanjang lokasi tercemar. Salah satu yang terparah Pantai Lagorap.
Andi mengatakan setelah kejadian tidak ada satupun wisatawan yang berkunjung ke pantainya. Ia tidak menutup total pantai, sebab masih berharap wisatawan datang meskipun hanya sekadar duduk di pelantar.
"Tetapi tidak ada yang berani masuk, karena bau minyak itu pekat," kata Andi.
Seorang anak anak bermain di pantai yang masih tercemari minyak hitam, di kawasan pesisir Kampung Melayu Nongsa Batam, Senin, 8 Mei 2023. TEMPO/ Yogi Eka Sahputra
Beberapa wisatawan terpaksa balik badan dan mencari pantai yang jauh dari kawasan tercemar. Sejak kejadian sampai Senin, 8 Mei kemarin pengunjung masih sepi datang ke Pantai Lagorap. "Hanya satu, dua orang," kata Andi.
Pengunjung yang datang itu pun adalah mereka yang tidak mengetahui informasi adanya tumpahan minyak di pantai tersebut. "Saya dari Selat Panjang, salah satunya untuk ngajak anak main pantai ini, karena di Selat Panjang tidak ada pantai putih gini," kata Rio, salah seorang wisatawan yang baru sadar pantai tujuan destinasinya itu tercemar limbah minyak hitam.
Biasanya dalam satu hari Andi bisa meraup keuntungan kotor Rp 1 juta hingga Rp 2 juta dari semua aktivitas pantai yang dikelolanya. "Tetapi ini sudah hampir satu minggu, pengunjung sepi karena minyak hitam ini," ujarnya.
Sampai saat ini, Andi belum menerima bantuan apapun dari pemerintah. "Katanya ada, tetapi sampai sekarang belum turun," ujarnya yang masih setia berjaga di pintu masuk pantai
Menurut Andi, pemerintah harus mencari penyebab pencemaran ini. Sebab, selain merugikan masyarakat, ekosistem laut rusak.
"Dulu pernah juga kejadian, pelakunya ditangkap, minyak hitam waktu itu berasal dari bibir pantai, minyak ditanam di pantai ketika surut, jadi waktu ombak besar, terkikis, makanya limbahnya keluar, kalau ini tidak tahu kita dari mana,” kata Andi.
Dampak pencemaran laut juga dirasakan Jurip (40), juru parkir yang berada di area Pantai Tok Anjang. Dalam sehari, biasanya Jurip bisa mendapatkan duit Rp 200-300 ribu per hari.
"Sekarang kosong, inilah baru datang satu dua orang," kata Jurip.
Pemerintah buru pelaku
Pengamat pariwisata menilai pencemaran limbah minyak hitam di pantai-pantai Pulau Batam dan Bintan sangat berdampak kepada sektor pariwisata daerah. Apalagi wilayah Kepulauan Riau terkenal dengan wisata yang menjual kealamian lingkungannya.
"Ini masalah serius kalau di dunia pariwisata, yang dijual (di pariwisata Bintan) nature-nya," ujar Siska Mandalia, pengamat pariwisata Kepulauan Riau, belum lama ini.
Pelaku pencemaran harus diberikan sanksi tegas. Sebab, tidak hanya merugikan dunia pariwisata tetapi juga lingkungan alam di Kepri.
“Kalau sudah terjadi berulang, seperti ini, tentu harus ada pihak yang bertanggung jawab, pemerintah harus sama-sama menelusuri sumber minyak hitam itu dan mencari solusinya,” kata Siska.
Apalagi, menurut Siska, minyak hitam itu sangat sulit dihilangkan. Ia khawatir pantai-pantai yang memiliki pasir putih yang indah dan alami susah kembali ke sedia kalanya.
Kepala Bidang Pengolahan Sampah 53 dan Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kepulauan Riau Edison mengatakan sampai saat ini pembersihan sudah dilakukan di sepanjang pantai. Dalam kurun waktu yang sama, pencemaran limbah B3 jenis 1 (paling berbahaya) juga terjadi di beberapa resort, yaitu di Turri Beach Resort, Nongsa Resort sampai di pesisir Bintan.
Pemerintah bersama tim terpadu dari berbagai instansi akan menyelidikan sumber minyak hitam tersebut. "Banyak yang dirugikan, nelayan, wisatawan, pelaku pariwisata dan lainnya, mudah-mudahan ini tidak terjadi lagi," kata Edison.
Kasus berulang, pelaku menghilang
Pencemaran limbah minyak hitam sudah sering terjadi di pesisir Kepulauan Riau. Kali ini, arus membawa limbah ke pesisir Kampung Melayu Nongsa. Sebelumnya kejadian sama juga terjadi di Bintan.
Meskipun sudah terjadi berulang kali, pemerintah tak kunjung menangkap pelaku. Selain alasan perairan Batam dan Bintan merupakan daerah perbatasan laut internasional, sulitnya mengejar kapal pelaku pembuangan limbah juga menjadi masalah tersendiri.
Pilihan Editor: Destinasi Pantai di Batam Tercemari Limbah B3, Pemulihan Bisa Makan Waktu Satu Bulan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.